Kamis, 27 November 2014

Dampak Pasar Bebas 2015 Terhadap Ketahanan Keluarga dan Kualitas Generasi

Di tahun 2015,  negara-negara di kawasan  ASEAN akan menjadi sebuah negara besar bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA bertujuan  menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dengan ciri adanya aliran bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih, modal serta aliran investasi yang lebih bebas.  Oleh karena itu setiap barang impor yang masuk  tidak akan dikenakan biaya tambahan. Setiap penduduk di kawasan ASEAN akan bebas berpergian dari satu negara ke negara lain. Baik untuk bekerja, menjual atau membeli sebuah produk. Sementara itu, perusahaan akan bebas memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN.
Sebagian besar kalangan menilai bahwa MEA dapat membawa dampak buruk bagi Indonesia.  Adanya peleburan negara-negara ASEAN  dengan nama Masyarakat Ekonomi Eropa (MEA) selain dapat membentuk budaya “baru” di masyarakat yang lebih liberal juga melemahkan ketahanan ekonomi Indonesia.
 Meskipun MEA pada awalnya lebih ditujukan untuk mendorong negara-negara di kawasan ASEAN melakukan usaha kerjasama di bidang ekonomi dan kesejahteraan, namun dalam perkembangannya, dinamika kerjasama kawasan ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh arus besar globalisasi yaitu menuju pasar bebas dunia. Lahirnya MEA menjadi cermin bagaimana kuatnya arus globalisasi ekonomi yang lahir dari paham neoliberalisme negara-negara kapitalis barat. 
Indonesia merupakan negara yang menjadi sasaran pasar bebas dunia 2015. Secara ekonomi, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa sebagaimana tertuang dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia. Indonesia juga negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam. Sampai tahun 2010 Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain sawit, kakao, timah, nikel, bauksit, besi baja, tembaga, karet  juga perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat bermanfaat seperti batubara, panas bumi, gas alam dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi dan makanan-minuman.  Selain potensi ekonomi, Indonesia juga memilliki potensi penduduk yang luar biasa, salah satunya adalah kaum perempuan. Untuk perusahaan besar ada tiga hal yang mereka cari bahan baku murah, pekerja murah dan pasar produk yang luas. Indonesia memiliki ketiganya.  Bagi negara-negara kapitalis barat, Indonesia bagaikan “surga”. Tak hanya menguntungkan secara bisnis namun juga sebagai sarana melanggengkan hegemoni ideology kapitalisme demi memperkuat eksistensinya di kancah perpolitikan internasional.
Jika benar-benar MEA terjadi pada tahun 2015 maka akan terjadi kegoncangan ekonomi Indonesia. Ketika seluruh produk bebas bersaing, maka produk yang bisa bertahan hanyalah produk yang dimiliki oleh perusahan-perusahaan besar. Secara teknologi dan modal, mereka sudah besar dan mapan. Berbeda dengan skala home industry. Secara teknologi masih sederhana dan secara permodalan masih pas-pasan. Tentu secara  mutu pun tidak bisa bersaing. Belum lagi ditambah berbagai kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada UKM.
Yang patut dikritisi adalah perhatian  pemerintah agar  perempuan lebih berdaya guna  di sektor usaha sebagai persiapan menghadapi MEA 2015.  Perempuan-perempuan didorong  untuk terjun ke dunia kerja atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan. Apalagi di era pasar bebas, persaingan semakin ketat.  Para laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga akan semakin kesulitan mencari pekerjaan. Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan bekerja membantu ekonomi keluarga. Ironisnya, bukannya kesejahteraan yang mereka dapatkan. Justru yang terjadi adalah eksploitasi perempuan. Di sisi lain, ketika kaum perempuan bekerja secara massif di luar rumah, beban ganda menjadi dilemma yang tak bisa terelakkan. Stress bisa datang sewaktu-waktu dan seringkali menyebabkan konflik dalam keluarga. Itulah sebabnya kenapa perceraian suami istri semakin meningkat yang saat ini penyebabnya didominasi karena faktor ekonomi yaitu eksistensi perempuan di dunia kerja. Kondisi ini diperparah dengan hilangnya fungsi ibu sebagai pendidik generasi.   Dunia kerja yang ketat, membuat para ibu menghilangkan “perasaan bersalah” meninggalkan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak melalui tempat penitipan anak (day care).  Peran ibu sebagai pendidik generasi di era pasar bebas  akan hilang  tergantikan oleh konsep pendidikan dari lingkungan bercorak liberalistik atas nama era globalisasi. Budaya luar yang masuk dengan deras sebagai efek dari pasar bebas  akan membuat  persoalan degradasi moral di kalangan remaja semakin meningkat.
 Pasar bebas pada faktanya merupakan alat bagi negara-negara kapitalis barat  untuk mencengkeram dan mengontrol perekonomian negeri-negeri dunia ketiga (baca:Islam). Akibat berbahaya dari pasar bebas adalah dampak sosial yang bermuara tidak hanya pada kehancuran keluarga namun juga kehancuran generasi. Oleh karena itu Islam mengharamkan konsep pasar bebas yang diusung negara-negara kapitalis barat. Di samping secara faktual merugikan, sejatinya kebijakan tersebut merupakan implementasi dari konsep kebebasan kepemilikan dari ideologi kapitalis yakni bebas untuk memiliki dan menguasai berbagai jenis komoditi. Sementara dalam Islam konsep kepemilikan diatur dengan jelas yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan negara adalah harta yang dimiliki seluruh kaum muslimin dan dikelola penuh oleh  negara Khilafah.
            Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam negara Khilafah, niscaya ketahanan ekonomi akan diraih serta jaminan kesejahteraan akan melingkupi semua keluarga.  Keluarga yang sejahtera dan bahagia merupakan jaminan terwujudnya generasi berkualitas berkarakter pemimpin yang akan menghantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang berperadaban, kuat, maju dan terdepan.











