Kamis, 27 November 2014

Dampak Pasar Bebas 2015 Terhadap Ketahanan Keluarga dan Kualitas Generasi

Di tahun 2015,  negara-negara di kawasan  ASEAN akan menjadi sebuah negara besar bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA bertujuan  menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dengan ciri adanya aliran bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih, modal serta aliran investasi yang lebih bebas.  Oleh karena itu setiap barang impor yang masuk  tidak akan dikenakan biaya tambahan. Setiap penduduk di kawasan ASEAN akan bebas berpergian dari satu negara ke negara lain. Baik untuk bekerja, menjual atau membeli sebuah produk. Sementara itu, perusahaan akan bebas memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN.
Sebagian besar kalangan menilai bahwa MEA dapat membawa dampak buruk bagi Indonesia.  Adanya peleburan negara-negara ASEAN  dengan nama Masyarakat Ekonomi Eropa (MEA) selain dapat membentuk budaya “baru” di masyarakat yang lebih liberal juga melemahkan ketahanan ekonomi Indonesia.
 Meskipun MEA pada awalnya lebih ditujukan untuk mendorong negara-negara di kawasan ASEAN melakukan usaha kerjasama di bidang ekonomi dan kesejahteraan, namun dalam perkembangannya, dinamika kerjasama kawasan ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh arus besar globalisasi yaitu menuju pasar bebas dunia. Lahirnya MEA menjadi cermin bagaimana kuatnya arus globalisasi ekonomi yang lahir dari paham neoliberalisme negara-negara kapitalis barat. 
Indonesia merupakan negara yang menjadi sasaran pasar bebas dunia 2015. Secara ekonomi, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa sebagaimana tertuang dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia. Indonesia juga negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam. Sampai tahun 2010 Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain sawit, kakao, timah, nikel, bauksit, besi baja, tembaga, karet  juga perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat bermanfaat seperti batubara, panas bumi, gas alam dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi dan makanan-minuman.  Selain potensi ekonomi, Indonesia juga memilliki potensi penduduk yang luar biasa, salah satunya adalah kaum perempuan. Untuk perusahaan besar ada tiga hal yang mereka cari bahan baku murah, pekerja murah dan pasar produk yang luas. Indonesia memiliki ketiganya.  Bagi negara-negara kapitalis barat, Indonesia bagaikan “surga”. Tak hanya menguntungkan secara bisnis namun juga sebagai sarana melanggengkan hegemoni ideology kapitalisme demi memperkuat eksistensinya di kancah perpolitikan internasional.
Jika benar-benar MEA terjadi pada tahun 2015 maka akan terjadi kegoncangan ekonomi Indonesia. Ketika seluruh produk bebas bersaing, maka produk yang bisa bertahan hanyalah produk yang dimiliki oleh perusahan-perusahaan besar. Secara teknologi dan modal, mereka sudah besar dan mapan. Berbeda dengan skala home industry. Secara teknologi masih sederhana dan secara permodalan masih pas-pasan. Tentu secara  mutu pun tidak bisa bersaing. Belum lagi ditambah berbagai kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada UKM.
Yang patut dikritisi adalah perhatian  pemerintah agar  perempuan lebih berdaya guna  di sektor usaha sebagai persiapan menghadapi MEA 2015.  Perempuan-perempuan didorong  untuk terjun ke dunia kerja atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan. Apalagi di era pasar bebas, persaingan semakin ketat.  Para laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga akan semakin kesulitan mencari pekerjaan. Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan bekerja membantu ekonomi keluarga. Ironisnya, bukannya kesejahteraan yang mereka dapatkan. Justru yang terjadi adalah eksploitasi perempuan. Di sisi lain, ketika kaum perempuan bekerja secara massif di luar rumah, beban ganda menjadi dilemma yang tak bisa terelakkan. Stress bisa datang sewaktu-waktu dan seringkali menyebabkan konflik dalam keluarga. Itulah sebabnya kenapa perceraian suami istri semakin meningkat yang saat ini penyebabnya didominasi karena faktor ekonomi yaitu eksistensi perempuan di dunia kerja. Kondisi ini diperparah dengan hilangnya fungsi ibu sebagai pendidik generasi.   Dunia kerja yang ketat, membuat para ibu menghilangkan “perasaan bersalah” meninggalkan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak melalui tempat penitipan anak (day care).  Peran ibu sebagai pendidik generasi di era pasar bebas  akan hilang  tergantikan oleh konsep pendidikan dari lingkungan bercorak liberalistik atas nama era globalisasi. Budaya luar yang masuk dengan deras sebagai efek dari pasar bebas  akan membuat  persoalan degradasi moral di kalangan remaja semakin meningkat.
 Pasar bebas pada faktanya merupakan alat bagi negara-negara kapitalis barat  untuk mencengkeram dan mengontrol perekonomian negeri-negeri dunia ketiga (baca:Islam). Akibat berbahaya dari pasar bebas adalah dampak sosial yang bermuara tidak hanya pada kehancuran keluarga namun juga kehancuran generasi. Oleh karena itu Islam mengharamkan konsep pasar bebas yang diusung negara-negara kapitalis barat. Di samping secara faktual merugikan, sejatinya kebijakan tersebut merupakan implementasi dari konsep kebebasan kepemilikan dari ideologi kapitalis yakni bebas untuk memiliki dan menguasai berbagai jenis komoditi. Sementara dalam Islam konsep kepemilikan diatur dengan jelas yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan negara adalah harta yang dimiliki seluruh kaum muslimin dan dikelola penuh oleh  negara Khilafah.
            Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam negara Khilafah, niscaya ketahanan ekonomi akan diraih serta jaminan kesejahteraan akan melingkupi semua keluarga.  Keluarga yang sejahtera dan bahagia merupakan jaminan terwujudnya generasi berkualitas berkarakter pemimpin yang akan menghantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang berperadaban, kuat, maju dan terdepan.











