Sabtu, 24 Maret 2018

Wanita, Berdaya Atau Diperdaya ?


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah (Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Perbincangan tentang wanita  selalu menarik.  Bukan karena wanita  kerap disebut-sebut  dalam momen tahunan.  Tetapi di balik kelembutannya, ternyata wanita menyimpan daya besar.  Banyak ungkapan yang menggambarkan kehebatan dan kekuatan  wanita.  Begitu hebatnya wanita sehingga digambarkan  wanita adalah tiang negara.    Tak hanya  hebat bagi dirinya, wanita ternyata juga berada di belakang  pria hebat .    Siapa yang tak kenal sosok BJ Habibie ?  Di balik sukses  beliau ternyata ada peran istrinya, Ibu Ainun Habibie.

Konon, sekalipun kurang akalnya, ternyata wanita  adalah sosok kuat  yang memainkan peran  dalam memegang percaturan  dunia.  Sebut saja  Zeyno Baran,  seorang tokoh wanita Yahudi konsultan Nixon Center yang sempat menjadi penasehat Presiden Bush.  Dialah wanita think thank AS  yang merancang strategi adu domba di antara gerakan-gerakan Islam  untuk tujuan menghalangi  kebangkitan Islam.

Saat ini, dengan slogan wanita modern, banyak wanita  yang berlomba-lomba  memberdayakan dirinya. Tak hanya berkarir di luar rumah, menjadi pemain bola, petinju dan pegulat pun dilakoninya juga.  Walau menuai kontroversi,  beberapa  wanita  pernah menjadi imam sholat  bagi jamaah laki-laki.  Sekarang bermunculan  sosok polisi dan satpol wanita, kernet sampai supir bis wanita.  Semua itu menunjukkan  bahwa  wanita bisa menunjukkan eksistensi dan kesejajarannya di hadapan pria.

Namun di balik gerakan pemberdayaan wanita yang di usung feminisme, ada racun berbalut madu yang  mematikan wanita.  Ingin  berdaya  menopang  ekonomi keluarga,  wanita justru diperdaya  menjadi mesin-mesin uang yang mencabut  fitrah keibuan mereka.   Ingin berdaya lewat eksistensi keperempuanannya,  yang terjadi  wanita diperdaya  lewat eksploitasi tubuhnya demi kepentingan bisnis dengan mengorbankan rasa  malu mereka.  Ingin berdaya lewat intelektualnya, justru mereka  diperdaya  liberalisasi perempuan  dengan menjual ayat-ayat  Allah melalui rekonstruksi fikih perempuan.  Ketika tiang negara ini rapuh, maka rapuhlah seluruh sendi-sendinya.  Bukan bahagia dan sejahtera yang diraih, namun pemberdayaan yang berujung  pada keretakan keluarga  dan hancurnya generasi.

Pada dasarnya manusia memang makhluk yang  menginginkan agar dirinya eksis dan berdaya guna.  Sebab keinginan itu berasal dari dorongan naluriahnya.  Dan itu sah-sah saja selama tidak melanggar fitrahnya. Oleh karena itu, Allah  SWT membatasi eksistensi  manusia hanya dengan taqwanya.

“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling taqwa..”(QS Al Hujurat : 13)

Selama  perempuan berpegang dengan taqwa, tak perlu merasa iri dengan kelebihan yang telah Allah anugerahkan pada  laki-laki. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah  Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]

Dari sisi kemanusiaannya, Allah telah mengkaruniakan laki-laki dan perempuan potensi akal yang membuat mereka menerima beban taklif yang sama.   Dalam hal ibadah (sholat, puasa, zakat, haji), berdakwah,  menuntut ilmu dan muamalah, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama.    Sementara karena perbedaan jenis,  Allah telah membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.  Perempuan memiliki rahim yang  mempersiapkan dirinya menjadi ibu dan pendidik generasi sementara laki-laki dibebankan kepadanya kewajiban mencari nafkah.  Dengan bentuk  tubuh yang “khas”, perempuan diperintahkan menutup aurat sementara  tubuh laki-laki yang kekar  dipersiapkan untuk menjalankan  kewajiban berjihad.   Pembedaan itu bukanlah untuk tujuan merendahkan perempuan melainkan  menjadikan perempuan sosok yang terpelihara lagi dimuliakan.

Untuk itu tak  perlu menuntut diberdayakan secara fisik karena  Allah  telah mempersiapkan  perempuan menjadi manusia yang kuat dengan mengandung calon bayi penerus generasi manusia.  Tak perlu menuntut diberdayakan secara  karir karena Islam telah memberikan perempuan karir terbaik sebagai ibu dan pendidik generasi.  Tak usah menuntut diberdayakan dalam bidang pendidikan, karena faktanya masa keemasan Islam telah mewujudkan perempuan-perempuan ulama  dan intelektual.  Tak usah menuntut diberdayaakan dalam bidang ekonomi karena faktanya selama 13 abad hidup dalam naungan Khilafah, semua perempuan hidup bahagia dan sejahtera.

Mari kita bercermin pada  perempuan-perempuan  penghulu  ahli surga.  Khadijah yang memberdayakan hartanya untuk perjuangan dakwah suami tercinta.  Fathimah, istri yang memberdayakan  dirinya untuk berkhidmat  dalam rumah tangganya,  Maryam yang mewakafkan dirinya untuk beribadah dengan hidup membujang serta  Asiyah yang mengorbankan nyawanya untuk meninggikan kalimat Allah.  Merekalah sosok perempuan sukses dunia akhirat.  Berdaya bagi keluarga dan umat.  Tak terperdaya dan diperdaya oleh zamannya.

Minggu, 18 Maret 2018

Feminisme Penghancur Khilafah


#Opini


Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Sholawat dan salam terhatur untuk Baginda Rasulullah SAW yang telah mewariskan dua  harta tak ternilai  yaitu Al Quran dan As Sunnah yang menjaga kita dari kesesatan  selama  memegang teguh keduanya.  Sholawat  teriring salam juga kita sampaikan kepada  sebaik-baik pemimpin umat yang telah mewariskan negara Khilafah yang agung  selama  berabad-abad  lamanya.

Negara ini  yang telah merubah wajah dunia.  Negara yang merubah  kegelapan menjadi bersinar  terang.  Negara yang menghapus  kejahiliyahan  berganti dengan  ilmu dan pemahaman.  Negara yang mengangkat harkat dan martabat  manusia ke posisi tertinggi sebagai khairu ummah.  Di dalam naungannya, lelaki begitu dihargai, perempuan  sangat dimuliakan.  

Dalam negara ini,  perempuan tak perlu ribut menuntut haknya.  Tanpa diminta, negara  Khilafah telah menjamin semua hak perempuan  sejak dia  masih dalam kandungan.  Negara Khilafah memang mempersiapkan perempuan sebagai sahabat  laki-laki dalam  membentuk  peradaban melalui perannya dalam  mencetak generasi.   Sekalipun perannya memang peran rumahan  tapi  negara Khilafah memberikan ruang bagi perempuan untuk aktif dan berkontribusi dalam  dalam  pendidikan, kesehatan,  dakwah bahkan dalam  bidang politik.  Terukir dengan tinta emas, beberapa nama perempuan yang memiliki andil besar  dalam  peradaban dunia di masa itu.

Para feminis mungkin akan terkagum-kagum  jika mereka melihat kiprah Maryam Asturlabi  dalam bidang astronomi.  Mereka  juga akan melongo  seandainya mereka hidup di era Kholifah Umar Bin Khattab yang  kebijakannya dikritik oleh seorang perempuan demi menjalankan peran politiknya.  Mereka juga pasti akan bertobat dari upaya pemberdayaan ekonomi  perempuan ketika melihat betapa sejahteranya perempuan  di masa Kholifah Umar  bin Abdul Aziz.

Kenyataannya feminisme  adalah salah satu  alat yang digunakan kafir barat untuk menghancurkan Khilafah.   Dalam sejarahnya  yang panjang  orang-orang kafir  selalu menyimpan kebencian kepada kaum muslimin.   Kebencian itu tertuang dalam perang salib  yang berlangsung  selama 2 abad  dalam  6 gelombang.  Kekalahan telak dalam  perang salib membuat orang-orang kafir  berfikir untuk membuat strategi baru untuk menghancurkan kaum muslimin.  Strategi itu adalah menyerang pemikiran kaum muslimin melalui serangan misionaris. Peter Venerabilis, dialah misionaris Kristen pertama yang merancang penyerangan umat Islam lewat pemikiran-pemikiran mereka. Peter membuat sebuah pernyataan yang ditujukan untuk umat Islam, “Aku menyerangmu, bukan sebagaimana sebagian dari kami (orang-orang Kristen) sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata. Dan bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta”.

Di saat yang sama, kemunduran taraf berfikir membuat umat Islam  terkagum-kagum dengan  peradaban barat yang mulai  maju sejak revolusi Prancis  tahun 1789  masehi.  Untuk pertama kalinya Kekhilafahan membuka pintu bagi masuknya tenaga pendidikan dari barat  dan diikuti dengan pengiriman pelajar-pelajarnya ke berbagai perguruan tinggi di Eropa.

Dampak dari pengiriman para pelajar ke Eropa ternyata sangat luar biasa.  Pemikiran barat mulai meracuni  benak para pelajar Khilafah Utsmani.  Untuk pertama kalinya di negara Khilafah berkembang ide nasionalisme,  liberalisasi ekonomi  hingga feminisme.  Adalah Rufa’ah ath Thahthawi, seorang pelajar yang terpengaruh  dengan pemikiran barat seputar kebebasan perempuan.  Kehidupan sosial Eropa begitu menginsipirasi  benaknya  khususnya yang berkaitan dengan pendidikan perempuan, poligami, pembatasan perceraian dan pembauran dua lawan jenis (ikhttilath).

Tak hanya itu, ide kebebasan perempuan atau feminisme juga diusung oleh intelektual muslim lainnya.  Pada tahun 1899 Masehi,  Qasim Amin, salah seorang murid Muhammad Abduh  menerbitkan 2 buku yang kental dengan ide feminisme barat.  Dua buku itu berjudul Tahriru al Mar’ah (Kebebasan Wanita) dan Al Mar’ah al Jadiidah (Wanita Modern) yang banyak menyerang ajaran-ajaran Islam yang terkait dengan perempuan seperti  hijab.

Walhasil serangan pemikiran barat telah  merontokkan sendi-sendi kehidupan Islam  pada masa akhir Kekhilafahan Turki.  Apalagi setelah Kemal At Taturk   memisahkan kekuasaan dengan kekhilafahan pada tahun 1922 masehi hingga dihilangkannya Khilafah dari muka bumi pada tahun 1924 masehi.   Kamal at Taturk memerintahkan perempuan menampakkan auratnya, meninggalkan rumah-rumah mereka dan bercampur baur dengan kaum pria.  Sejak saat itulah  episode kelam dari kehidupan  perempuan  dimulai.  

Referensi :
Visi dan Paradigma Tafsir Al Quran Kontemporer,  DR. Abdul Majid Abdus Salam Al Muhtasib
Ad Daulah al Islamiyyah, Syekh Taqiyuddin An Nabhani

#WanitaMuliaDenganIslam
#KhilafahAjaranIslam

Selasa, 13 Maret 2018

Perempuan Dalam Kumparan Kemiskinan


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Salah satu problem yang dialami penduduk dunia saat ini adalah problem kemiskinan.  Sistem kapitalisme telah menciptakan kesenjangan  ekonomi  yang  melahirkan kemiskinan struktural.  Dan korban paling banyak adalah perempuan. 

Serangan  negara-negara kafir barat ke sejumlah  negeri muslim  seperti Suriah, Palestina dan Rohingya berefek semakin banyaknya  perempuan dimiskinkan.  Banyak perempuan  di Ghouta yang makan sampah untuk menyambung hidup.  Mereka mencuci ulang popok anak-anak mereka dengan air cucian yang sudah berkali-kali dipakai.

Nasib buruk juga dialami perempuan-perempuan  Indonesia.  Karena kemiskinan, mereka rela pergi meninggalkan anak dan suami  untuk menjadi tulang punggung keluarga.  Kehidupan mereka sebagai TKW di negeri orang tak jarang dibayangi mimpi buruk pelecehan seksual dan penyiksaan.
Bengkulu sebagai provinsi termiskin di Sumatera, secara langsung memberikan efek buruk bagi penurunan kesejahteraan warganya. Tingginya tingkat kemiskinan di Bengkulu memberikan dampak yang sangat luas dalam kehidupan hingga tingkat keluarga, terutama bagi kaum perempuan. Ini terlihat dari banyaknya perempuan yang menjalani beban ganda atau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga.Kebijakan pemerintah daerah dalam penerbitan ijin zona pertambangan  secara tidak langsung justru menimbulkan wabah kemiskinan di Provinsi Bengkulu (http://pedomanbengkulu.com/2017/12/kemiskinan-mengorbankan-perempuan/).
Kemiskinan perempuan hari ini  menjadi salah satu issu yang terus digaung-gaungkan para aktivis perempuan. WALHI  Bengkulu yang turut ambil peran dalam  peringatan hari perempuan internasional menilai bahwa kemiskinan perempuan disebabkan karena masih banyak perempuan yang belum mendapatkan secara maksimal hak akses dan informasi terkait pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Bengkulu. Lebih dari itu menurut aktivis perempuan, kemiskinan perempuan  lebih banyak dipengaruhi budaya patriarkhi.   Perempuan kurang diberikan hak sebagaimana laki-laki untuk memberdayakan dirinya secara ekonomi.

Oleh karena itu aktivis perempuan menganggap kesetaraan gender adalah solusi dari  kemiskinan perempuan.   Perempuan  diberikan hak yang sama dengan laki-laki di sektor publik.   Jadilah banyak perempuan yang terjun dalam pemberdayaan ekonomi perempuan.   Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan bekerja membantu ekonomi keluarga. Namun  alih-alih bisa  mensejahterakan ekonomi dan membahagiakan keluarga. Justru yang terjadi adalah eksploitasi perempuan. Di sisi lain, ketika kaum perempuan bekerja secara massif di luar rumah, beban ganda menjadi dilemma yang tak bisa terelakkan. Stress bisa datang sewaktu-waktu dan seringkali menyebabkan konflik dalam keluarga. Itulah sebabnya kenapa perceraian suami istri semakin meningkat yang saat ini penyebabnya didominasi karena faktor ekonomi yaitu eksistensi perempuan di dunia kerja. Fakta yang tak bisa dibantah, munculnya kemandirian ekonomi perempuan membuat mereka  mudah menuntut perceraian.  Kondisi ini diperparah dengan hilangnya fungsi ibu sebagai pendidik generasi.   Dunia kerja yang ketat, membuat para ibu menghilangkan “perasaan bersalah” meninggalkan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak melalui tempat penitipan anak (day care).  Kecenderungan meningkatnya tingkat kenakalan remaja (narkoba, miras, pergaulan bebas, tawuran) disinyalir akibat perceraian.. Lalu bagaimana mungkin perempuan bisa dikatakan sebagai tiang negara kalau kiprahnya dalam ekonomi justru menyebabkan robohnya ketahanan keluarga dan hancurnya generasi ???  Sudah selayaknya program pemberdayaan ekonomi perempuan mendapat kecaman dan kritis pedas atas upaya yang tidak akan pernah mengentaskan kemiskinan namun justru banyak menuai kerusakan.

Pada faktanya persoalan kemiskinan bukan hanya menimpa perempuan.  Siapa pun yang hidup dalam sistem kapitalisme akan merasakan kesulitan hidup yang merata.  Semua ini karena sistem kapitalisme telah menganakemaskan para pemilik modal untuk bebas menguasai  hajat hidup rakyat banyak.  Pada akhirnya rakyat dipaksa untuk membayar harga yang tinggi untuk memperoleh akses  pelayanan ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Di sisi lain, kafir barat melalui antek-anteknya dari kalangan penguasa, ulama su’ dan inteletual terus menerus menggembosi rakyat dengan kriminalisasi ajaran Islam.  Kampanye hitam tentang syariat Islam yang mengatur perempuan terus menerus dilancarkan.  Teranyar adalah kriminalisasi cadar oleh rektor IAIN yang notabene  pimpinan  perguruan tinggi Islam.  Padahal ajaran Islamlah  yang sesungguhnya  telah memuliakan sekaligus mensejahterakan  manusia tidak terkecuali perempuan.

Melalui pemberlakuan sistem ekonomi yang  cemerlang,  Kholifah Umar Bin Abdul Aziz telah berhasil mengentas kemiskinan sehingga dalam waktu 2 tahun selama masa pemerintahannya, tidak ada satupun rakyatnya menjadi penerima zakat.  Kholifah Umar bin Khattab telah membantu  seorang janda untuk lepas dari kemiskinan dengan pemberian bahan makanan secara cuma-cuma.  Tak hanya warga muslim yang menikmati kesejahteraan namun juga warga non muslim.  Sorang Yahudi tua peminta-minta pada masa Kholifah Umar  diberikan jaminan hidup sepanjang hayatnya dari kas baitul maal. 

Demikianlah penerapan syariat Islam dalam sistem Khilafah telah berhasil  mengeluarkan manusia yang hidup di dalamnya dari kumparan kemiskinan.  Sementara program pemberdayaan ekonomi perempuan a la  feminis sama sekali tidak mensejahterakan perempuan malah menjatuhkan perempuan dalam kumparan kerusakan.

#PerempuanMuliaDenganIslam
#PerempuanDanIslam
#SelamatkanPerempuanDenganKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah
#IslamRahmatanLilAalamiin

Jumat, 02 Maret 2018

Ghouta, Doa Dan Menolak Lupa

#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)
Ghouta, hingga detik ini masih menjadi saksi tumpahnya darah ratusan kaum muslimin. Ghouta adalah satu dari sekian banyak rentetan tragedi berdarah yang menimpa umat Islam. Sebelumnya Palestina, Rohingya dan beberapa negeri Islam telah mengalami peristiwa memilukan yang menyayat jiwa. Kaum muslimin bukan sedang berperang. Mereka sedang dibantai oleh musuh-musuh Islam yang tidak pernah senang dengan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Padahal ribuan tahun lalu, Baginda Nabi telah mengingatkan kita dengan sabdanya, “Sesungguhnya hancurnya dunia, itu lebih ringan di sisi Allah, dari pada TERBUNUHNYA SEORANG MUSLIM.” (HR. Nasa’i 3987, Turmudzi 1395, dan dishahihkan Al-Albani).
Kini jutaan nyawa kaum muslimin tidak lagi berharga. Para penguasa umat Islam menganggap dunia lebih berharga dari pada nyawa kaum muslimin. Di tengah-tengah situasi mencekam yang terus meliputi Ghouta, penguasa Indonesia masih sempat pergi nonton film Dylan di bioskop. Seolah-olah sosok Dylan lebih berharga dari pada nyawa anak – anak Ghouta.
Sejatinya Ghouta dan Indonesia ibarat saudara sekandung. Aqidah Islamlah yang seharusnya menyatukan mereka. Namun sekat-sekat nasionalisme telah merusak ikatan aqidah yang suci ini. Hingga hilanglah sabda Rasul dari ingatan mereka.
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam“ (HR Bukhori Muslim)
Peristiwa demi peristiwa pembantaian keji kaum muslimin di berbagai wilayah telah berlangsung di depan mata. Namun hingga kini belum ada satu pun penguasa kaum muslimin yang mengangkat senjata membebaskan mereka. Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk. Hati mereka terserang penyakit wahn yang parah sehingga tidak bisa lagi merasakan derita sakit yang menimpa umat Islam.
Sebagian besar umat Islam dunia bagaikan buih di lautan yang terombang ambing tak lagi punya kekuatan. Saat mereka melihat dan mendengar tragedi Ghouta, hanya kecaman dan doa yang terdengar. Anak-anak dan perempuan Ghouta tak lagi berharap pada pertolongan saudara-saudaranya di luar sana. Mereka hanya bisa pasrahkan semuanya pada hari pengadilan Sang Maha Perkasa.
Jangan lupa, Ghouta dan seluruh negeri Islam yang tertindas hanyalah satu dari sekian efek buruk dari tragedi besar yang menimpa umat pada abad ke 19. Tanggal 3 Maret 1924 adalah hari yang tidak pernah akan terlupakan dalam ingatan. Induk segala kebaikan selama lebih kurang 13 abad yaitu negara Khilafah yang memayungi seluruh umat Islam sedunia telah dihancurkan Kemal At Taturk, pengkhianat umat yang notabene agen Inggris.
Ketika Sang Junnah hilang, doa-doa yang terlantun seakan-akan senjata yang tumpul. Al Quran bagaikan singa yang tak bertaring. Bukankah doa sudah sering kita lantunkan untuk keselamatan saudara-saudara kita di Palestina, Rohingya juga Ghouta ? Bantuan kemanusiaan pun sudah banyak kita kirimkan. Orang-orang kafir barat ternyata tidak takut dengan doa dan bantuan kita. Dalam sejarah umat Islam yang panjang, musuh – musuh Islam hanya takut kepada jihad dan Khilafah !!
Jangan lupa, Allah menyuruh kita untuk tidak hanya berdoa tapi juga berusaha. Berusaha untuk merubah nasib kita !! Berusaha agar Khilafah sebagai taaj al furudh (mahkota kewajiban) kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar Ro’du : 11)
Jangan lupa dengan perjuangan Sultan Muhammad II, seorang Kholifah yang terkenal dengan gelar al Faatih (Sang Pembebas). Sebuah kisah indah kolaborasi antara doa, jihad dan Khilafah menjadi kekuatan besar yang digunakan kaum muslimin untuk mewujudkan janji Allah yaitu menaklukkan Kota Konstatinopel.
Malam hari, mereka habiskan waktu dengan sujud dan untaian doa-doa panjang agar Allah memenangkan mereka. Di siang hari, mereka terus melakukan jihad dan berfikir keras untuk menaklukkan Konstantinopel termasuk melakukan upaya di luar logika manusia seperti menjalankan kapal di daratan. Dengan ijin Allah, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukkan dalam waktu 50 hari pada tahun 1453 M.
Walhasil, Ghouta, Palestina, Rohingya dan semua negeri kaum muslimin yang tertindas hanya akan bebas melalui tangan seorang Kholifah dan tentaranya melalui jihad diiringi kekuatan doa kaum muslimin.
Oleh karena itu, tidak ada aktivitas yang lebih penting bagi kaum muslimin saat ini selain berjuang menegakkan Khilafah melalui dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Perjuangan penegakkan Khilafah saat ini sudah mencapai hasil yang menggembirakan. Kesadaran kaum muslimin tentang urgensi adanya Khilafah telah mencapai level yang mengagumkan. Maka jadilah kita semua menjadi saksi sekaligus pelaku datangnya pertolongan Allah yaitu tegaknya Khilafah jilid kedua di akhir zaman ini.
Dan jangan lupa selalu lantunkan doa terbaik untuk keselamatan kaum muslimin Ghouta dan kembalinya Khilafah dalam waktu dekat.
اللهمّ سلّم إخواننا في غوطة و سائر البلاد المسلمين المظلومين...
Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami di Ghouta dan seluruh negeri-negeri Islam yang tertindas...
اللهمّ عجّل لنا ..عجّل لنا بإقا مة الخلا فة على منهاج النبوّة...
Ya Allah, segerakan bagi kami...segerakan bagi kami… tegaknya Khilafah yg berdiri dg metode kenabian...
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin…

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...