Rabu, 26 November 2014

Di Balik Kunjungan Jokowi ke Bengkulu

“Kami tidak perlu kesederhanaan Jokowi…Yang kami inginkan adalah  kebijakan Jokowi”….Demikian komentar  sebagian warga Bengkulu saat menanggapi kedatangan Jokowi ke Bengkulu.   Lontaran kalimat ini  terkait kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM baru-baru ini. Seakan  tak ingin masyarakat  terus-menerus memberikan  pencitraan negatif, Jokowi mengadakan kunjungan ke Provinsi  Bengkulu.  Sebelumnya Jokowi  mengadakan pertemuan dengan para walikota  se-Sumbagsel membahas kebijakannya menaikkan harga  BBM.  Namun  seakan terpesona dengan  “kesederhanaan” Jokowi,  patut disayangkan ternyata semua walikota itu mengaminkan kebijakan Jokowi tanpa ada satupun  kritik.
Dalam kunjungannya ke Bengkulu,  Jokowi menjanjikan akan segera   membangun jalan tol dan jalur kereta api trans Sumatera. “Sudah diputuskan tadi bahwa jalan tol trans Sumatera dan kereta api trans Sumatera awal tahun akan dimulai,” ungkap Jokowi, Selasa (25/11/2014) malam. Diketahui, pembangunan jalan tol dan jalur kereta api trans Sumatera tersebut merupakan salah satu program yang tertera dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Jokowi memulai kunjungannya dengan tebar pesona di kampung nelayan Malabero.  Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, Jokowi mengungkapkan beberapa hal terkait kemaritiman Bengkulu. Diantaranya akan mencegah terjadinya illegal fishing dengan menertibkan kapal-kapal asing dan seluruh alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.  Dalam kunjungan tersebut, para nelayan dijanjikan  perumahan dan SPBN khusus nelayan.  Tidak hanya itu, Jokowi-Susi juga  menjanjikan memberikan bantuan program PUM sebesar Rp 100 juta per kelompok. Para nelayan juga akan diberikan bantuan mesin es berkapasitas 1,5 ton sebanyak 10 mesin beserta jenset, yang akan diberikan sekitar bulan Januari-April 2015.  
Selain “blusukan” ke kampung nelayan, Jokowi juga berkunjung ke komunitas pedagang di pasar tradisional terminal. Bukan hanya cerita tentang penyambutan yang gempita oleh pedagang, tetapi juga dampak yang harus mereka terima dari kunjungan tersebut.  Beberapa pedagang harus menanggung kerugian berupa rusaknya sayur-sayuran dagangan mereka akibat terinjak-injak oleh pedagang lain yang antusias melihat kedatangan Jokowi.  Namun semua itu “terobati”  saat melihat Jokowi memberikan bantuan senilai Rp. 250 juta  kepada pengelola pasar yang sempat mengeluh kepada wartawan tentang bunga 20 % yang  mereka tanggung dari pengelolaan kebutuhan pedagang oleh koperasi.
Seperti biasa, jika ada  kebijakan kenaikan BBM, pemerintah selalu melakukan “back-up” dengan memberikan Bantuan Langsung  Tunai (BLT). Sebanyak 11 ribu warga Kota Bengkulu sudah menerima bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Penyaluran dana ini sudah dilakukan sejak sepuluh hari, dari total 15 ribu penerima.  Jokowi mengklaim sejauh ini pemberian bantuan ini berjalan lancar-lancar saja.  Namun fakta di lapangan berbeda dengan apa yang diklaim oleh Jokowi.  Sejak digelontorkannya PSKS hari Sabtu, 22 November 2014 lalu ternyata masih saja ada warga yang seharusnya menerima bantuan malah tidak mendapatkannya. Ditambah lagi distribusi bantuan itu hanya diarahkan pada satu titik yaitu kantor pos pusat sehingga menyebabkan antrean panjang warga sampai berhari-hari.  Belum lagi nilai bantuan tersebut hanya Rp 400 ribu untuk satu keluarga. Tidak sepadan dengan kebutuhan dan harga-harga barang yang terus meroket.  Tentu bantuan itu tidak serta merta menghilangkan kesulitan warga memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari  akibat kebijakan pemerintahan Jokowi dan JK menaikkan harga BBM.