Rabu, 26 November 2014

Di Balik Kunjungan Jokowi ke Bengkulu

“Kami tidak perlu kesederhanaan Jokowi…Yang kami inginkan adalah  kebijakan Jokowi”….Demikian komentar  sebagian warga Bengkulu saat menanggapi kedatangan Jokowi ke Bengkulu.   Lontaran kalimat ini  terkait kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM baru-baru ini. Seakan  tak ingin masyarakat  terus-menerus memberikan  pencitraan negatif, Jokowi mengadakan kunjungan ke Provinsi  Bengkulu.  Sebelumnya Jokowi  mengadakan pertemuan dengan para walikota  se-Sumbagsel membahas kebijakannya menaikkan harga  BBM.  Namun  seakan terpesona dengan  “kesederhanaan” Jokowi,  patut disayangkan ternyata semua walikota itu mengaminkan kebijakan Jokowi tanpa ada satupun  kritik.
Dalam kunjungannya ke Bengkulu,  Jokowi menjanjikan akan segera   membangun jalan tol dan jalur kereta api trans Sumatera. “Sudah diputuskan tadi bahwa jalan tol trans Sumatera dan kereta api trans Sumatera awal tahun akan dimulai,” ungkap Jokowi, Selasa (25/11/2014) malam. Diketahui, pembangunan jalan tol dan jalur kereta api trans Sumatera tersebut merupakan salah satu program yang tertera dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Jokowi memulai kunjungannya dengan tebar pesona di kampung nelayan Malabero.  Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, Jokowi mengungkapkan beberapa hal terkait kemaritiman Bengkulu. Diantaranya akan mencegah terjadinya illegal fishing dengan menertibkan kapal-kapal asing dan seluruh alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.  Dalam kunjungan tersebut, para nelayan dijanjikan  perumahan dan SPBN khusus nelayan.  Tidak hanya itu, Jokowi-Susi juga  menjanjikan memberikan bantuan program PUM sebesar Rp 100 juta per kelompok. Para nelayan juga akan diberikan bantuan mesin es berkapasitas 1,5 ton sebanyak 10 mesin beserta jenset, yang akan diberikan sekitar bulan Januari-April 2015.  
Selain “blusukan” ke kampung nelayan, Jokowi juga berkunjung ke komunitas pedagang di pasar tradisional terminal. Bukan hanya cerita tentang penyambutan yang gempita oleh pedagang, tetapi juga dampak yang harus mereka terima dari kunjungan tersebut.  Beberapa pedagang harus menanggung kerugian berupa rusaknya sayur-sayuran dagangan mereka akibat terinjak-injak oleh pedagang lain yang antusias melihat kedatangan Jokowi.  Namun semua itu “terobati”  saat melihat Jokowi memberikan bantuan senilai Rp. 250 juta  kepada pengelola pasar yang sempat mengeluh kepada wartawan tentang bunga 20 % yang  mereka tanggung dari pengelolaan kebutuhan pedagang oleh koperasi.
Seperti biasa, jika ada  kebijakan kenaikan BBM, pemerintah selalu melakukan “back-up” dengan memberikan Bantuan Langsung  Tunai (BLT). Sebanyak 11 ribu warga Kota Bengkulu sudah menerima bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Penyaluran dana ini sudah dilakukan sejak sepuluh hari, dari total 15 ribu penerima.  Jokowi mengklaim sejauh ini pemberian bantuan ini berjalan lancar-lancar saja.  Namun fakta di lapangan berbeda dengan apa yang diklaim oleh Jokowi.  Sejak digelontorkannya PSKS hari Sabtu, 22 November 2014 lalu ternyata masih saja ada warga yang seharusnya menerima bantuan malah tidak mendapatkannya. Ditambah lagi distribusi bantuan itu hanya diarahkan pada satu titik yaitu kantor pos pusat sehingga menyebabkan antrean panjang warga sampai berhari-hari.  Belum lagi nilai bantuan tersebut hanya Rp 400 ribu untuk satu keluarga. Tidak sepadan dengan kebutuhan dan harga-harga barang yang terus meroket.  Tentu bantuan itu tidak serta merta menghilangkan kesulitan warga memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari  akibat kebijakan pemerintahan Jokowi dan JK menaikkan harga BBM.
Di tengah euphoria warga Bengkulu sambut kedatangan Jokowi, ternyata sebagian  besar warga masih memiliki sikap kritis terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi-JK.  Komunitas mahasiswa melakukan demo menolak kebijakan kenaikan harga BBM.  Beban berat akibat naiknya BBM juga dirasakan oleh komunitas angkutan kota yang terpaksa menaikkan tarif angkot dalam kota dari Rp 3000 menjadi Rp 4000.  Sebagian komunitas nelayan dan masyarakat umum lainnya sebenarnya sudah akan merencanakan demonstrasi massal namun pertimbangan keamanan dan ketatnya pengawasan aparat kepolisian yang membuat rencana demo dihentikan.
Kunjungan Jokowi selama 2 hari ke Provinsi Bengkulu, di satu sisi  memberikan harapan besar akan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Bengkulu.  Namun di sisi lain, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM tentu sangat memberatkan kehidupan rakyat.  Apalagi kebijakan ini tidak  lepas dari  dominasi ekonomi kapitalisme yang menguasai Indonesia  sampai hari ini.  Janji-janji manis dalam bentuk apapun tidak akan menyelesaikan masalah sebab rakyat hanya dilenakan oleh penyelesaian yang sifatnya tambal sulam. 
Apalagi tahun 2015, Indonesia akan menghadapi era pasar bebas yang berwujud MEA.  Pembukaan akses transportasi yang lebih luas akan memberikan keuntungan jika pemerintah memiliki konsep distribusi ekonomi yang menjamin setiap warga mendapatkan jaminan  kebutuhan hidup.  Namun jika pemerintah memiliki konsep ekonomi yang berpihak kepada investor asing, maka akses transportasi yang luas justru akan semakin melapangkan jalan investor asing menguasai aset-aset  strategis yang dimiliki oleh rakyat.
Jika demikian apa lagi yang akan dimiliki rakyat Bengkulu untuk bisa bertahan menghadapi persaingan “berat”  di era pasar bebas 2015 ?? Diprediksi, tenaga-tenaga asing akan segera  mengambil alih peran tenaga-tenaga pribumi.  Di sektor industri menengah ke bawah seperti industri batik besurek dan makanan tradisional  akan bersaing menghadapi masuknya produk-produk luar yang masuk wilayah Bengkulu tanpa proteksi. Ibarat bola salju, dampaknya tidak hanya kepada ketahanan ekonomi masyarakat Bengkulu secara umum namun juga akan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga-keluarga Bengkulu.
Perceraian dan kenakalan remaja  selain semakin tingginya angka kemiskinan dan pengangguran menjadi indikasi jelas bagaimana pengaruh proyek pasar bebas yang digelontorkan barat ini melanda Indonesia termasuk Bengkulu tanpa bisa dicegah.  Sungguh sangat patut  disayangkan, citra Jokowi yang sederhana dan merakyat tidak diiringi oleh kebijakannya yang pro rakyat tapi justru pro kepada asing.  Sebuah kebijakan yang mempersulit kehidupan rakyat, menghancurkan tatanan kehidupan bangsa serta menjauhkan dari  martabat umat terbaik. 
Sebuah pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya rakyat Bengkulu bahwa bertahan dengan sistem kapitalisme demokrasi tidak akan membuahkan kehidupan yang berkah walaupun mereka memilih sosok pemimpin yang sekedar memilik “citra” sederhana dan merakyat.
Saat ini rakyat perlukan  kembalinya sistem politik yang berpihak kepada rakyat serta lahir dari  tuntunan wahyu Ilahiyah  yang akan melahirkan sosok pemimpin tangguh sekaligus kredibel dan kapabel yang akan membawa Indonesia menuju bangsa yang maju, terdepan  dan berperadaban. Sistem politik itu bernama Khilafah.  Wallaahu a’lam.

S

Senin, 08 September 2014

PESANTREN IMPIAN

Judul postingan ini terinspirasi oleh sebuah buku yang dikarang oleh Asma Nadia, sang novelis Islamiy...Pesantren, sebuah tempat merajut impian...Impian menjadi manusia seutuhnya yang mempersembahkan bakti utuhnya pada Sang Ilahi Rabbi...Pesantren, sebuat tempat yang diibaratkan sebuah surganya ilmu. Ilmu yang menjadikan manusia mulia karena pemahaman dan ketaqwaannya.
Bagi yang pernah hidup di pesantren tentu merasakan indahnya hidup di dunianya para calon ustadz/ustadzah.  Banyak suka dan duka dirasakan selama hidup di dalamnya.  Kita berlatih untuk hidup dalam suasana berjama'ah..Semua dilakukan penuh kebersamaan...Makan, tidur, sholat, belajar dan seabreg kegiatan yang ditetapkan pesantren dilakukan secara bersama-sama...

Bersambung....

KIAT ISLAM MEMBERANTAS ABORSI DAN PERGAULAN BEBAS (Mengkritisi Peraturan Pemerintah No.61/2014)


