Minggu, 29 Juni 2014

Meniti SAMARA Dalam Berkah Ramadhan

Mendengar ungkapan “Baitiy Jannatiy” atau “Rumahku adalah Surgaku” serasa menyejukkan hati.  Betapa tidak, suasana surga yang menyenangkan dan menggembirakan hadir di tengah-tengah rumah tangga.  Datangnya tamu agung bulan Ramadhan yang penuh berkah seakan melengkapi suasana damai rumah tangga dalam naungan cinta Ilahi.  Rumah tangga bagaikan surga dunia ini digambarkan Allah SWT dengan ungkapan Sakinah, Mawaddah dan Rahmah.  Firman Allah SWT :


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu Mawaddah dan Rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [QS Ar-Rum 21].

Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizhom al-ijtima’iy fii al-Islam, menjelaskan konteks ayat  ini yang artinya, pernikahan itu menjadikan suasana sakinah yaitu suasana di mana seorang suami merasa cenderung kepada istrinya.  Begitu pula sebaliknya, istri pun akan cenderung kepada suaminya.  Keduanya akan merasa tentram dan damai di sisi pasangannya masing-masing.  Kecenderungan ini membuat mereka akan merasa dekat dan akan berusaha saling mendekat, bukannya saling menjauh.  Rasa tentram dan damai itu akan membuat suasana bahagia.  Kedekatan dan keakraban yang terjadi pada suami istri akan memunculkan rasa cinta (mahabbah) sehingga muncullah suasana mawaddah yang menjadi pelekat kuat hubungan pasangan suami istri. Dengan adanya mawaddah, rumah  tangga muslim akan bertabur  cinta dan kemesraan.  Mawaddah akan tercipta bila suami istri  saling  memberi,  sering mengingat dan mensyukuri kebaikan masing masing serta menjalin komunikasi yang penuh dengan  kehangatan dan persahabatan. 

Dengan berjalannya biduk rumah tangga mereka dari waktu ke waktu, maka Allah menurunkan suasana rahmah (rasa kasih sayang).  Rahmah adalah bentuk kasih sayang  suami istri tanpa adanya imbalan, saling menutup kekurangan masing-masing dan menjadi pelengkap ketika mawaddah sudah mulai menurun.  Suasana rahmah  yaitu cinta dan  kasih sayang yang tulus, tak pernah lapuk dimakan waktu juga tak pudar dimakan usia. 

Maa syaa Allah, karena suasana rahmah inilah, kita sering melihat betapa seorang suami masih setia kepada istrinya walaupun secara fisik istrinya sudah tidak cantik dan tidak menarik lagi.  Suasana rahmah membuat kita dibuat takjub dengan pasangan suami istri yang awet hingga  mereka menjadi kakek nenek.  Bahkan suasana rahmah membuat kita kagum dengan  kesetiaan suami dalam mendampingi istrinya menjalani hari-harinya yang tak berdaya dan  ketulusannya merawat sang istri dengan segala keterbatasannya.  Padahal di saat yang sama suami itu mampu untuk menikah lagi. Namun saat itu, suasana rahmah-lah yang berperan besar menopang keutuhan rumah tangga.  Subhaana-Llah, siapa lagi yang menurunkan suasana sakinah,mawaddah  dan rahmah itu kalau bukan Sang Pemilik Cinta dan Kasih Sayang…?

Ketika Allah SWT menurunkan ayat tersebut  tentu saja Allah menginginkan sebuah pernikahan tersebut diliputi kedamaian dan ketentraman. Kedamaian dan ketentraman ini merupakan awal dari suasana bahagia. Suasana bahagia akan menciptakan keluarga tangguh yang siap melahirkan generasi cemerlang.
Rasulullah SAW menegaskan lebih rinci tentang gambaran kebahagiaan seorang muslim dalam sabdanya:

اربع من السعادة : المرأة الصالحة والمسكن الواسعة والجار الصالح والمركب الهنىء—واربع من الشقاء: الجار السوء والمرأة السوء والمركب السوء والمسكن الضيق  (رواه أبن حبان(

“Ada empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang: istri yang shalehah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang : tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit”.(HR.Ibnu Hiban)

Namun sangat disayangkan, saat Ramadhon seperti sekarang rumah tangga muslim masih banyak yang diliputi kemuraman.  Ramadhan yang penuh dengan keberkahan belum mampu menciptakan suasana bahagia dalam rumah tangga muslim.  Krisis identitas keluarga muslim masih menjadi persoalan yang  belum terselesaikan hatta Ramadhan tiba.