Di tengah euphoria warga Bengkulu sambut kedatangan Jokowi, ternyata sebagian  besar warga masih memiliki sikap kritis terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi-JK.  Komunitas mahasiswa melakukan demo menolak kebijakan kenaikan harga BBM.  Beban berat akibat naiknya BBM juga dirasakan oleh komunitas angkutan kota yang terpaksa menaikkan tarif angkot dalam kota dari Rp 3000 menjadi Rp 4000.  Sebagian komunitas nelayan dan masyarakat umum lainnya sebenarnya sudah akan merencanakan demonstrasi massal namun pertimbangan keamanan dan ketatnya pengawasan aparat kepolisian yang membuat rencana demo dihentikan.
Kunjungan Jokowi selama 2 hari ke Provinsi Bengkulu, di satu sisi  memberikan harapan besar akan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Bengkulu.  Namun di sisi lain, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM tentu sangat memberatkan kehidupan rakyat.  Apalagi kebijakan ini tidak  lepas dari  dominasi ekonomi kapitalisme yang menguasai Indonesia  sampai hari ini.  Janji-janji manis dalam bentuk apapun tidak akan menyelesaikan masalah sebab rakyat hanya dilenakan oleh penyelesaian yang sifatnya tambal sulam. 
Apalagi tahun 2015, Indonesia akan menghadapi era pasar bebas yang berwujud MEA.  Pembukaan akses transportasi yang lebih luas akan memberikan keuntungan jika pemerintah memiliki konsep distribusi ekonomi yang menjamin setiap warga mendapatkan jaminan  kebutuhan hidup.  Namun jika pemerintah memiliki konsep ekonomi yang berpihak kepada investor asing, maka akses transportasi yang luas justru akan semakin melapangkan jalan investor asing menguasai aset-aset  strategis yang dimiliki oleh rakyat.
Jika demikian apa lagi yang akan dimiliki rakyat Bengkulu untuk bisa bertahan menghadapi persaingan “berat”  di era pasar bebas 2015 ?? Diprediksi, tenaga-tenaga asing akan segera  mengambil alih peran tenaga-tenaga pribumi.  Di sektor industri menengah ke bawah seperti industri batik besurek dan makanan tradisional  akan bersaing menghadapi masuknya produk-produk luar yang masuk wilayah Bengkulu tanpa proteksi. Ibarat bola salju, dampaknya tidak hanya kepada ketahanan ekonomi masyarakat Bengkulu secara umum namun juga akan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga-keluarga Bengkulu.
Perceraian dan kenakalan remaja  selain semakin tingginya angka kemiskinan dan pengangguran menjadi indikasi jelas bagaimana pengaruh proyek pasar bebas yang digelontorkan barat ini melanda Indonesia termasuk Bengkulu tanpa bisa dicegah.  Sungguh sangat patut  disayangkan, citra Jokowi yang sederhana dan merakyat tidak diiringi oleh kebijakannya yang pro rakyat tapi justru pro kepada asing.  Sebuah kebijakan yang mempersulit kehidupan rakyat, menghancurkan tatanan kehidupan bangsa serta menjauhkan dari  martabat umat terbaik. 
Sebuah pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya rakyat Bengkulu bahwa bertahan dengan sistem kapitalisme demokrasi tidak akan membuahkan kehidupan yang berkah walaupun mereka memilih sosok pemimpin yang sekedar memilik “citra” sederhana dan merakyat.
Saat ini rakyat perlukan  kembalinya sistem politik yang berpihak kepada rakyat serta lahir dari  tuntunan wahyu Ilahiyah  yang akan melahirkan sosok pemimpin tangguh sekaligus kredibel dan kapabel yang akan membawa Indonesia menuju bangsa yang maju, terdepan  dan berperadaban. Sistem politik itu bernama Khilafah.  Wallaahu a’lam.

S

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...