Rabu, 25 November 2015

PASAR BEBAS ASEAN 2015 VERSUS KETAHANAN EKONOMI NASIONAL


Oleh

Indah Kartika Sari, SP

Ketua Dewan Pimpinan Daerah I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia-Bengkulu

            “Kami Cinta Batik Besurek…”  Demikian kalimat yang tertulis di spanduk  yang bertebaran  di sepanjang jalan protokol di kota Bengkulu.  Kampanye penggunaan kain batik besurek memang lagi digencarkan seiring dengan program pemerintah agar rakyat Indonesia  memakai produk buatan dalam negeri.   Program ini  memang  dibuat oleh pemerintah seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN  (MEA) yang akan segera launching pada 31 Desember  2015 mendatang.  Batik kebanggaan warga  Kota Bengkulu itu memang  terkenal dengan  motif  yang unik. Disebut besurek atau bersurat karena kain ini bertuliskan huruf-huruf Arab. Konon, batik besurek diperkenalkan para pedagang Arab dan pekerja asal India pada abad XVII.  Dahulu kala di beberapa kain, terutama untuk upacara adat, kain ini memang bertuliskan huruf Arab yang bisa dibaca. Tetapi, untuk sekarang ini sebagian besar hanya berupa hiasan mirip huruf Arab.

            Kain besurek sekarang sudah berbeda dengan kain besurek asli seperti yang dibuat ratusan tahun lalu. Para perajin sudah memadukan besurek yang aslinya hanya bermotif huruf arab dicampur dengan motif bunga Raflesia Arnoldy, bunga khas Bengkulu. Hal itu dilakukan untuk lebih memasyarakatkan kain besurek. Selain itu, dengan mendobrak tradisi lama diharapkan hasil kerajinan rakyat ini menjadi semakin populer dan dipakai tidak hanya untuk keperluan adat.

            Usaha untuk melestarikan kain besurek saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Menurut sejumlah perajin tradisional kain besurek, mereka saat ini sudah mulai terdesak oleh batik cetak yang memakai motif kain besurek. Padahal, pemda setempat sudah mewajibkan murid–murid sekolah pada hari tertentu untuk berseragam kain besurek. Bahkan, kurikulum di sekolah untuk muatan lokal adalah kerajinan batik kain besurek.

            Proyek seragam dinas pegawai pemerintah daerah dan seragam murid sekolah ini sedikit pun tidak menguntungkan para perajin. Menurut Sekretaris Koperasi Perajin Kain Besurek (Kopinkra) Bengkulu, anggota Kopinkra yang tersebar di Kota Bengkulu saat ini hanya tinggal sekitar 10 perajin. Kondisi mereka juga sudah mulai kembang kempis akibat tidak mampu bersaing dengan batik printing.

            Selain itu, pengusaha batik besurek juga menghadapi persaingan dengan produk batik China. Bahkan sejak tahun  2012 Indonesia telah mengimpor batik China senilai 285 miliar (sumber : detik finance). Hal ini terjadi karena Indonesia kini sudah masuk dalam perdagangan bebas. Dan itu berarti tak ada yang dapat melarang datangnya produk impor dari manapun.

            Pengusaha makanan tradisional Bengkulu pun sepertinya menghadapi kendala yang sama seperti halnya pengusaha batik besurek.  Sama-sama menghadapi  persaingan bebas yang timbul akibat diberlakukannya perdagangan bebas.  Produk makanan tradisional Bengkulu sudah pasti akan kalah bersaing dengan makanan-makanan impor yang harganya lebih murah.

            Menghadapi era pasar bebas ASEAN yang mulai diperlakukan akhir tahun 2015 ini, nampaknya takkan banyak yang bisa dilakukan pengusaha produk  lokal menghadapi persaingan “tidak sehat” yang akan terjadi.  Ketua  Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Erik Hidayat mengatakan bahwa sejumlah pengusaha kecil menengah masih khawatir menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Mereka mengaku masih khawatir tak dapat bersaing dengan profesional negara ASEAN lain dalam menjual produk ketika MEA sudah diberlakukan (wartaekonomi.com). Kekhawatiran ini, menurut Erik, disebabkan oleh perasaan traumatik yang mereka hadapi ketika perjanjian ACFTA diberlakukan pada 1 Januari 2010. ASEAN-China Free Trade Area merupakan kerja sama perdagangan bebas antara masyarakat Asosiasi Asia Tenggara dengan Tiongkok.  Di dalam kesepakatan tersebut terdapat kebijakan, dimana tarif masuk barang dikurangi hingga dihapuskan menjadi nol persen, sehingga produk China membanjiri Indonesia dan berhasil menarik pangsa pasar lebih besar karena harga yang murah. Dengan adanya perjanjian ACFTA pada 2010, produk Tiongkok atau China dapat lebih mudah dijumpai di pasar dan toko-toko.Variasi barang dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri membuat barang Tiongkok lebih diminati, sehingga masyarakat mulai meninggalkan produk lokal. Hal ini kemudian membuat sejumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus gulung tikar akibat tak dapat bersaing ketika ACFTA mulai diberlakukan.