Praktek aborsi di Indonesia di kalangan perempuan  makin marak saja. Dalam setahun terakhir, tingkat aborsi di Indonesia sudah mencapai tiga juta orang.  Dan yang lebih memprihatinkan,  pemerintah  menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi  pada 21 Juli 2014 lalu. Dalam PP tersebut pengakhiran kehamilan secara sengaja (aborsi) alias membunuh janin diperbolehkan dengan beberapa syarat antara lain korban perkosaan. “Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir,” bunyi Pasal 31 ayat (2) PP ini. Menkes Nafsiah Mboy bersikukuh  untuk melegalisasi PP ini dengan alasan  keadilan. Beliau mengatakan tidak adil membiarkan perempuan korban perkosaan mengandung anak dari laki-laki yang dibencinya.  Namun benarkah pernyataan ini ? Apakah legalisasi aborsi bisa menolong  perempuan korban perkosaan ? Apakah justru  malah akan melahirkan trauma baru berupa bayang-bayang kesalahan karena telah menghilangkan kehidupan bayi yang tidak berdosa ?
            Jika pemerintah memang  berniat untuk menyelamatkan perempuan dari kebuasan pemerkosa maka semestinya bukan dengan  mengaborsi bayi yang tidak bersalah.  Pemerkosaan hanyalah dampak dari kerusakan sistem sosial dan tata pergaulan yang sudah kacau.  Pemerkosaan adalah kejahatan seksual yang selayaknya menjadi musuh bersama karena siapapun bisa menjadi korbannya. Pelakunya tidak memperdulikan status korban. Begitu nafsu binatangnya bergejolak, maka saat itu dia akan mencari mangsanya. Setiap wanita bisa jadi korbannya. Kaya, miskin, anak-anak, dewasa bahkan nenek-nenek sekalipun tidak luput dari kebejatannya. Sadar tidak sadar, liberalisme budaya dan tingkah laku telah menjadi penyebab maraknya kasus perkosaan. Paham ini melahirkan tuntutan berbagai kebebasan perempuan untuk berkeliaran dengan berbagai gaya dan penampilan.  Atas nama kebebasan, mereka sudah tidak malu menampakkan  sebagian besar tubuhnya yang semestinya ditutup. Tentu saja kebebasan seperti ini tidak lagi memperhatikan lagi keselamatan orang lain untuk selamat dari penglihatan yang diharamkan. Penampilan yang sensual tentu saja membuat gejolak seksual laki-laki meningkat. Sementara imannya tak kuat untuk mengendalikan gejolak  nalurinya. Tidak mengherankan jika terjadi pelampiasan nafsu dengan cara yang diharamkan.
            Di lain sisi, gejolak seksual  terus dirangsang  dengan pornografi  dan pornoaksi.  Sementara itu penyaluran gejolak yang halal malah dibatasi dengan usia nikah minimal 18 tahun. Tidak mengherankan jika seks bebas di kalangan remaja semakin marak terjadi.  Menurut Dokter Julianto Witjaksono, Sp.OG dari BKKBN sekitar 46 persen  remaja berusia 15-19 tahun yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Apakah kita terus membiarkan hal ini terjadi sehingga bangsa Ini mengalami “lost generations”?
            Perkosaan dan pergaulan bebas merupakan penyimpangan dari naluri seksual yang memang ada pada setiap manusia.  Pada dasarnya Allah SWT telah menciptakan naluri tersebut beserta proses penciptaan manusia dengan tujuan melestarikan keturunan manusia.  Untuk tujuan tersebut Allah telah memberikan sekumpulan aturan  untuk mengelola naluri ini supaya muncul pada waktu dan tempat yang tepat, penyalurannya syar’iy dan  sesuai dengan tujuan untuk apa Allah ciptakan naluri tersebut.
            Beberapa aturan tersebut diantaranya adalah adanya pemisahan  kehidupan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (infishol).  Keduanya hanya boleh berinteraksi dalam perkara yang diperbolehkan hukum syara’ seperti dalam jual beli, ijarah dan perwakilan namun  mengharamkan adanya khalwat atau berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram kecuali disertai dengan mahramnya (HR Muslim).  Selain itu, dalam kehidupannya di luar rumah Islam telah mewajibkan perempuan memakai pakaian yang sempurna untuk menutup auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (HR Abu Dawud).  Sementara itu bagi laki-laki ada kewajiban untuk menundukkan pandangannya terhadap lawan jenis (QS 24 :30). Berikutnya, Islam memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pemuda untuk segera menikah apabila sudah mampu karena pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan dapat memelihara kemaluan (HR Muttafaq ‘alayh).
            Paket aturan ini  merupakan upaya pencegahan terjadinya penyaluran naluri seks dengan cara yang diharamkan.  Adapun negara Khilafah akan bertanggung jawab untuk memberlakukan sanksi-sanksi syariah sebagai upaya kuratif bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran syariah seperti perkosaan, perzinahan maupun penyimpangan seksual. Sistem sanksi (‘uqubat) yang diberlakukan bagi pelaku pelanggaran syariah  bisa berupa hudud, jinayat, ta’zir maupun mukhalafat (Abdurrahman al Maliki, Nizham al ‘Uqubat, hal.17-21).  Pelaku perkosaan akan mendapatkan sanksi hukum yang berat.  Sementara korbannya akan mendapatkan pemulihan baik secara fisik maupun psikis. Korban akan dipersiapkan secara mental untuk siap menjaga kandungannya bahkan siap merawat anak tersebut.  Tidak akan terbersit dalam pikiran korban perkosaan untuk  mennghancurkan kehidupan calon anaknya.  Keluarga dan masyarakat akan memiliki pandangan yan benar terhadap korban.  Mereka tidak akan mengucilkannya bahkan menganggapnya sebagai pihak yang harus dilindungi.  Mereka akan turut serta memberikan suasana kondusif bagi korban sehingga mampu melewati masa sulitnya tanpa mendapatkan stigma negatif.  Walhasil, Islam tidak hanya menolong dan menjaga hak-hak korban tapi juga mencegah supaya tidak ada korban lain.  Selain itu, hak hidup bayi yang masih dikandung pun terjamin kelangsungannya.
            Dalam naungan negara Khilafah, kasus pemerkosaan bukan peristiwa yang marak terjadi dan aborsi bukanlah solusi hakiki penyelamat korban perkosaan.  Adapun menyelesaikan masalah pemerkosaan hanya dengan menolong korban ternyata tidak akan menyelesaikan masalah.  Ibarat menyembuhkan penyakit hanya dengan mengobati keluhan pasien tanpa memberantas sumber penyakitnya.  Alih-alih  menghilangkan penyakit, yang terjadi justru penyakit semakin kronis dan muncul penyakit baru. 
Walhasil, ternyata permasalahan pemerkosaan ini sangat sistemik dan tidak bisa diselesaikan secara parsial.  Apalagi  menuntaskan masalah korban pemerkosaan dengan aborsi, sungguh ini sebuah solusi yang tidak solutif.   Solusi paripurna dari semua masalah ini adalah dengan kembali kepada  aturan Islam secara kaafah karena Islam secara paripurna  mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Dengan aturan Islam, masyarakat yang bersih dan beradab akan dapat diwujudkan.  Untuk itu perlu dukungan sistem dan seluruh elemen umat Islam.













Sabtu, 16 Agustus 2014

Pseudo Kemerdekaan

Bulan Agustus tahun ini boleh dikatakan sebagai bulan sakral bagi rakyat Indonesia.   Mengapa demikian ?  Sebab di bulan ini rakyat Indonesia akan merayakan hari bersejarah yaitu hari kemerdekaan 17 Agustus 2014.  Sebagai the founding bangsa ini, selayaknya rakyat yang mayoritas muslim bersyukur bahwa perjuangan mereka membebaskan negeri ini dari penjajahan Belanda berbuah kenikmatan lepasnya bangsa ini  dari kezholiman  dan intimidasi bangsa lain. Bila Indonesia sudah lepas dari penjajahan fisik, justru Palestina, Suriah dan negeri-negeri muslim lain masih memperjuangkan lepasnya mereka dari penjajahan fisik. Namun di balik semua ini, terbetik  sebuah pertanyaan, apakah benar  bangsa Indonesia sudah  merdeka ? 

Menurut  Kamus Umum Bahasa Indonesia, merdeka berarti bebas (dari penghambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri (tidak terikat, tidak bergantung pada sesuatu yang lain).  Lalu jika definisi di atas kita jadikan patokan, apakah bangsa ini sudah bebas dan berdiri di atas kaki sendiri ? Jika dinilai secara fisik, Indonesia memang sudah lepas dari penguasaan militer Belanda, namun secara pemikiran, budaya, tata nilai, aturan sampai gaya hidup seluruhnya masih membebek pada hukum positif Belanda yang saat ini bermetamorfosa menjadi penjajahan gaya baru bernama neolib, anak kandung sistem yang mempertuhankan materi alias kapitalisme. Sejatinya, rakyat Indonesia yang merdeka akan melepaskan penghambaannya terhadap hawa nafsu dan materi menuju penghambaan total  kepada kepada Allah SWT termasuk dalam hal pengelolaan negara. Oleh karena itu, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang memiliki kedaulatan utuh atas wilayah sekaligus kekayaan alamnya dan mengelolanya secara mandiri demi  kesejahteraan rakyatnya.

 Namun kenyataan berbicara lain. Secara de facto, bangsa ini memang pemilik wilayah dan SDA yang melimpah. Tetapi secara de jure, penguasaan dan pengelolaannya diserahkan kepada para pemodal asing atas nama investasi dan swastanisasi.  Di Bengkulu saja, penguasaan 80 % perusahaan oleh pemodal asing menyebabkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang berujung pada meningkatnya jumlah penduduk miskin. Padahal Rosulullah bersabda, ”Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api. Memperjualbelikannya adalah haram” (HR Abu Dawud).  Sungguh ironis, ketergantungan yang tinggi kepada asing membuat pemerintah sering membuat kebijakan yang pro asing tapi sangat merugikan dan menzhalimi rakyat. Sejak reformasi saja, ada lebih kurang 67 UU yang lebih berpihak kepada asing.  Atas nama UU pro asing, baru-baru ini pemerintah mewacanakan  pembatasan BBM jenis solar. Dapat dipastikan kebijakan ini membuat efek domino yang merugikan masyarakat yaitu tersendatnya pasokan listrik yang penting bagi kehidupan rakyat.

Jika melihat dari sisi SDM Indonesia, sekalipun sudah 69 tahun merdeka, generasi muda muslim banyak yang telah melupakan jasa-jasa generasi terdahulu yang mengorbankan nyawa demi mengusir penjajah. Jangankan meneladani, mengenang jasa-jasanya pun tidak.  Kehidupan hedonis barat yang serba permissif telah membius generasi muda muslim untuk tergila-gila dan mencontek habis semua yang berasal dari barat baik  fun, food maupun fashion.  Dengan prinsip kebebasan  (disertai klaim, bukankah kita sudah merdeka ?), mereka menganggap bukan hal yang tabu lagi untuk mempertontonkan seks bebas, tawuran dan narkoba.  Apalagi kebijakan terakhir Kemenkes RI tentang kampanye kondom untuk melawan wabah AIDS menjadi dalih bagi generasi muda untuk mengarusutamakan pergaulan bebas. Belum lagi baru-baru ini diluncurkan Peraturan Pemerintah No.61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi yang sangat kental dengan motif liberal yaitu legalisasi aborsi. Persoalan semakin ruwet dengan dikampanyekannya kebebasan generasi muda  untuk hidup dalam komunitas LGBT (Lesbian,Gay,Biseksual,Transgender) yang dilindungi hak-haknya walaupun perilaku mereka sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Sungguh tragis, kemerdekaan yang sudah susah payah dicapai generasi pendahulunya harus tergadaikan dengan kualitas generasi sekarang yang lemah akal dan lemah moral.  Lalu bagaimana generasi muda dikatakan sebagai penerus tongkat estafet kemerdekaan jika hidup mereka hanya untuk bersenang-senang dan enggan peduli dengan setumpuk persoalan bangsa ?

Makna kemerdekaan akan semakin dipertanyakan jika kita melongok kepada persoalan dunia pendidikan dan kesehatan yang menjadi hajat hidup orang banyak.   Kapitalisme dalam dunia pendidikan dan kesehatan menyebabkan keduanya  menjadi barang mahal yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.  Keadaan semakin diperparah dengan ulah kroni-kroni pejabat yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk memperkaya diri sendiri.   Sementara di ranah hukum, para hakim dan jaksa seolah tak punya nyali dan tak bertaring menghadapi mafia-mafia peradilan karena semuanya dengan mudah  bisa dibeli. Bagaimana pula dikatakan merdeka jika kaum minoritas bisa memaksakan kehendaknya  kepada kaum mayoritas muslim negeri ini untuk tidak bebas menjalankan ajaran agamanya seperti kasus pelarangan muslimah berjilbab yang baru-baru ini terjadi di Bali.

Inilah pseudo kemerdekaan (kemerdekaan semu) yang secara rutin hampir kita peringati setiap tahun dengan ajang perlombaan dan pendirian gapura di setiap sudut kampung. Merdeka dalam makna bebas secara fisik namun masih terjajah secara pemikiran dan gaya hidup.  Mensyukuri nikmat kemerdekaan fisik harus disempurnakan melalui perjuangan pembebasan Indonesia dari dominasi pemikiran dan aturan yang bukan berasal dari Allah SWT menuju kemerdekaan hakiki dalam pengabdian penuh kepada al Khaliq yang berwujud penerapan SyariahNya dalam seluruh aspek kehidupan.

Demikian pula halnya dengan Palestina, Irak, Suriah, Afganistan yang masih tertindas oleh penjajaha Israel dan Amerika.  Kemerdekaan hakiki bagi Palestina bukan diperoleh melalui “Two State Solutions”.  Namun didapatkan melalui persatuan umat dalam naungan Khilafah yang akan memobilisir tentara umat Islam sedunia demi membebaskan Palestina. Demikianlah kampanye global yang dilakukan Central Media Office Hizbut Tahrir Internasional dalam sebuah penyelenggaraan Konferensi Media Internasional dengan Tajuk “Gaza, Rather All of Palestine Seeks Victory From Muslim Armies” yang dipusatkan di Beirut Libanon.  Kampanye ini dilakukan secara massif di jejaring sosial menggunakan hastag #MuslimArmies4Gaza” dengan tujuan menyeru tentara umat Islam sedunia agar bergerak membebaskan Palestina demi mencapai kemerdekaan hakiki dan berperadaban mulia. 


Minggu, 10 Agustus 2014

Bahagia Dengan Cinta...(Catatan Buat Agen Misi)

Tentang judul postingan ini...sepertinya perlu bertanya dulu dengan diri sendiri..Sayakah orang yang bahagia ? Bahagiakah saya dengan kehidupan sekarang ini ? Kalau jawabannya iya..dan bahagia...berarti ucapan syukur pantas saya lontarkan kepada  Zat Yang Memberikan Kebahagiaan...

Namun jika saya tidak merasa bahagia dengan kehidupan yang saya jalani sekarang berarti saya patut melakukan muhasabah ulang : kenapa saya tidak bahagia, apa yang dapat  membuat saya bahagia dan bagaimana supaya saya menjadi bahagia...

Secara lahiri, sebenarnya mudah melihat seseorang itu bahagia atau tidak.....Seorang guru yang bahagia akan terlihat dari senyuman tulusnya tatkala menyambut anak didiknya saat tiba di sekolah...terlihat dari antusiasmenya dalam memberikan apa yang dibutuhkan oleh anak didik...selalu ada kala anak didiknya butuh kehadirannya...Seorang guru yang bahagia tidak akan pernah membuat anak didiknya merasa sedih dengan perbuatan tercelanya..Seorang guru yang bahagia tidak akan memberikan contoh buruk bagi teladan anak didiknya.

Seorang dokter yang bahagia, sentuhan tangannya dan senyum manisnya sudah mampu mengobati sakit pasien walau resep belum sempat dituliskan...Bahkan semacam sugesti bagi pasien, jadi sembuh bila berobatnya ke sana..Dokter yang bahagia tidak akan pernah menjerumuskan pasiennya dalam kebohongan diagnosa dan pemberian obat-obatan yang merugikan kesehatan pasiennya..

Seorang anak yang berbahagia, akan terlihat dari tumbuh kembangnya yang  normal, bermain dan belajar dengan suasana gembira serta memiliki kepribadian yang  baik...Anak yang berbahagia tidak akan dilahirkan sia-sia..menjadi sampah jalanan bahkan bukan menjadi sesalan orangtuanya kenapa dia mesti dilahirkan...

Jika anda orang tua yang bahagia, tentu anda  bagaikan  rumah pelindung dan pengayom bagi anak-anak anda..berharap mereka menjadi penyejuk mata dalam doa-doa anda bahkan melapangkan jalan anda menuju surgaNya...Bukan orang tua yang adanya sama dengan tidak adanya...bukan orang tua yang hanya pintar memberikan perintah  namun minim keteladanan.. bukan  pula orang tua yang hanya sebatas penyemai bibit namun melupakan perawatan bagi bibit yang sudah ditanamnya...

Rasulullah menjalani semua kedudukan itu baik sebagai pemimpin,  pendidik,  dokter, orang tua bahkan anak yang berbahagia...walaupun beliau mengemban tugas utamanya sebagai penyampai risalah dari Tuhan, namun tugas maha berat  itu diembannya dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan walaupun kadangkala dijalani Beliau  dengan berlumuran keringat, darah dan air mata..sampai ajal menjelang..yang ada dalam fikiran beliau bukan anak, istri dan keluarganya namun hanya umatnya...ummatiy...ummatiy...Kekasih Allah itu  merasakan sakitnya sakaratul maut dengan penuh kebahagiaan  karena akan segera menjemput surga yang telah janjikan...

Demikianlah poros kehidupan..Rasulullah mengajarkan kehidupan sebagai hamba Allah dengan segala kedudukan, status maupun profesinya hanyalah sebagai sarana dunia untuk menuju kehidupan akhirat. Rasulullah mengajarkan bahwa misi utama hamba Allah di muka bumi ini adalah sebagai khalifatullah.

Berbicara  tentang Khalifatullah fil ardh jadi ingat buku "Misi di Sebuah Planet"  karangan Husain Matla. Buku yang tidak pernah bosan saya baca.  Kalau lagi galau pasti saya selalu upayakan membaca buku itu. Membaca ulang tulisan dibuku itu seperti merecharge kembali energi yang sempat habis karena  pahit getir kehidupan.

Balik lagi ke istilah Khalifatullah fil ardh..  Kalau diterjemahkan menurut buku ini, Khalifatullah bisa diartikan sebagai "agen perubahan" yang mengemban "misi"  dari "Sang Tuan" untuk mengerjakan "lahan" yang terbentang luas..Waduh kereen ya...

Apa hubungannya judul postingan saya dengan buku ini ?  Jelas ada hubungannya..Sebab untuk bisa meraih kebahagiaan hakiki, kita perlu tahu dulu posisi kita dalam kehidupan dunia ini.  Bahasa sederhananya mengetahui hakikat kehidupan diri.  Semuanya bermula dari  3 pertanyaan besar : Dari Mana, Mau Apa dan Hendak Kemana.

Saya yakin setiap muslim pasti tahu dari mana dia berasal.  Anak SD pun pasti tahu kalau yang menciptakan kita adalah Allah SWT.  Terurai satu masalah.  Namun tidak selalu terurai untuk masalah berikutnya, hendak apa kita..Masalahnya diantara kita ada yang status muslimnya bukan karena proses pencarian jati diri.  Lebih banyak menjadi muslim karena faktor keturunan.  Nah, disinilah persoalan dimulai..Tidak semua muslim tahu bahwa  dia punya sebuah misi "besar"  dari Sang "Tuan" untuk mengelola "lahan" yang luas sesuai dengan keinginan Sang "Tuan".  Dalam mengelola "lahan" yang diamanahkan  padanya, si "agen" memiliki SOP yang jelas dan tetap.   Sedikit dia melenceng dari SOP, bisa dipastikan  tugasnya menjadi berantakan..misinya akan mengalami kegagalan bahkan harus mulai dari awal lagi.  Tapi selesaikah misi itu hanya sampai "planet" ini ? Ternyata belum.. Suatu saat si "agen" harus siap untuk dipanggil Sang "Tuan" untuk mempertanggungjawabkan seluruh misinya. Kelak dia akan menerima imbalan terbaik dari Sang "Tuan" atas segala pengabdian.. Demikian kehidupan si "agen" yang berakhir dengan kebahagiaan selama-lamanya.

Tentu semua ingin bahwa si "agen" yang berbahagia itu adalah kita..Menjalani tugas sebagai  "agen" tentu bukan perkara mudah.  Banyak tantangan kehidupan yang berlika-liku.  Bisa jadi tantangan itu melenakan dan membuatnya terlupa dengan misinya. Tapi SOP yang ada dalam kalam cinta Sang "Tuan" dan nasehat berharga dari  "agen senior teladan"  selalu mengingatkannya untuk tetap berada pada jalurnya.  Kadang si "agen" harus siap  berkorban apapun demi misi yang diembannya untuk Sang "Tuan".  Untuk sebuah lahan subur penghasil tanaman dengan panen yang memuaskan.

Ketaatan si "agen" pada Sang "Tuan" bukan sekedar ketaatan semu  tanpa  makna.  Keta'atan itu  dibangun atas dasar cinta dan keikhlasan bukan karena keterpaksaan.  Karena cintanya pada Sang "Tuan", misi yang dijalankannya adalah misi yang terbaik, berkualitas  dan optimal.

Maka sangat tidak layak bagi seorang agen misi  hanya memberikan  waktu sisa bagi misinya, bermalas-malasan dalam mengemban misi, kadang menjalankan misi kadang tidak, terkesan asal-asalan dalam misinya bahkan jika  ada peluang dan kesempatan, dia akan melemparkan tanggung jawabnya kepada yang lain..Bahkan jika ada sedikit rintangan, agen misi ini akan gampang putus asa.

Misi terbesar umat Islam saat ini  adalah mengembalikan posisinya sebagai umat yang mulia..Jalan yang pernah dirintis oleh para agen misi teladan yaitu para Nabi dan Rasul.  Tak heran jika para Nabi dan Rasul menjadikan misi dakwah  sebagai poros kehidupan.  Bagaimana tidak, Nabi Nuh AS menjalankan misi dakwahnya selama 950 tahun siang dan malam.  Rasulullah  menjalankan misi kenabian dan kepemimpinannya selama kurang lebih 23 tahun tanpa istirahat.  Semua ini sekaligus menunjukkan betapa cinta dan ikhlasnya para agen misi teladan ini  menjalankan dakwahnya.  Jika tidak mana mungkin mereka mempertaruhkan usia, tenaga, pikiran, waktu, harta bahkan nyawa untuk misi dakwah mereka ?

Berkaca dari para agen misi yang berbahagia ini,  apapun profesi yang kita jalani saat ini,  bekerjalah  untuk sebuah misi besar ini dengan penuh rasa cinta...Peradaban besar dan  mulia yang akan  membawa kebahagiaan dunia akhirat hanya akan lahir di tangan para agen misi yang bekerja dengan ikhlas.  Para agen yang mempersembahkan misi terbaiknya di hadapan Sang "Tuan" Allah Rabbul 'Izzati...

















Senin, 21 Juli 2014

POTRET BURAM ANAK-ANAK, ANTARA GAZA DAN INDONESIA, KHILAFAH JAWABANNYA

Opini Hari Anak 23 Juli dimuat di Harian Radar Bengkulu


Oleh
Indah Kartika Sari,SP
(Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Bengkulu)
Jika tanggal 23 Juli ini adalah hari lahir anak-anak Indonesia, hadiah apakah yang akan kita berikan kepada mereka ? Anak-anak biasanya sangat suka dengan berbagai hadiah, makanan juga mainan.  Lihat bagaimana ekspresi mereka saat kita memberikan itu semua pada anak-anak. Kita melihat binar kegembiraan di wajah mereka.  Seandainya Indonesia merupakan sebuah keluarga harmonis, dimana pemerintah sebagai orang tua yang penuh kasih kepada anak-anaknya, tentu 70,5 juta anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang  beruntung.  Mereka akan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.  Mereka akan mendapatkan gizi yang cukup, mendapatkan pendidikan yang berkualitas, mendapat pelayanan kesehatan terbaik, mendapatkan perlindungan dari orang tuanya, tidur di rumah yang layak, memiliki identitas yang jelas, memperoleh kesempatan bermain, memiliki keluarga yang rukun, orang tuanya bekerja keras demi  kebahagiaan dan kesejahteraan anak, orang tua tidak mengeksploitasi anak bahkan anak mendapatkan tempat komunikasi yang menyenangkan tanpa kekerasan. Namun kondisi ideal semacam ini masih berupa impian yang tak jelas kapan akan terwujud.  Kenyataannya banyak kejadian menyedihkan yang menimpa anak-anak Indonesia. Sampai sekarang banyak anak-anak Indonesia yang terlantar.  Mereka tidak memperoleh perlindungan bahkan mendapatkan kekerasan baik di sekolah, di tempat umum bahkan di rumah. Banyak orang tua yang melakukan eksploitasi terhadap anak sehingga anak kehilangan hak belajar dan bermain karena mereka harus bekerja menghidupi orang tuanya. Mereka juga tidak mendapatkan makanan bergizi, pakaian dan tempat tinggal yang layak bahkan tidak mendapatkan jaminan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Kondisi ini hanya  gambaran kecil betapa buruknya potret anak-anak di Indonesia.
Kondisi yang memprihatinkan juga dirasakan oleh anak-anak yang hidup di Gaza. Akibat serangan Israel, anak-anak Palestina menderita tekanan psikologis dan trauma. Anak-anak di Gaza kini akrab dengan bahasa-bahasa yang merefleksikan pengalaman mengerikan mereka. Siapa sangka, huruf A yang biasa dikenalkan untuk kata “Apple” atau huruf B untuk kata “Ball” kini telah berubah makna di mata anak-anak Palestina. Huruf A menjadi “Apache”, jenis helikopter tempur yang digunakan Israel menyerang Gaza, huruf B menjadi kata “Blood” (darah), huruf C untuk kata Coffin (peti mati), dan huruf D sebagai kata “Destruction” (kehancuran). Anak-anak di Gaza sekarang, telah kehilangan masa kanak-kanak yang seharusnya bisa mereka nikmati dengan keriangan dan kehangatan. Sebuah studi yang dilakukan Universitas Queen, Kanada menyebutkan, pola kekerasan yang dialami anak-anak Palestina mengakibatkan dampak psikologis yang sangat serius dan butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkannya.
Serangan keji pasukan Zionis Israel selama 22 hari ke Jalur Gaza, menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak Gaza yang mungkin akan terbawa sepanjang hayat. Mereka bukan hanya mendengar deru pesawat tempur dan ledakan bom yang menakutkan, tapi juga menyaksikan bagaimana rumah mereka hancur, ayah, ibu dan saudara-saudara mereka meninggal secara menyedihkan.
Tapi itulah yang terjadi. Bagi Indonesia  dan Gaza juga negeri-negeri muslim lainnya, anak-anak adalah asset masa depan.  Di tangan merekalah umat Islam akan eksis. Namun sistem kapitalis sekuler yang menguasai Indonesia sampai hari ini telah menciptakan kondisi buruk bagi perkembangan fisik, kejiwaan dan perilaku anak. Sebenarnya masalah anak telah diatur dalam UUD 1945 pada pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa anak terlantar merupakan tanggung jawab negara. Faktanya, anak – anak terlantar semakin bertambah tiap tahunnya. Bahkan, nasib anak-anak tersebut tidak jelas. Mereka, tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, dan rumah yang layak. Tidak sedikit dari mereka dibiarkan berbuat asusila (pornografi dan pornoaksi). Bahkan diantara mereka ada yang menjadi korban dan sekaligus pelaku perbuatan amoral tersebut. Banyak anak-anak yang tergadaikan hak-haknya karena kelalaian keluarga yang tidak mengerti bagaimana memenuhi hak anak-anak. Juga masyarakat yang sangat abai dengan lingkungan bersosialisasi anak. Sementara di sisi lain negara juga tidak peduli dengan jaminan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Sementara itu, anak-anak Gaza yang unggul menjadi target genosida agresor Israel dengan dukungan negara-negara kapitalis Barat.  Kehadiran anak-anak Gaza menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi Israel.  Mereka dianggap sebagai motor penggerak perjuangan pembebasan Palestina yang karena kesabaran dan kegigihannya  menciutkan nyali tentara-tentara Israel. Inilah sebabnya mengapa penangkapan terhadap pemuda dan anak-anak meningkat. Mereka dipenjara, disiksa, dilecehkan dan diintimidasi.
Nasib anak-anak di Indonesia dan Gaza hanya akan berubah jika mereka hidup dalam naungan sistem yang memanusiakan mereka.  Sistem khilafah terbukti menjadi pelindung bagi asset umat ini karena mereka akan diperlakukan sebagai amanah Allah yang berhak untuk dijaga fitrahnya, jasad, darah, jiwa dan kehormatannya,
 Negara Khilafah Islam akan menjamin kesejahteraan setiap anak yang hidup di dalamnya. Negara Khilafah memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pokok anak-anak seperti makanan, pakaian dan perumahan melalui kepala keluarga/wali yang  bertanggung jawab terhadap nafkah anggota keluarga (termasuk anak-anaknya).  Apabila anak tidak memiliki orangtua dan wali yang mampu mencukupi kebutuhan mereka, maka sebagai jalan terakhir negara Khilafah akan mengambil tanggung jawab ini. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang bersifat komunitas seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan/perlindungan merupakan tanggung jawab  penuh negara. Dalam negara Khilafah, anak-anak tidak disibukkan dengan kewajiban bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Kalaupun sifatnya membantu, tidak untuk menambah penghasilan tetapi sekedar melatih anak untuk siap menjalani kehidupan di masa datang dengan mandiri. 
Anak-anak yang hidup dalam negara khilafah, akan mendapatkan hak-haknya secara penuh.  Mereka akan hidup dengan suasana bermain yang menggembirakan namun tetap terjaga pembentukan kepribadian Islamnya. Negara Khilafah membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan saintek dan kehidupan. Oleh karena itu wajarlah bila negara Khilafah mampu melahirkan generasi yang hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, memiliki pemikiran dan perilaku yang cemerlang, juga berkontribusi bagi tegaknya peradaban yang maju, kuat  dan terdepan.  






Minggu, 20 Juli 2014

Menjaga Sabar dan Istiqomah Dalam Berjuang Pasca Ramadhan


Tak terasa, kita sudah menjalani hari-hari di Bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan maghfirah. Sebentar lagi tamu agung itu akan meninggalkan kita dengan segenap kebaikan-kebaikan yang ditinggalkannya. Selama hampir sebulan penuh, madrasah Ramadhan telah memberikan banyak pelajaran tentang makna kehidupan.  Sebulan penuh kita ditempa dengan perjuangan melaksanakan semua  ketaatan kepada  Allah mulai dari  amal sholih  yang fardhu hingga amal sholih yang nafilah.  Selama  sebulan  penuh, kita berlatih untuk  sabar dalam  mengendalikan  hawa nafsu  dan sabar dalam menjalankan berbagai ketaatan walau lapar dan dahaga.  Menuntut ilmu dan berdakwah  harus kita jalani di tengah kewajiban kita sebagai anak ataupun ummun wa robbatul bait.  Semuanya itu akan terbayar  dengan limpahan pahala serta ampunan dari Allah sekaligus memperoleh predikat taqwa. Ramadhan memberikan kesan mendalam yang tak pernah terlupakan sekalipun bulan telah berganti.  Perasaan harap-harap cemas kembali menyelimuti hati-hati kita.  Harapan akan limpahan pahala  dan  kedudukan hamba yang bertaqwa sekaligus rasa takut kalau-kalau ini adalah Ramadhan terakhir kita.  Namun dengan  tawakkal kepada Allah, kita berharap dapat menjalani kehidupan yang lebih baik  dengan bekal pelajaran berharga selama melalui bulan Ramadhan.

Semangat untuk menjalani hari-hari di bulan Ramadhan tentu diinspirasi oleh semangat Rasulullah dan para sahabat yang tak pernah lelah berjuang  mewujudkan pribadi dan umat terbaik.  Siang hari bulan Ramadhan, mereka bagaikan singa padang pasir yang gagah berani  menghadapi dan mengalahkan musuh yang jumlahnya berkali-kali lipat. Lembah Badar menjadi saksi bisu bagaimana kesabaran dalam  menahan lapar dan haus serta ketaatan penuh kepada Allah membuat pertolongan Allah  turun dengan  ribuan pasukan malaikat yang memakai tanda. Firman Allah SWT : 

"(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mu’min: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda." QS ali Imran (3) : 124-125

Sementara itu di malam harinya, mereka bagaikan rahib yang sedemikian khusu’ beribadah kepada Allah. Tidak ada satu pun malam yang terlewat kecuali  malam-malam qiyamullail dan mudarasatul Qur’an.  Dalam berinfaq pun, Rasulullah dan para shahabat jangan ditanya.  Mereka adalah orang yang paling pemurah. Namun saat Ramadhan, Rasulullah berinfaq ibarat angin berhembus karena begitu cepat dan banyaknya.  Ibnu Abbas RA berkata :

"Nabi SAW adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Dulu Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai selesai. Nabi melakukan mudarasatul Qur’an bersama Jibril. Jika beliau telah ditemui oleh Jibril maka beliau menjadi orang yang paling pemurah dalam kebaikan seperti angin yang terhembus". [HR. Al-Bukhoriy (1803)]    


Ramadhan demi Ramadhan di tengah-tengah gemilangnya cahaya Islam, telah membentuk pribadi-pribadi unggul yang menakjubkan.  Ramadhan demi Ramadhan membuat umat Islam semakin kuat, berwibawa dan disegani baik lawan maupun kawan.   Kondisi tentu jauh berbeda dengan suasana Ramadhan kita.  Di tengah-tengah kezhaliman  dan bobroknya sistem sekuler, bukan hal yang mudah untuk melaksanakan berbagai  ketaatan.  Godaan-godaan materi terkadang membuat Ramadhan  kita nyaris tanpa makna. Kegiatan ibadah berlangsung  hanya rutinitas tanpa ruh.  Awal Ramadhan saja, rakyat sudah dikejutkan “hadiah” kenaikan TDL yang dampaknya terasa mencekik kehidupan rakyat.  Kenaikan TDL ini tentu berimbas pada kenaikan sejumlah harga barang dan kebutuhan pokok.  Di tengah tuntutan ekonomi yang sedemikian tinggi, banyak diantara kaum Muslimin yang kehilangan ghiroh ibadah Ramadhan.  Sementara Ramadhan tak juga mampu menghentikan berbagai macam kemaksiatan sekalipun  umat Islam gemar membaca dan mengkhatamkan al Qur’an.  Suksesi kepemimpinan di negeri ini pun tak mampu memberikan jalan keluar bagi penyelesaian berbagai problem bangsa.  Siapa pun pemimpin terpilih, kondisi sistem kehidupan Indonesia tidak akan banyak berubah.  Sistem ekonomi kita dipastikan masih bercorak kapitalisme sehingga penguasaan SDA masih ada di tangan asing. Sistem pendidikan kita masih berasaskan sekuler  sehingga generasi  belum lepas sepenuhnya dari gaya hidup hedonis.  Pun sistem hukum masih akan memegang prinsip “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.  Sementara sistem politik demokrasi  tetap akan memberikan dampak bagi mewabahnya “money politic”.

Kondisi serupa juga dirasakan oleh umat  di negeri-negeri  Islam di berbagai  belahan dunia. Ramadhan demi Ramadhan berlalu namun derita umat masih belum berakhir. Awal Ramadhan sampai saat ini, penduduk Ghaza tetap mengalami serangan Israel. Di bulan Ramadhan ini mereka masih hidup dalam kondisi memprihatinkan; kekurangan makanan, tidak mendapatkan supplay listrik dan air bersih.  Setiap saat mereka dihantui ketakutan dan kematian.  Hal yang sama dialami oleh penduduk  Suriah.  Mereka berpuasa selama lebih dari 17  jam sehari  namun tanpa persiapan berbuka dan sahur.  Suasana Ramadhan di Irak pun tak jauh berbeda.  Baru-baru ini jet tempur Suriah menjatuhkan  bom di atas Masjid tempat  menghafal al Qur’an anak-anak Irak.  (“Ya Allah, dengan kuasaMu, Engkau mampu  melakukan semuanya  untuk menyelamatkan mereka, generasi penghafal al Qur’an ini.  Namun itu semua menjadi pengingat bagi kami untuk bersegera memenuhi panggilanMu untuk mengembalikan Khilafah  agar tidak menjadi sesalan kami saat mereka tuntut kami di depan pengadilanMu…”). Secercah harapan muncul  negeri  Syam dan Irak. Fenomena Arab Spring ternyata menular ke seantero Syam dan Persia.  Bagaikan  bola salju yang menggelinding, opini  tuntutan penerapan Syariah Islam dalam bingkai  negara Khilafah  juga menggema di Irak, negeri seribu satu malam.  Namun rupanya Allah masih menguji keIstiqomahan hambaNya dalam berjuang sesuai metode RosulNya. Khilafah  Rasyidah jilid II skenario Allah SWT  hanya akan ditegakkan oleh orang-orang  pilihan yang bekerja ikhlas karenaNya.  

Di tengah-tengah situasi  yang sedemikian menyedihkan,  Allah masih mempertemukan kita dengan oase Ramadhan sebagai penawar dahaga kehidupan.   Sekalipun tanpa Rosulullah dan tanpa kehadiran seorang Kholifah  di tengah – tengah umat, Ramadhan tahun ini tetap dijalankan penuh rasa optimis.  Allah dan Rasulullah menjanjikan pahala 50 kali lipat pahala para sahabat bagi orang – orang yang kokoh berpegang pada agama ini di hari-hari yang sulit dan berat.  Demikian sulit dan berat sehingga digambarkan hanya orang-orang sabar saja yang mampu menggenggam kebenaran yang diibaratkan sebagai bara api (HR Abu Dawud). Jika di hari-hari biasa saja, begitu luar biasa pahala yang Allah janjikan kepada orang yang menggenggam bara api, apatah lagi  jika  terjadi di bulan Ramadhan.