Meski Ramadhan sudah silih berganti datang dan pergi, fenomena disharmonisasi keluarga ini menjadi persoalan yang terus merebak  ke seantero negeri, tidak terkecuali Bengkulu. Kasus perceraian di Propinsi Bengkulu sangat memprihatinkan.  Ini ditunjukkan oleh peningkatan angka perceraian dari tahun ke tahun. Penyebab perceraian didominasi oleh permasalahan  ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan gangguan pihak ketiga. Selain itu faktor perceraian juga disebabkan oleh pasangan menikah usia muda yang belum matang dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.  Tidak hanya di kota  Bengkulu, kasus perceraian juga meningkat pesat di kabupaten-kabupaten.  Di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur, tingginya angka perceraian diduga akibat  perselingkuhan di dunia jejaring sosial. Di Kabupaten Rejang Lebong, dari 600 perkara perceraian yang mengajukan ke pengadilan agama, didominasi  393 kasus cerai gugat.  Amat mencengangkan bahwa kasus perceraian di Bengkulu ternyata didominasi oleh gugat cerai. Sebuah penelitian mahasiswa FISIP Universitas Bengkulu tentang meningkatnya fenomena gugat cerai.  Diantara penyebabnya adalah banyak istri menjadi wanita karir,  sehingga penghasilan istri lebih besar,  istri tidak sabaran dan menuntut hal-hal diluar kemampuan suami (seperti uang belanja), istri merasa memiliki hak yang sama dengan suami apalagi  hak perempuan sudah diatur oleh UU sehingga  jika ada  KDRT, istri berani menuntut cerai suami. Sebab lain, pendidikan perempuan sudah tinggi sehingga perempuan merasa lebih mandiri dan tidak membutuhkan suami lagi.

Tentu saja meningkatnya angka perceraian ini membawa dampak negatif yang tidak kalah memprihatinkan. Ini terbukti dari tingginya penderita HIV AIDS  di Bengkulu yang  90 persennya didominasi   oleh kelompok usia produktif seperti pelajar, pemuda dan mahasiswa.  Disinyalir meningkatnya penderita  HIV AIDS  di Bengkulu salah satunya akibat broken home. Hal ini sejalan dengan ungkapan  Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat dr. Sugiri Syarief, MPA bahwa kenakalan dan penyimpangan perilaku anak dan remaja dari tahun ke tahun yang terus meningkat merupakan bukti rapuhnya sendi kehidupan perkawinan dan keluarga serta merosotnya peran orangtua akibat ancaman nyata liberalisasi keluarga (situs BKKBN online 2010).

Meski Ramadhan  hadir di tengah-tengah rumah tangga muslim, namun rumah tangga  muslim  sudah mulai kehilangan visi dan misi dalam membentuk  dan menjalankan biduk rumah tangga.  Suasana sistem sekuler kapitalis  telah menggerus peran suami, istri dan anak.   Dampak ekonomi liberal telah memaksa para suami  terpaksa kehilangan peran utamanya sebagai  pencari  nafkah  akibat PHK. Kerasnya sistem  sekuler kapitalis  telah memaksa  para  istri  menggantikan peran suami menjadi pencari nafkah.  Beban kerja yang sedemikian  tinggi ditambah  konsekuensi meninggalkan keluarga jauh ke negeri orang telah membuat para istri mengalami tekanan psikologis yang berat.  Mereka terpaksa mengorbankan peran utamanya sebagai  ibu dan pendidik generasi.   Ketidakmampuan memikul beban rumah tangga dan pekerjaan  secara bersamaan telah memicu konflik rumah tangga yang berujung pada keretakan.  Nasib generasi berada di ujung tanduk. Kehilangan makna kebahagiaan  dan kasih sayang akibat  perceraian kedua orang tuanya.