            Walaupun demikian pemerintah seakan tak mau dianggap sebagai pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap “anak-anak” asuhannya.  Berbagai pihak  mendorong  pemerintah untuk melakukan proteksi dalam rangka melindungi pengusaha menengah ke bawah agar terhindar dari kerugian akibat diberlakukannya MEA.  Namun upaya pemerintah tersebut kemungkinan tak dapat membawa perubahan berarti bagi ketahanan ekonomi masyarakat. Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai dalam menghadapi era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, pemerintah tidak memiliki strategi dan rencana yang tepat untuk melindungi kepentingan rakyat kecil seperti petani, buruh, nelayan, dan pedagang tradisional. “Seakan mereka dibiarkan sendirian menghadapi bahaya AEC,” kata Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ. Walau berbagai kalangan sudah mengingatkan, pemerintah sendiri sudah tegak pada pendiriannya untuk masuk ke dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Pemerintah menegaskan tak akan mundur atau menunda keterlibatan dalam liberalisasi barang dan jasa.

            Padahal sejatinya pasar bebas ASEAN  merupakan rancangan imperialisme barat yang dirancang untuk mengurangi bahkan mengakhiri campur tangan pemerintah pada sektor perdagangan dan ekonomi secara umum. MEA merupakan realisasi atas tujuan integrasi ekonomi aliran-aliran bebas barang, jasa, investasi, kapital, dan tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN.

            Kebijakan pasar bebas dirancang untuk mengubah dunia menjadi pasar terbuka bagi produk barang-jasa dari negara maju. Barang-barang dari negara maju akan bebas keluar masuk tanpa hambatan, dengan dihapusnya hambatan tarif dan non tarif, termasuk pengurangan pajak dan jaminan tata kelola pemerintahan yang baik. Alhasil, produk-produk dalam negeri akan bersaing dengan produk dari luar yang memiliki kualitas yang bagus dan lebih murah, karena produk luar dihasilkan dari korporasi raksasa yang memiliki kapital besar. Sehingga bisa dipastikan konsumen akan memilih produk luar dan ini yang pada akhirnya mematikan produksi dalam negeri. Produsen dalam negeri akhirnya lebih memilih menghentikan produksinya daripada merugi. Mereka akhirnya putar haluan menjadi pedagang barang-barang impor karena lebih menguntungkan. Jika ini terus berlanjut, ketergantungan terhadap produk luar akan meningkat tajam yang pada akhirnya negara tidak mandiri secara ekonomi. Ketergantungan ekonomi terhadap negara lain (AS) akan menguntungkan negara penjajah. Produk-produk mereka terjual di kawasan ini dan mereka bisa mendiktekan kepentingannya karena ketergantungan akut yang dialami negara-negara berkembang (negara miskin namun kaya potensi SDA dan SDM).

            Jika MEA benar-benar diterapkan maka usaha berbasis kerakyatan akan lumpuh termasuk UMKM  yang mengusung produk tradisional lokal daerah seperti kain besurek maupun makanan khas Bengkulu.  MEA hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan besar yang dibacking negara-negara kapitalis barat. Sementara bagi Indonesia, MEA hanyalah alat eksploitasi AS untuk semakin memiskinkan rakyat. Dipastikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat akan menjadi jauh panggang dari api.

            Islam memandang bahwa perdagangan luar negeri yang berbasis teori free market atau pasar bebas juga perdagangan luar negeri antar negara yang dilakukan tanpa hambatan seperti tarif- bertentangan dengan ajaran Islam alias haram. Karena perdagangan luar negeri merupakan hubungan antara negara Islam dengan negara lain itu berada dalam tanggung jawab negara. Negara memiliki otoritas untuk mengatur berbagai hubungan dan interaksi dengan negara lain, dan hubungan tersebut tidak akan dibiarkan bebas tanpa  kontrol.


            Islam memiliki konsep yang khas dalam persoalan politik-ekonomi internasional. Penerapan Islam dalam kehidupan akan membawa kesejahteraan bagi rakyat selain akan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Penerapan Islam secara totalitas dalam negara akan membawa keberkahan bagi seluruh alam. Tidak ada dampak buruk dalam penerapan Islam. Semua konsep ini siap diimplementasikan secara utuh dalam sistem negara Islam, Khilafah Islamiyyah yang akan tegak tidak lama lagi.  Oleh karena itu, masyarakat Bengkulu harus menolak pasar bebas 2015 berbasis neolib dan mendukung diterapkannya sistem ekonomi Islam yang mensejahterakan melalui tegaknya Khilafah. 

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...