Bagi para pejuang Syariah dan Khilafah, setidaknya ada tiga hikmah yang dapat diambil dari Ramadhan tahun ini, diantaranya :

Pertama, bulan Ramadhan sebagai bulan introspeksi;  Ramadhan  merupakan bulan yang dikaruniakan Allah setelah 2 bulan sebelumnya  yaitu Rajab dan Sya’ban.  Dalam bulan Rajab terdapat satu  peristiwa penting dalam sejarah umat Islam yaitu  keruntuhan Khilafah. Bulan ini  rutin dijadikan sebagai momen untuk  kembali mengingatkan   komitmen  HT  bersama umat terhadap perjuangan penegakkan Syariah dan Khilafah. Pasca agenda Rajab Konferensi Islam dan Peradaban (KIP), bukan berarti kita boleh istirahat dan berhenti berjuang. Sebab, Khilafah yang kita perjuangkan masih belum tegak. Aktivitas penyadaran dan pembinaan harus kian digalakkan. Kontak terhadap umat dan tokoh-tokoh berpengaruh mesti lebih digiatkan. Dukungan ahl al-quwwah juga harus terus diusahakan. Perkara penting yang harus selalu diingat, bahwa menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Yang mewajibkan adalah Allah SWT, Tuhan Yang menciptakan kita. Dia pula yang menghidupkan, memberikan rezeki dan memenuhi semua kebutuhan kita. Lalu atas dasar apa kita berani menolak perintahNya? Sungguh, tidak layak bagi makhluk ciptaanNya berani durhaka terhadap Allah SWT.  Layaknya kewajiban, siapa pun yang berjuang untuk menunaikan kewajiban ini akan diganjar dengan pahala. Apalagi Khilafah termasuk kewajiban yang agung, bahkan tâj al-furûdh (mahkota kewajiban). Pahala yang diberikan kepada pejuangnya tentulah amat besar. Inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk terus bergerak dan tidak berhenti berjuang. Hidup yang hanya sekali harus benar-benar digunakan untuk mencari bekal mendapatkan pahala dan ridhaNya.  Sebaliknya, siapa pun yang meninggalkan kewajban ini, apalagi menghalanginya, diancam dengan azab yang sangat pedih. Ketakutan terhadap besarnya azab ini sejatinya melecut kita agar lebih semangat lagi berjuang menegakkan Khilafah. Siapakah yang dapat menghindar dari pengadilanNya? Siapa pula yang bisa mengelak dari siksaNya? Siapakah yang tahan menerima siksaNya yang amat dahsyat? Tidak ada seorangpun yang mampu menghadapinya. Firman Allah SWT :


ٱصْلَوْهَا فَٱصْبِرُوٓا۟ أَوْ لَا تَصْبِرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya). Baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian. Kalian diberi balasan atas apa yang telah kalian kerjakan (QS ath-Thur : 16).

Selain fardhun, Khilafah juga merupakan wa’dun (janji) Allah SWT. Janji tersebut disebutkan dalam QS an-Nur : 55. Janji tersebut dikuatkan dengan busyrâ (berita gembira) dari Rasululullah SAW tentang akan berdirinya Khilafah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah pasca berakhirnya mulkan jabriyyan (kekuasaan diktator). Juga berita gembira tentang Kota Roma yang akan ditaklukkan setelah penaklukkan Kota Konstatinopel. Telah maklum, yang berhasil ditaklukkan baru Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih, sementara Roma belum pernah ditaklukkan. Dengan demikian hadis tersebut mengokohkan bakal berdirinya Khilafah di akhir zaman. Bukan hanya terhadap Roma, Khilafah yang akan berdiri itu akan menaungi seluruh bumi yang pernah dihimpunkan kepada Rasulullah.

Janji Allah SWT itu pasti akan terealisasi. Sebab, Dia tidak akan mengingkari janjiNya (lihat QS Ali Imran : 9, al-A’raf : 31, ar-Rum: 6). Dia juga pasti bisa mewujudkan janjiNya. Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kehendakNya. Siapa pun yang menghalangi tegaknya Khilafah, niscaya akan gagal dan sia-sia. Siapakah yang bisa menghalangi datangnya fajar subuh di pagi hari ? Siapakah yang bisa mencegah terbitnya matahari setelah malam usai ? Seperti itulah Khilâfah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah ats-tsâniyyah akan tegak..

Lalu atas dasar apa kita ragu untuk berjuang menyongsong janjiNya? Jika para sahabat, tabi’in dan  umat Islam terdahulu berlomba-lomba untuk menaklukkan Konstantinopel, maka seharusnya juga kita bersemangat menaklukkan Roma. Dulu ‘Uqbah bin Nafi’ berkata, “Tuhanku, kalaulah tidak terhalang lautan ini, aku pasti berjalan di banyak negeri, guna berjihad di jalanMU (Ibnu al-Ashir, Al-Kâmil fî al-Târikh). Tekad yang sama juga harus kita tancapkan dalam dada. Berjuang keras menegakkan Khilafah, lalu menaklukkan seluruh penjuru dunia, hingga tidak ada yang tersisa sebagaimana diberitakan dalam Hadits Nabi SAW. Kita membayangkan, betapa bahagianya kaum Muslim ketika janji Allah SWT itu tiba. Ketika Khilafah diproklamirkan, Khalifah dibaiat, dan Liwa-Raya dikibarkan, seluruh kaum Muslim menyambutnya dengan suka cita. Betapa bahagianya tatkala kita termasuk orang-orang yang berada dalam barisan pejuangnya, orang-orang yang menghibahkan hidupnya untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah.

Lantas siapkah kita menyongsong janji Allah dan bisyaroh RosulNya ? Momentum Ramadhan kali ini, sungguh tepat untuk kita jadikan sebagai momen instrospeksi diri.  Sudahkah kita melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah.  Atau masih ada setitik dalam diri kita rasa malas dan enggan ? Jika itu masih ada, maka 10 malam terakhir ini menjadi saat yang tepat untuk melakukan tazkiyyatun nufus melalui taubat nashuha.  Lantas bagaimanakah dengan kelayakan kita ? Sudah pantaskah derajat kita disejajarkan dengan generasi shahabat, ashhabul khilafah yang pertama dengan kualitas akal, ilmu, ibadah, nafsiyah yang mengagumkan ? In syaa Allah masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menjalani madrasah Ramadhan sebagai bekal perjalanan panjang kehidupan di bulan-bulan berikutnya.

Sebagai bahan renungan, Amir  HT mengingatkan kita semua dalam surat beliau tanggal 4 Ramadhan 1435 H, Sesungguhnya  perkara  al-Khilafah al Islamiyyah amatlah agung  dan posisinya sungguh sangat signifikan.  Berdirinya tidak akan sekedar berita yang menjadi  bahan ejekan media massa  menyesatkan.  Akan tetapi dengan izin Allah,  berdirinya Khilafah  akan menjadi “gempa” yang menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah. Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa  Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian  sebagaimana kabar gembira yang disampaikan Rosul SAW.  Maka orang-orang yang  menegakkannya seperti  orang-orang yang menegakkan Khilafah Rasyidah yang pertama (yaitu)  orang-orang yang bertaqwa lagi bersih,  mencintai umat  dan umat mencintai  mereka.  Mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka.  Umat merasakan  kebahagiaan bertemu mereka dan mereka merasakan kebahagiaan bertemu dengan umat, bukannya keberadaan mereka  di tengah-tengah umat justru dibenci.  Begitulah, mereka adalah ashhabul Khilafah  mendatang yang akan mengikuti manhaj kenabian.  Allah akan memberikannya  kepada orang yang memang layak untuknya. Dan sungguh kita memohon kepada Allah agar kita termasuk  orang-orang yang layak itu dan termasuk orang-orang yang mengaturnya.  Kita memohon kepada Allah  agar memberi karunia kepada kita dengan tegaknya Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.   “Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu…” (QS at Taubah : 111).  Janganlah anda berputus asa dari rahmat Allah, sehingga Allah tidak menyia-nyiakan  untuk  anda-wahai saudara-saudara yang dimuliakan-kelelahan yang telah anda  persembahkan.  Allah tidak menolak  permohonan yang anda pinta  dariNya.  Allah tidak akan menggagalkan harapan yang anda ajukan kepadaNya. Maka tolonglah kita  dengan meningkatkan kesungguhan  dan pemberian. Perlihatkan kepada Allah kebaikan pada diri anda. Niscaya Allah akan menambah kebaikan untuk anda.  Jangan sampai ucapan main-main bisa memalingkan anda  dari perjuangan anda yang penuh dengan kesungguhan lagi jujur.”

Kedua, bulan Ramadhan sebagai bulan melatih kesabaran dan pengorbanan; Dalam sebuah hadistnya, Rasulullah mengatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Bulan Ramadhan mengajarkan kita tentang arti kesabaran khususnya kesabaran dalam menjalankan ketaatan dan ketundukan terhadap seluruh syariatNya.  Sementara itu untuk menjalankan seluruh ketaatan tersebut diperlukan pengorbanan dan keikhlasan.  Saat bulan Ramadhan ini, kesabaran ini kembali ditunjukkan saudara-saudara kita di belahan bumi Ghaza. Dalam kondisi sakit dan kelaparan, mereka masih bisa menjawab dengan kalimat hamdalah saat ditanya kondisinya. Ditambah lagi rezim setempat tak memberikan ruang gerak yang luas bagi perkembangan dakwah Syariah dan Khilafah. Harapan dan tumpuan mereka tertuju kepada saudara-saudaranya di Indonesia yang dikaruniai Allah keluasan dan kemudahan untuk menyebarkan dakwah Syariah dan Khilafah.   Saudara kita yang tertindas setiap saat berdoa kepada Allah untuk kita.  Salah satu doa yang dilantunkan salah satu warga Palestina :
Ya Allah, sampaikan kepada saudara-saudara kami di Indonesia kecupan dari baitul Maqdis.  Kami sedang mendoakan mereka dari Baitul Aqsho.  Berjuang dan hidup bersama mereka dengan perasaan dan pikiran kami.  Berikan taufiq kepada kaum Muslimin di Indonesia agar mereka berjuang dan datang membawa tentara pembebasan.  Kami menunggu anda semua dengan penuh kesabaran dan kerinduan, wahai penduduk Indonesia…Semoga Allah memberkahi seluruh jerih payah anda.  Kami sangat senang  andai saja kami hidup bersama anda. Anda mengadopsi negara Islam dengan dasar aqidah yang kokoh dan agung.  Kami mencintai anda karena Allah dan kami pun dirundung rindu untuk berjumpa dengan anda...” 
Bagaimana sambutan kita terhadap doa-doa mereka ?  Apakah kita sungguh-sungguh  ingin memperjuangkan tegaknya Khilafah karena kecintaan kepada saudara-saudara kita yang masih dirundung duka ? ataukah kita lebih banyak membuat pemakluman-pemakluman terhadap diri kita ?  Sejatinya kemenangan dakwah akan bisa diperoleh apabila ada pengorbanan yang berimbang baik harta, waktu, pikiran, tenaga hingga nyawa.  Generasi muslim pada masa Rasulullah telah melakukan pengorbanan yang besar.  Dengan itulah Rasulullah dan para sahabat berhasil mendirikan negara Islam di Madinah.  Pengorbanan yang serupa diberikan oleh generasi muslim pada Khulafaur Rasyidin dan para Kholifah sesudahnya hingga kekuasaan Islam meluas hampir 2/3 dunia.  Kini kembalinya Khilafah yang kedua pun menuntut pengorbanan kita.  Memang berkorban itu sulit bila tidak dibiasakan. Namun  Allah SWT menjanjikan pahala yang melimpah bagi siapapun yang berkorban ikhlas baik di kala lapang maupun sempit. Semakin banyak berkorban, maka semakin cepat Khilafah kembali.  Jangan  sampai terlintas dalam diri kita bahwa kita sudah banyak berkorban hanya karena kita sudah menjadi bagian dari dakwah ini atau merasa sudah cukup berkorban hanya dengan mencukupkan diri menghadiri halqoh saja, membayar infaq atau membaca buletin. Sementara di luar itu belum cukup upaya dakwah kita atau melakukan dakwah secara minimalis.
Tegaknya Khilafah adalah janji Allah sehingga Allah jualah yang akan menentukan waktu yang tepat kapan kemenangan itu diberikanNya kepada kita. Oleh karena itu pengorbanan dan kesabaran  dalam menapaki jalan perjuangan mencapai “mahkota kewajiban” ini menjadi perkara yang mutlak dimiliki oleh kita. Perjuangan menegakkan Khilafah hakikatnya adalah pertarungan melawan pihak-pihak yang tidak menghendaki kembalinya Khilafah.  Musuh-musuh  Islam juga manusia biasa. Mereka juga memiliki rasa capek, lelah bahkan frustasi.  Bila kita tidak sabar dalam perjuangan hakikatnya kita kalah sabar dengan musuh yang hendak memadamkan cahaya Islam.  Kesabaran merupakan keniscayaan dalam  aktivitas menyongsong kembalinya Khilafah.  Apa jadinya bila kita tidak bersabar dalam halqoh. Tidak sabar saat masiroh. Tidak sabar saat mengikuti dan mengisi kajian. Tidak sabar melakukan kontak personal maupun kontak tokoh. Tidak sabar saat menjalankan proses rekrutmen.  Tentu saja tanpa kesabaran kita, seluruh aktivitas itu tidak akan berlangsung sukses.  Demikian juga saat melakukan tugas sebagai ummun wa rabbatul bait di satu sisi dan menjadi pengemban dakwah di sisi yang lain.  Bila kita tidak sabar dengan kedua tugas yang berat ini bisa jadi kita memilih untuk mengesampingkan salah satu dari keduanya.  Padahal Allah tidak akan membebani kita dengan kewajiban-kewajiban di luar batas kemampuan kita. Ketika Allah memberikan kewajiban-kewajiban tersebut, sebenarnya kita mampu menjalankannya. Yang harus dilakukan adalah berupaya mensinergikan kewajiban-kewajiban tersebut bukan malah membenturkan keduanya atau mengkambinghitamkan salah satunya ketika tidak menunaikan yang lain.
Ketiga, bulan Ramadhan adalah bulan melatih istiqomah; tidak hanya istiqomah dalam menjalankan ketaatan yang sifatnya ritual namun juga seluruh ketaatan yang dituntut oleh Allah dan RasulNya. Tidak hanya ketaatan selama bulan Ramadhan, namun juga ketaatan setelah berlalunya bulan Ramadhan.  Demikian halnya dengan upaya-upaya kita untuk mengembalikan Khilafah, tentu harus sejalan dengan metode dakwah yang ditunjukkan Rasulullah SAW.  Dengan istiqomah berpegang teguh pada  thoriqoh dakwah Rasulullah, HT telah memantapkan kedudukannya sebagai sebuah partai Islam Internasional  yang diperhitungkan di dunia. Saat ini HT menempuh tahapan paling sulit karena HT harus menyeru umat secara lantang, langsung dan menantang tanpa memperhitungkan resiko dan hasilnya.  Aktivitas peleburan menjadi aktivitas syabab/h sehari-hari.  Semakin kerasnya perlawanan terhadap dakwah dan penolakkan dari beberapa negara dalam aktivitas tholabun nushroh menandakan kemenangan itu sudah semakin dekat.  Karena.diperlukan upaya yang keras untuk menjemputnya.  Namun tidak semua orang mengetahui jalan untuk meraihnya. Akibatnya justru  melakukan tindakan yang menjauhkan diri dari kemenangan.  Oleh karena itu, setiap pengemban dakwah wajib istiqomah (teguh pendirian) dalam mengemban dakwah.  Ia tidak boleh berpaling sedikit pun dari  mengemban maupun dari dakwahnya.  Setiap upaya melalaikan keduanya adalah dosa.
1.      Terkait dengan kewajiban istiqomah dalam mengemban (tabligh).  Allah berfirman :
Sungguh telah didustakan pula para Rasul sebelum kamu.  Namun mereka tetap bersabar atas pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan atas mereka hingga datang petolongan Allah..” (QS al An’am : 34)
Secara tersirat Allah memerintahkan Rasul agar istiqomah dalam mengemban (tabligh) meski dihadapkan dengan pendustaan dan penganiayaan  orang-orang kafir yang menentang dakwah beliau. Sebab dakwah beliau adalah dakwah yang ide-idenya bertentangan dengan hukum-hukum atau tradisi  lama yang berkembang di masyarakat. Jika dulu Rosul dan sahabat dihadapkan pada ide-ide jahiliyah yang berpangkal dari paganisme. Sementara saat ini, upaya mengusung ide Syariah dan Khilafah dihadapkan pada ide HAM, demokrasi, pluralisme, nasionalisme dll.  Tak jarang  pengemban dakwah dilabeli cap “fundamentalis”, “ekstrimis” dan “teroris” baik oleh penguasa, masyarakat maupun musuh-musuh Islam. Bahkan penentangan ini juga berujung pada ancaman terhadap jiwa pengemban dakwah.
2.    Terkait dengan istiqomah di dalam dakwah yaitu konsisten dalam memegang teguh ide-ide dan hukum-hukum syariah.  Setiap pengemban dakwah haram untuk melenceng sedikitpun dari ide-ide dan hukum-hukum Syariah.  Sayangnya tidak sedikit pengemban dakwah yang tidak istiqomah dengan dakwahnya.  Betapa banyak yang menyimpang dari pemikiran Islam entah karena kedangkalan pemikiran atau sikap pragmatis mereka. Sebaliknya mereka malah ikut-ikutan menyerukan pemikiran yang bertentangan dengan Islam.  Yang lebih memprihatinkan, banyak pula diantara mereka yang tidak sabar ingin segera meraih kemenangan, lantas menjerumuskan diri dalam kancah sistem kufur.  Tidak aneh jika kemudian ada partai Islam yang lebih konsisten menyerukan demokrasi ketimbang menyerukan Syariah Islam karena khawatir partainya “tidak laku” dalam pemilu; berkoalisi dengan partai sekuler atau memproklamirkan sebagai partai terbuka bagi non muslim demi meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Mungkin dengan semua itu, mereka menyangka akan meraih kemenangan.  Jika kemenangan yang dimaksud adalah berhasilnya kader partai Islam duduk di kursi kekuasaan, itu mungkin saja. Namun jika yang dimaksud dengan kemenangan itu adalah berdaulatnya ideology Islam yang terwujud dalam  penerapan Syariah Islam secara total dalam bingkai negara Khilafah, maka itu hanya mungkin diraih dengan keistiqomahan dan keteguhan dalam mengemban dakwah, apapun resikonya.
Demikianlah, agar Ramadhan kali ini lebih bermakna, pelajaran terhadap arti kesabaran dan istiqomah semoga menjadi bekal untuk menjalankan tugas maha berat pada bulan-bulan berikutnya.  Kesabaran dan keistiqomahan di jalan Allah menjadi sebab datangnya pertolongan Allah agar kemenangan hakiki dapat diraih demi kembalinya peradaban dan umat terbaik. In syaa Allah….
Referensi :
2.http://www.eramuslim.com/berita/pesawat-tempur-suriah-hajar-masjid-tempat-menghapal-anak-anak-irak.htm
3.Buku Hikmah-Hikmah Bertutur, Arif B. Iskandar, Bab. Istiqomah dan Sabar Dalam Perjuangan Dakwah hal.118-121
4.http://hizbut-tahrir.or.id/2014/06/24/musim-semi-arab-mencapai-irak/


6.http://blogselasamalam.wordpress.com/world-islamic/ramadhan-di-gaza-di-tengah-blokade-dan-pemutusan-listrik/

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...