Suasana ibadah Ramadhan  yang  sarat dengan taqwa  sudah  terkikis  dalam  keluarga muslim. Motivasi materi  telah  memaksa  para orang tua mengejar karir  hingga melupakan kenikmatan beribadah di bulan Ramadhan.  Sang  anak  tidak dapat lagi merasakan suasana ibadah di bulan Ramadhan bersama kedua orang tua mereka.   Di kala  buka puasa tiba, anak hanya sendirian menyantap hidangan berbuka tanpa kehadiran  orang tua yang masih berada di tempat kerja.   Sang anak juga tidak dapat merasakan betapa nikmatnya tadarrus al Qur’an  dan qiyamullail bersama orang tuanya.   Pada saat sahur pun,  ibu mereka tidak dapat  menghidangkan  hidangan sahur  bahkan  ayah yang diharapkan dapat memberikan nasehat-nasehat penggugah  jiwa pun  tak didapatkan pula karena keduanya masih tertidur pulas  akibat keletihan dalam bekerja.  Sekalipun Ramadhan hadir,  namun  suasana keluarga terasa gersang  dan  jauh dari  nilai-nilai ruhiyah.   Bahkan yang memprihatinkan,  Ramadhan yang syahdu terusik dengan berbagai keributan  akibat  konflik dalam rumah tangga.  Stress dan beban mental  melanda pemikiran dan  hati anak-anak.   Di akhir Ramadhan,  tidak ada  persiapan dalam menyambut datangnya malam Qodar.  Keluarga justru tersibukkan dengan persiapan menyambut   lebaran.   Para ayah  di malam-malam i’tikaf justru  bekerja  keras mencari tambahan  biaya untuk persiapan  menyambut lebaran.  Lebaran hanya dijalankan sebatas seremonial belaka.   Pasca Romadhan, tidak ada yang berbekas  dari madrasah  Ramadhan  selain  rutinitas  tanpa makna.  Wajar  saja  jika  dengan berlalunya  Ramadhan,  degradasi  moral  generasi  dan tingkat perceraian  semakin  bertambah.

Oleh karena itu  seiring dengan datangnya Ramadhan tahun ini,   penting bagi  keluarga muslim  menjadikan Ramadhan  sebagai  madrasah untuk mengembalikan  “role”  keluarga muslim sejati.  Keluarga muslim  sejati adalah  potret keluarga  yang menjadikan  aqidah Islam sebagai  landasan dalam membangun hubungan suami,  istri dan anak-anak dalam suasana kesakinahan.  Rumah  tangga dibangun  atas dasar  ikatan  yang kokoh  (mitsaaqon gholizhon) yang menjadikan Allah  sebagai Saksi sekaligus sebagai  Wakil dalam segala urusan  dalam rumah tangga.  Bagi suami sebagai qowwam dalam rumah tangga, istri dan anak adalah titipan sekaligus amanah  Allah yang harus  dipelihara kefitrahan dan kesucian aqidahnya.  Dengan kepemimpinannya itu, suami memiliki otoritas hendak kemana biduk rumah tangganya itu akan diarahkan. Tentu dengan dasar aqidah yang kokoh, suami tidak akan membiarkan debu-debu kehidupan  sekuler  kapitalis mengikis habis  keyakinan, pemikiran bahkan  sikap istri dan anak-anaknya.  

Keluarga muslim sejati akan menjadikan  keridhoan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.  Menjadikan taqwa kepada Allah sebagai landasan dalam membangun rumah tangga. Menjadikan  ketaatan kepada syariah sebagai  bekal dalam menyelesaikan berbagai persoalan rumah tangga. Aqidah yang kokoh akan membawa pemahaman  setiap anggota keluarga bahwa rizki itu berasal dari Allah sehingga tugas suami adalah berusaha memberikan makanan, pakaian, pendidikan dan kesehatan berasal dari nafkah  yang halal dan thoyib.  Anggota keluarga yang lain  berusaha agar  suami atau kepala keluarga  tidak terperosok ke dalam   pekerjaan   yang haram. Aqidah yang kokoh akan melahirkan sikap ketaatan  istri kepada suami  dalam rangka  ketaatan kepada Allah.  Aqidah yang kokoh akan memunculkan kepatuhan  anak kepada orangtua.  Aqidah  yang kokoh pun akan  melahirkan sikap ridho seorang istri dalam  menjalankan kewajibannya  sebagai ummun wa robbatul bait.   Sementara  itu  aqidah  yang  kokoh juga  akan  menjadikan  suami   memperlakukan  istri dan anak-anaknya  seperti  sahabat  yang bisa  saling berbagi. Aqidah  yang kokoh akan  menjadikan seluruh anggota keluarga melaksanakan  berbagai kewajiban tanpa menuntut hak-haknya karena  meyakini  bahwa   hak-hak sekaligus pahala  akan diperoleh setelah melaksanakan berbagai  kewajiban dalam keluarga.

Keberadaan sebuah keluarga di masyarakat  akan terasa lengkap jika  semua anggota  keluarga  terlibat aktif dalam  melakukan perubahan  masyarakat.   Tidak bisa dipungkiri bahwa rusaknya sistem di masyarakat menjadi  pangkal persoalan  disfungsi keluarga.   Oleh karena itu  Allah SWT membimbing  pasangan suami istri untuk berdoa   tidak hanya  meminta kepadaNya agar dikaruniakan pasangan hidup  dan  anak-anak yang menjadi  penyejuk mata (qurrata a’yun)   namun  juga memohon agar  menjadi  pemimpin  bagi umat Islam.   Menjadi   teladan sekaligus  agen  perubahan di  masyarakat untuk membimbing  mereka  menuju umat yang terbaik.   Ramadhan  menjadi  momen  yang   tepat  bagi  keluarga muslim  untuk  menularkan ruh perjuangan  kepada  masyarakat  di sekitarnya.  Keterlibatan  keluarga  muslim dalam  ajang  buka bersama atau  kegiatan  kultum  ba’da tarawih  menjadi  sarana yang  tepat  untuk   menyebarkan opini  penegakkan Syariah dan Khilafah.

Potret keluarga samara dambaan umat tidak begitu saja terwujud   setelah  ijab kabul diucapkan.   Sebab setelah itu,  suami   dan  istri  akan memikul  amanah  setengah  agama  bahkan  menempuh   banyak  ujian dalam  proses  mengharmonisasi  dua orang  yang berbeda  karakter  dan latar  belakang  sekaligus keluarga  besar  masing-masing  di belakangnya.  Untuk itu ada  beberapa kiat  yang  menjadi pedoman bagi   siapa saja akan memasuki  jenjang  rumah  tangga  atau  pun yang  sudah   menjalaninya,  diantaranya :

Pertama,  menetapkan visi dan misi berumah tangga.   Dengan datangnya  Ramadhan, suami  dan   istri  dapat melakukan   evaluasi  sekaligus  introspeksi  terhadap  tahun-tahun   perjalanan  keluarga  yang sudah  mereka bina  selama ini.  Bahkan  perjalanan  baru  sebuah  keluarga  dapat dimulai  lagi  sejak  datangnya Ramadhan.  Setiap  anggota keluarga  dapat membuat rancangan  aktivitas  Ramadhan  untuk menguatkan  visi  dan misi  keluarga  yang sudah ditetapkan oleh  kepala  keluarga.

Kedua,  mengazzamkan niat berkeluarga  untuk   meraih  keridhoan Allah.  Menjadikan  hidup  berkeluarga  sebagai  sarana  beribadah  kepada Allah  juga  menjadi  lahan  untuk  meraih  pahala  sebanyak-banyaknya.   Berkeluarga  menjadi  sarana  untuk  belajar  menjadi  pemimpin  dan  siap untuk  dipimpin   sesuai  kapasitas  amanah  yang  dimiliki.   Berkeluarga  juga sebagai  sarana  untuk  membentuk  suami sholih,  istri  sholihah  sekaligus  anak-anak  yang sholih  dan sholihah yang  semuanya akan masuk ke dalam  surga bersama-sama  (QS az Zukhruf : 70).

Ketiga,  Setiap anggota keluarga  memahami  hak dan kewajiban masing-masing. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga bukan untuk mendiskriminasikan perempuan tetapi demi harmonisasi peran masing-masing. Hikmah pembedaan hukum yang berkaitan pada perempuan sejatinya adalah perlindungan terhadap kehormatan dan kesucian perempuan, sesuatu yang tidak disadari dan dipahami para pegiat gender.   Merefresh kembali  hak dan kewajiban  suami istri  dapat dilakukan  melalui proses  belajar  baik dengan  metode training  atau dauroh yang bisa dilakukan  saat moment Ramadhan. Ingatlah bahwa kehidupan  berkeluarga adalah kehidupan yang penuh dengan proses belajar dan  menggali pengalaman sebanyak-banyaknya.  Sering-seringlah melakukan sharing dengan  pasangan suami istri yang  lebih senior dan berpengalaman.

Keempat,  mengenal lebih dekat keluarga-keluarga teladan di masa Rosulullah.  Mereka adalah  keluarga-keluarga yang telah berhasil meraih  semua  kriteria kebahagian yaitu  kebahagiaan seksual, kebahagiaan moral, kebahagiaan intelektual, kebahagiaan spiritual dan kebahagiaan ideologis. Semua kebahagiaan tersebut dapat diraih melalui sistem yang kondusif  bagi  lahirnya keluarga samara  yang ideologis. Kebahagiaan keluarga akan terasa lengkap jika ditunjang oleh kebahagiaan material yaitu kesejahteraan keluarga. Hal ini dicirikan keluarga tersebut mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap. Setiap keluarga membutuhkan kekuatan finansial untuk dapat eksis. 

Kesejahteraan keluarga tidak bisa diraih melalui peran dan tanggung jawab individu atau keluarga saja. Islam menjamin tercapainya kesejahteraan hidup melalui mekanisme penerapan sistem politik ekonomi Islam. Dalam politik ekonomi Islam, upaya meraih kesejahteraan bukan hanya dibebankan kepada individu dan keluarga, namun juga merupakan tanggung jawab negara. Individu (suami/ayah) berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan dirinya juga keluarganya.  Dalam pandangan Islam, yang pertama bertanggung jawab memenuhi nafkah keluarga adalah suami/ayah (QS al-Baqarah[2]:233). Jika seseorang tidak memiliki suami/ayah atau ada suami/ayah tapi mereka tergolong yang miskin sehingga tidak mampu menafkahi orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah ini beralih kepada ahli warisnya (QS al-Baqarah[2]:233).  

Mekanisme berikutnya adalah peran negara.  Negara sebagai penanggung jawab urusan umat wajib memenuhi kebutuhan warganya.  Islam menetapkan bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan dasar sebagai individu (sandang, pangan, dan perumahan) maupun kebutuhan kolektif berupa keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Agar negara bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan atasnya, maka Islam telah memberikan wewenang kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum seperti minyak, tambang besi, tembaga dan sebagainya.  Semua harta yang termasuk kepemilikan umum harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf perekonomian umat. Sebab, kekayaan tersebut adalah milik umat, sementara negara hanya mengelolanya. Jika negara mengelola semua harta milik umum dengan benar semata demi kemashlahatan rakyat, kemudian individu juga sungguh-sungguh berusaha untuk mencari rizki demi menafkahi diri dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kesejahteraan hidup individu rakyat akan terjamin. 

Dalam sistem Islam juga tidak akan ditemui para perempuan yang mendapat beban tambahan sebagai pencari nafkah.  Para perempuan tetap dapat melaksanakan tugasnya sebagai ibu tanpa diganggu dengan tuntutan bekerja. Negara melindungi ibu dan keluarga agar sejahtera dan dapat menjadi pendukung terbentuknya masyarakat yang kuat. Itulah gambaran negara khilafah yang menerapkan aturan Allah secara keseluruhannya. Oleh karena itu, hukum Allah SWT saja yang diterapkan oleh negara khilafah yang dapat menjaga keutuhan keluarga sekaligus menjamin kebahagiaan dan kesejahteraannya.  Ramadhan  adalah moment tepat bagi keluarga muslim  untuk  berkontribusi mewujudkannya. WaLlaahu a’lam bish-showab..



