Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)
Ghouta, hingga detik ini masih menjadi saksi tumpahnya darah
ratusan kaum muslimin. Ghouta adalah satu dari sekian banyak rentetan tragedi
berdarah yang menimpa umat Islam. Sebelumnya Palestina, Rohingya dan beberapa
negeri Islam telah mengalami peristiwa memilukan yang menyayat jiwa. Kaum
muslimin bukan sedang berperang. Mereka sedang dibantai oleh musuh-musuh Islam
yang tidak pernah senang dengan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Padahal ribuan tahun lalu, Baginda Nabi telah mengingatkan kita
dengan sabdanya, “Sesungguhnya hancurnya dunia, itu lebih ringan di sisi Allah,
dari pada TERBUNUHNYA SEORANG MUSLIM.” (HR. Nasa’i 3987, Turmudzi 1395, dan dishahihkan
Al-Albani).
Kini jutaan nyawa kaum muslimin tidak lagi berharga. Para
penguasa umat Islam menganggap dunia lebih berharga dari pada nyawa kaum
muslimin. Di tengah-tengah situasi mencekam yang terus meliputi Ghouta,
penguasa Indonesia masih sempat pergi nonton film Dylan di bioskop. Seolah-olah
sosok Dylan lebih berharga dari pada nyawa anak – anak Ghouta.
Sejatinya Ghouta dan Indonesia ibarat saudara sekandung. Aqidah
Islamlah yang seharusnya menyatukan mereka. Namun sekat-sekat nasionalisme
telah merusak ikatan aqidah yang suci ini. Hingga hilanglah sabda Rasul dari
ingatan mereka.
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai,
sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota
tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit
juga, dengan tidak bisa tidur dan demam“ (HR Bukhori Muslim)
Peristiwa demi peristiwa pembantaian keji kaum muslimin di
berbagai wilayah telah berlangsung di depan mata. Namun hingga kini belum ada
satu pun penguasa kaum muslimin yang mengangkat senjata membebaskan mereka.
Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk. Hati mereka terserang penyakit wahn
yang parah sehingga tidak bisa lagi merasakan derita sakit yang menimpa umat
Islam.
Sebagian besar umat Islam dunia bagaikan buih di lautan yang
terombang ambing tak lagi punya kekuatan. Saat mereka melihat dan mendengar
tragedi Ghouta, hanya kecaman dan doa yang terdengar. Anak-anak dan perempuan
Ghouta tak lagi berharap pada pertolongan saudara-saudaranya di luar sana. Mereka
hanya bisa pasrahkan semuanya pada hari pengadilan Sang Maha Perkasa.
Jangan lupa, Ghouta dan seluruh negeri Islam yang tertindas
hanyalah satu dari sekian efek buruk dari tragedi besar yang menimpa umat pada
abad ke 19. Tanggal 3 Maret 1924 adalah hari yang tidak pernah akan terlupakan
dalam ingatan. Induk segala kebaikan selama lebih kurang 13 abad yaitu negara
Khilafah yang memayungi seluruh umat Islam sedunia telah dihancurkan Kemal At
Taturk, pengkhianat umat yang notabene agen Inggris.
Ketika Sang Junnah hilang, doa-doa yang terlantun seakan-akan
senjata yang tumpul. Al Quran bagaikan singa yang tak bertaring. Bukankah doa
sudah sering kita lantunkan untuk keselamatan saudara-saudara kita di
Palestina, Rohingya juga Ghouta ? Bantuan kemanusiaan pun sudah banyak kita
kirimkan. Orang-orang kafir barat ternyata tidak takut dengan doa dan bantuan
kita. Dalam sejarah umat Islam yang panjang, musuh – musuh Islam hanya takut
kepada jihad dan Khilafah !!
Jangan lupa, Allah menyuruh kita untuk tidak hanya berdoa tapi
juga berusaha. Berusaha untuk merubah nasib kita !! Berusaha agar Khilafah
sebagai taaj al furudh (mahkota kewajiban) kembali lagi ke pangkuan kaum
muslimin.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar Ro’du : 11)
Jangan lupa dengan perjuangan Sultan Muhammad II, seorang
Kholifah yang terkenal dengan gelar al Faatih (Sang Pembebas). Sebuah kisah
indah kolaborasi antara doa, jihad dan Khilafah menjadi kekuatan besar yang
digunakan kaum muslimin untuk mewujudkan janji Allah yaitu menaklukkan Kota
Konstatinopel.
Malam hari, mereka habiskan waktu dengan sujud dan untaian
doa-doa panjang agar Allah memenangkan mereka. Di siang hari, mereka terus
melakukan jihad dan berfikir keras untuk menaklukkan Konstantinopel termasuk
melakukan upaya di luar logika manusia seperti menjalankan kapal di daratan.
Dengan ijin Allah, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukkan dalam waktu 50
hari pada tahun 1453 M.
Walhasil, Ghouta, Palestina, Rohingya dan semua negeri kaum
muslimin yang tertindas hanya akan bebas melalui tangan seorang Kholifah dan
tentaranya melalui jihad diiringi kekuatan doa kaum muslimin.
Oleh karena itu, tidak ada aktivitas yang lebih penting bagi
kaum muslimin saat ini selain berjuang menegakkan Khilafah melalui dakwah yang
dicontohkan oleh Rasulullah. Perjuangan penegakkan Khilafah saat ini sudah
mencapai hasil yang menggembirakan. Kesadaran kaum muslimin tentang urgensi
adanya Khilafah telah mencapai level yang mengagumkan. Maka jadilah kita semua
menjadi saksi sekaligus pelaku datangnya pertolongan Allah yaitu tegaknya
Khilafah jilid kedua di akhir zaman ini.
Dan jangan lupa selalu lantunkan doa terbaik untuk keselamatan
kaum muslimin Ghouta dan kembalinya Khilafah dalam waktu dekat.
اللهمّ سلّم إخواننا في غوطة
و سائر البلاد المسلمين المظلومين...
Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami di Ghouta dan seluruh negeri-negeri Islam yang tertindas...
Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami di Ghouta dan seluruh negeri-negeri Islam yang tertindas...
اللهمّ عجّل لنا ..عجّل لنا
بإقا مة الخلا فة على منهاج النبوّة...
Ya Allah, segerakan bagi kami...segerakan bagi kami… tegaknya Khilafah yg berdiri dg metode kenabian...
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin…
Ya Allah, segerakan bagi kami...segerakan bagi kami… tegaknya Khilafah yg berdiri dg metode kenabian...
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar