Jumat, 02 Maret 2018

Ghouta, Doa Dan Menolak Lupa

#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)
Ghouta, hingga detik ini masih menjadi saksi tumpahnya darah ratusan kaum muslimin. Ghouta adalah satu dari sekian banyak rentetan tragedi berdarah yang menimpa umat Islam. Sebelumnya Palestina, Rohingya dan beberapa negeri Islam telah mengalami peristiwa memilukan yang menyayat jiwa. Kaum muslimin bukan sedang berperang. Mereka sedang dibantai oleh musuh-musuh Islam yang tidak pernah senang dengan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Padahal ribuan tahun lalu, Baginda Nabi telah mengingatkan kita dengan sabdanya, “Sesungguhnya hancurnya dunia, itu lebih ringan di sisi Allah, dari pada TERBUNUHNYA SEORANG MUSLIM.” (HR. Nasa’i 3987, Turmudzi 1395, dan dishahihkan Al-Albani).
Kini jutaan nyawa kaum muslimin tidak lagi berharga. Para penguasa umat Islam menganggap dunia lebih berharga dari pada nyawa kaum muslimin. Di tengah-tengah situasi mencekam yang terus meliputi Ghouta, penguasa Indonesia masih sempat pergi nonton film Dylan di bioskop. Seolah-olah sosok Dylan lebih berharga dari pada nyawa anak – anak Ghouta.
Sejatinya Ghouta dan Indonesia ibarat saudara sekandung. Aqidah Islamlah yang seharusnya menyatukan mereka. Namun sekat-sekat nasionalisme telah merusak ikatan aqidah yang suci ini. Hingga hilanglah sabda Rasul dari ingatan mereka.
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam“ (HR Bukhori Muslim)
Peristiwa demi peristiwa pembantaian keji kaum muslimin di berbagai wilayah telah berlangsung di depan mata. Namun hingga kini belum ada satu pun penguasa kaum muslimin yang mengangkat senjata membebaskan mereka. Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk. Hati mereka terserang penyakit wahn yang parah sehingga tidak bisa lagi merasakan derita sakit yang menimpa umat Islam.
Sebagian besar umat Islam dunia bagaikan buih di lautan yang terombang ambing tak lagi punya kekuatan. Saat mereka melihat dan mendengar tragedi Ghouta, hanya kecaman dan doa yang terdengar. Anak-anak dan perempuan Ghouta tak lagi berharap pada pertolongan saudara-saudaranya di luar sana. Mereka hanya bisa pasrahkan semuanya pada hari pengadilan Sang Maha Perkasa.
Jangan lupa, Ghouta dan seluruh negeri Islam yang tertindas hanyalah satu dari sekian efek buruk dari tragedi besar yang menimpa umat pada abad ke 19. Tanggal 3 Maret 1924 adalah hari yang tidak pernah akan terlupakan dalam ingatan. Induk segala kebaikan selama lebih kurang 13 abad yaitu negara Khilafah yang memayungi seluruh umat Islam sedunia telah dihancurkan Kemal At Taturk, pengkhianat umat yang notabene agen Inggris.
Ketika Sang Junnah hilang, doa-doa yang terlantun seakan-akan senjata yang tumpul. Al Quran bagaikan singa yang tak bertaring. Bukankah doa sudah sering kita lantunkan untuk keselamatan saudara-saudara kita di Palestina, Rohingya juga Ghouta ? Bantuan kemanusiaan pun sudah banyak kita kirimkan. Orang-orang kafir barat ternyata tidak takut dengan doa dan bantuan kita. Dalam sejarah umat Islam yang panjang, musuh – musuh Islam hanya takut kepada jihad dan Khilafah !!
Jangan lupa, Allah menyuruh kita untuk tidak hanya berdoa tapi juga berusaha. Berusaha untuk merubah nasib kita !! Berusaha agar Khilafah sebagai taaj al furudh (mahkota kewajiban) kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar Ro’du : 11)
Jangan lupa dengan perjuangan Sultan Muhammad II, seorang Kholifah yang terkenal dengan gelar al Faatih (Sang Pembebas). Sebuah kisah indah kolaborasi antara doa, jihad dan Khilafah menjadi kekuatan besar yang digunakan kaum muslimin untuk mewujudkan janji Allah yaitu menaklukkan Kota Konstatinopel.
Malam hari, mereka habiskan waktu dengan sujud dan untaian doa-doa panjang agar Allah memenangkan mereka. Di siang hari, mereka terus melakukan jihad dan berfikir keras untuk menaklukkan Konstantinopel termasuk melakukan upaya di luar logika manusia seperti menjalankan kapal di daratan. Dengan ijin Allah, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukkan dalam waktu 50 hari pada tahun 1453 M.
Walhasil, Ghouta, Palestina, Rohingya dan semua negeri kaum muslimin yang tertindas hanya akan bebas melalui tangan seorang Kholifah dan tentaranya melalui jihad diiringi kekuatan doa kaum muslimin.
Oleh karena itu, tidak ada aktivitas yang lebih penting bagi kaum muslimin saat ini selain berjuang menegakkan Khilafah melalui dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Perjuangan penegakkan Khilafah saat ini sudah mencapai hasil yang menggembirakan. Kesadaran kaum muslimin tentang urgensi adanya Khilafah telah mencapai level yang mengagumkan. Maka jadilah kita semua menjadi saksi sekaligus pelaku datangnya pertolongan Allah yaitu tegaknya Khilafah jilid kedua di akhir zaman ini.
Dan jangan lupa selalu lantunkan doa terbaik untuk keselamatan kaum muslimin Ghouta dan kembalinya Khilafah dalam waktu dekat.
اللهمّ سلّم إخواننا في غوطة و سائر البلاد المسلمين المظلومين...
Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami di Ghouta dan seluruh negeri-negeri Islam yang tertindas...
اللهمّ عجّل لنا ..عجّل لنا بإقا مة الخلا فة على منهاج النبوّة...
Ya Allah, segerakan bagi kami...segerakan bagi kami… tegaknya Khilafah yg berdiri dg metode kenabian...
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...