#Opini
Oleh Najmah Jauhariyyah (Komunitas Muslimah Raflesia Rindu
Khilafah)
Perbincangan tentang wanita
selalu menarik. Bukan karena
wanita kerap disebut-sebut dalam momen tahunan. Tetapi di balik kelembutannya, ternyata wanita
menyimpan daya besar. Banyak ungkapan
yang menggambarkan kehebatan dan kekuatan
wanita. Begitu hebatnya wanita
sehingga digambarkan wanita adalah tiang
negara. Tak hanya hebat bagi dirinya, wanita ternyata juga
berada di belakang pria hebat . Siapa yang tak kenal sosok BJ Habibie
? Di balik sukses beliau ternyata ada peran istrinya, Ibu Ainun
Habibie.
Konon, sekalipun kurang akalnya, ternyata wanita adalah sosok kuat yang memainkan peran dalam memegang percaturan dunia.
Sebut saja Zeyno Baran, seorang tokoh wanita Yahudi konsultan Nixon
Center yang sempat menjadi penasehat Presiden Bush. Dialah wanita think thank AS yang merancang strategi adu domba di antara
gerakan-gerakan Islam untuk tujuan
menghalangi kebangkitan Islam.
Saat ini, dengan slogan wanita modern, banyak wanita yang berlomba-lomba memberdayakan dirinya. Tak hanya berkarir di
luar rumah, menjadi pemain bola, petinju dan pegulat pun dilakoninya juga. Walau menuai kontroversi, beberapa
wanita pernah menjadi imam
sholat bagi jamaah laki-laki. Sekarang bermunculan sosok polisi dan satpol wanita, kernet sampai
supir bis wanita. Semua itu
menunjukkan bahwa wanita bisa menunjukkan eksistensi dan
kesejajarannya di hadapan pria.
Namun di balik gerakan pemberdayaan wanita yang di usung
feminisme, ada racun berbalut madu yang
mematikan wanita. Ingin berdaya
menopang ekonomi keluarga, wanita justru diperdaya menjadi mesin-mesin uang yang mencabut fitrah keibuan mereka. Ingin berdaya lewat eksistensi keperempuanannya, yang terjadi
wanita diperdaya lewat
eksploitasi tubuhnya demi kepentingan bisnis dengan mengorbankan rasa malu mereka.
Ingin berdaya lewat intelektualnya, justru mereka diperdaya
liberalisasi perempuan dengan
menjual ayat-ayat Allah melalui
rekonstruksi fikih perempuan. Ketika
tiang negara ini rapuh, maka rapuhlah seluruh sendi-sendinya. Bukan bahagia dan sejahtera yang diraih,
namun pemberdayaan yang berujung pada
keretakan keluarga dan hancurnya
generasi.
Pada dasarnya manusia memang makhluk yang menginginkan agar dirinya eksis dan berdaya
guna. Sebab keinginan itu berasal dari
dorongan naluriahnya. Dan itu sah-sah
saja selama tidak melanggar fitrahnya. Oleh karena itu, Allah SWT membatasi eksistensi manusia hanya dengan taqwanya.
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang
paling taqwa..”(QS Al Hujurat : 13)
Selama perempuan
berpegang dengan taqwa, tak perlu merasa iri dengan kelebihan yang telah Allah
anugerahkan pada laki-laki. Allah SWT
berfirman :
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’
32]
Dari sisi kemanusiaannya, Allah telah mengkaruniakan
laki-laki dan perempuan potensi akal yang membuat mereka menerima beban taklif
yang sama. Dalam hal ibadah (sholat,
puasa, zakat, haji), berdakwah, menuntut
ilmu dan muamalah, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama. Sementara karena perbedaan jenis, Allah telah membedakan peran laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan. Perempuan
memiliki rahim yang mempersiapkan
dirinya menjadi ibu dan pendidik generasi sementara laki-laki dibebankan
kepadanya kewajiban mencari nafkah.
Dengan bentuk tubuh yang “khas”,
perempuan diperintahkan menutup aurat sementara
tubuh laki-laki yang kekar
dipersiapkan untuk menjalankan
kewajiban berjihad. Pembedaan
itu bukanlah untuk tujuan merendahkan perempuan melainkan menjadikan perempuan sosok yang terpelihara
lagi dimuliakan.
Untuk itu tak perlu
menuntut diberdayakan secara fisik karena
Allah telah mempersiapkan perempuan menjadi manusia yang kuat dengan
mengandung calon bayi penerus generasi manusia.
Tak perlu menuntut diberdayakan secara
karir karena Islam telah memberikan perempuan karir terbaik sebagai ibu
dan pendidik generasi. Tak usah menuntut
diberdayakan dalam bidang pendidikan, karena faktanya masa keemasan Islam telah
mewujudkan perempuan-perempuan ulama dan
intelektual. Tak usah menuntut
diberdayaakan dalam bidang ekonomi karena faktanya selama 13 abad hidup dalam
naungan Khilafah, semua perempuan hidup bahagia dan sejahtera.
Mari kita bercermin pada
perempuan-perempuan penghulu ahli surga.
Khadijah yang memberdayakan hartanya untuk perjuangan dakwah suami
tercinta. Fathimah, istri yang
memberdayakan dirinya untuk
berkhidmat dalam rumah tangganya, Maryam yang mewakafkan dirinya untuk
beribadah dengan hidup membujang serta
Asiyah yang mengorbankan nyawanya untuk meninggikan kalimat Allah. Merekalah sosok perempuan sukses dunia akhirat. Berdaya bagi keluarga dan umat. Tak terperdaya dan diperdaya oleh zamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar