OPINI
Oleh :
Indah Kartika Sari
(Ketua Muslimah
Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Bengkulu)
Perbincangan
tentang perempuan kembali menjadi
topik hangat. Apa lagi kalau bukan rencana akan digelarnya
perhelatan kecantikan perempuan yaitu
ajang Putri Indonesia 2015 pada hari
Jumat (20 Februari 2015). Sebelumnya
sudah diselenggarakan event serupa yaitu Miss Indonesia 2015. Walau sudah jelas, event ini mempertontonkan kecantikan perempuan, pihak penyelenggara mengklaim
bahwa event ini akan mengangkat
potensi perempuan secara utuh. Dalam arti perempuan yang ikut terlibat adalah
mereka-mereka yang terpilih tidak hanya secara fisik cantik namun juga menonjol dari sisi intelektual. Mereka diuji kepekaan sosialnya,
diasah pemikiran intelektualnya dan digali potensi
keterampilannya. Kontes ini memberikan
kesan bahwa peserta tidak dilihat hanya sebagai objek tetapi merupakan bagian
dari perempuan-perempuan cerdas dan kreatif yang mengedepankan personality yang utuh.
Tak dapat dipungkiri bahwa eksistensi perempuan di ruang publik kembali dipertanyakan. Di
satu sisi, perempuan merupakan asset berharga negara sebab di tangannya tiang
negara ditegakkan. Namun di sisi lain,
kontes kecantikan yang kontroversial ini dijadikan alasan bagi sebagian orang
untuk mengangkat eksistensi perempuan, benarkah demikian ??..
Keinginan tampil cantik adalah hak
fitrah seorang perempuan. Sebab dengan
cantik, perempuan akan dihargai (baca:dilirik) dan mendapat pujian dari
khalayak ramai. Ada kecenderungan yang berkembang di masyarakat, tidak apa-apa
IQ rendah yang penting cantik dan menarik. Singkatnya, kecantikan adalah
jaminan mutu perempuan untuk bisa eksis di ruang publik demi ketenaran
sekaligus bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin. Untuk tampil
cantik, banyak jurus jitu yang dilakukan perempuan. Permak wajah mulai dari yang
tradisional hingga modern, dari yang alami sampai kimiawi. Penampilan wajah yang cantik juga harus
diimbangi dengan tubuh ideal. Demi mencapai tubuh bak
peragawati, sampai-sampai perempuan rela mengorbankan kesehatannya dengan alasan diet ketat.
Seakan tak cukup
sampai di sini, perempuan dan segala keindahan tubuhnya menjadi objek penilaian
dari sekian banyak kontes kecantikan.
Jargon “Brain, Beauty, Behaviour”
menjadi sekedar slogan sebab yang paling penting dari setiap kontes kecantikan
hanyalah “Beauty, Beauty, Beauty”. Untuk perhelatan yang dilakukan dalam waktu
singkat, tidak mungkin para juri menilai secara utuh kecerdasan dan kepribadian
peserta. Tentu yang paling cepat untuk dinilai adalah
faktor fisik dan kecantikan. Diakui atau tidak, berbagai ajang kecantikan sekalipun
dengan bungkus Islami, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mencari
perempuan tercantik dan stylist untuk kepentingan bisnis besar perusahaan fashion, kosmetik dan
entertainment. Jadi tidak salah jika dikatakan
bahwa berbagai macam kontes kecantikan itu sesungguhnya hanyalah ajang
eksploitasi fisik/tubuh perempuan bukan
ajang eksistensi perempuan. Sebab perempuan
yang dieksploitasi tidak diperlakukan
sebagai subjek tapi sebagai objek penilaian. Inilah yang menjadi dasar
penolakan berbagai ajang kontes kecantikan dari jamak ormas Islam di Indonesia. Lebih dari itu,
berbagai kontes kecantikan merupakan pintu masuk
ekspansi budaya liberalisme. Betapa
tidak, perilaku hedonis dan gaya hidup serba bebas peserta kontes kecantikan akan menjadi minded sekaligus ancaman bagi kehancuran generasi.
Hakekatnya eksistensi perempuan
tidak dilihat dari kadar kecantikannya, tidak juga dilihat dari seberapa besar
perempuan berkontribusi dalam menyumbang pundi-pundi rupiah dari eksplotasi
keperempuanannya. Jaminan Allah dan RosulNya jelas yaitu perempuan akan
eksis dalam kancah kehidupan dalam kapasitasnya sebagai hamba
yang bertaqwa dihadapan Allah SWT. Kecantikan hanyalah sarana pemberian Allah yang seharusnya disyukuri. Syukur bukan berarti bebas berhias dan
mempertontonkan kecantikan itu kepada sembarang orang apalagi laki-laki non
mahrom. Syukur bukan pula
berarti menjadikan kecantikan sebagai sarana eksis di ruang publik tanpa batas
demi keuntungan material dan popularitas.
Syukur adalah jika perempuan sadar diri bahwa kecantikan hakiki adalah kecantikan dari dalam (inner beauty) yang muncul
dari hasil kepribadian taqwa kepada Allah Ta’ala. Inner beauty tak
perlu diraih lewat berbagai kontes kecantikan ataupun sekolah-sekolah kepribadian.
Kepribadian taqwa yang melahirkan inner
beauty hanya dapat diraih dengan mengasah kecerdasan akal melalui transfer berbagai
pemikiran yang dibangun dari aqidah Islam serta membina kepekaan qolbu dengan
mengikatkan seluruh aktivitas dengan
syariat Allah. Dengan akal yang
cerdas, perempuan dapat eksis sebagai manusia unggulan yang mampu mensikapi
persoalan kehidupan dengan sudut pandang
Islam. Dengan hati yang tertata suci
dalam kesholihan, perempuan dapat eksis sebagai hamba Allah dalam kapasitasnya
sebagai anak bagi orangtuanya, istri bagi suaminya juga ibu bagi
anak-anaknya. Tak lupa dengan pengakuan
syariat terhadap peran publiknya, perempuan dapat eksis sebagai mitra laki-laki
bersama-sama berjuang mengembalikan kemuliaan Islam.
Kemana lagi perempuan
hendak bercermin kecuali dengan empat tokoh perempuan
sejagat yang eksistensi dan perannyanya diakui Allah dan RosulNya. Dialah
Khodijah istri Rosulullah, perempuan
cantik dan kaya raya yang rela berkorban harta. Dialah Asiah istri Fir’aun, perempuan bangsawan dan rupawan yang rela berkorban
nyawa. Dialah Maryam, perempuan anggun dan tangguh yang ikhlas
dengan takdir Tuhannya.
Dialah Fathimah, perempuan cerdas
yang menjadi pendidik generasi dan manajer di rumah tangganya. Sosok-sosok perempuan langka itu hanya akan
mungkin ada pada perempuan-perempuan akhir zaman
yang hidup dalam naungan system Islam
dalam bingkai daulah khilafah.