Rabu, 25 Juni 2014

Sambut Ramadhon Bulan Perjuangan



Ramadhan segera datang……Bersukacitalah……Menyambut puasa, bulan penuh kurnia….…Puasa ayo puasa…..Allah sayangi kita…….Suci lahir serta batin……Terbukalah pintu surga…..Demikian syair lagu Ramadhan yang diciptakan oleh AT Mahmud, pengarang lagu anak-anak yang terkenal dengan syair-syairnya yang mendidik…

Syair lagu di atas memang sesuai dengan perasaan dalam hati kita. Ramadhan adalah tamu agung yang dinantikan oleh setiap orang. Tak peduli tua muda, laki-laki perempuan, semuanya bersuka cita sambut Ramadhan. Walau rasa itu sama, terkadang gaya menyambutnya berbeda-beda. Ada yang sekedar gembira karena melihat momen Romadhon dari sisi manfaat belaka. Namun ada juga menyambut Ramadhan dengan harap-harap cemas. Berharap agar Ramadhan dan keutamaannya segera datang disertai berbagai persiapan matang dalam menyambutnya. Bercampur aduk juga dengan perasaan khawatir, kalau-kalau usia tak sampai untuk menggapainya. Betapa banyak orang yang telah mendahului kita, tak sempat menikmati Romadhan karena ajal telah lebih dahulu sampai mendahului datangnya Ramadhan. Oleh karena itu, banyak-banyaklah berdoa dengan doa yang diajarkan Rosulullah : “Allaahumma baariklanaa fii Rojaba wa Sya’bana, wa ballighna Romadhoona…aamiin.(“Wahai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan..aamiin”). Doa ini tidak lain adalah sebagai bentuk kepasrahan luar biar seorang hamba di hadapan al Kholiq akan takdirnya dan secercah harapan agar Dia mempertemukan dengan Ramadhan. Bahkan setelah bertemu dengan Ramadhan pun,  seorang hamba yang mengetahui hakekat Ramadhan berharap agar Ramadhan dapat berlangsung terus sepanjang tahun.  Rasulullah sedemikian indah menggambarkan ini dalam hadistnya, “Sekiranya manusia mengetahui kebaikan-kebaikan yang dikandung bulan Ramadhan, tentulah mereka mengharapkan agar Ramadhan berlangsung terus sepanjang tahun..”(HR Ibnu Abdi adDunya).

Rasulullah tentu tidak akan menyampaikan doa tersebut kepada kita, seandainya tidak ada keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan, diantaranya :
1.       Bulan Ramadhan adalah bulan terjadinya perang Badar al Kubro. Perang ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah.  Saat itu pasukan Rasulullah SAW hanya berkisar 305 orang.  Sementara pasukan Quraisy berjumlah 3 kali lipat dari pasukan kaum Muslimin.  Walaupun dalam keadaan lapar dan dahaga, pasukan umat Islam berhasil memenangkan peperangan dengan pertolongan dari Allah dengan pasukan Malaikat yang datang berbondong-bondong…Maa syaa Allah.  Pada bulan Ramadhan pula, kaum Muslimin berhasil menaklukkan kota Makkah. Ka’bah dan sekitarnya dibersihkan dari berbagai kemusyrikan.  Kaum Muslimin melepas kerinduan mereka dengan keluarga yang ditinggalkan selepas hijrah ke Madinah.  Setelah Futuh Makkah, kekuasaan Rasulullah dengan berkah Ramadhan semakin bertambah luas hingga mencapai batas-batas Jazirah Arab. Dengan berkah Ramadhan, kekuatan dan kewibawaan kaum Muslimin semakin tak tertandingi.  Selain itu beberapa peristiwa peperangan juga terjadi pada bulan Ramadhan seperti perang untuk menaklukkan Baitul Maqdis yang saat itu dilakukan oleh Sholahuddin al Ayyubi.

2.       Bulan Ramadhan terdapat sebuah malam yang penuh dengan kemuliaan yaitu malam Qodar. Jika kita diberikan kesempatan beribadah di malam itu maka nilainya adalah seperti melaksanakan ibadah selama 1000 bulan. Muslim mana yang mampu beribadah selama itu tanpa diselingi oleh aktivitas lain. Disisi lain jika dibandingkan dengan usia kita, tentu amat jarang ada muslim yang diberikan nikmat umur panjang selama 1000 bulan atau lebih kurang 83 tahun.  Dengan keutamaan yang sedahsyat ini, tentu seorang muslim tidak ingin mengalami kerugian dengan melewatkan malam tersebut tanpa melaksanakan aktivitas ibadah apapun.

3.       Bulan Ramadhan adalah bulan turunnya al Qur’an yang mulia. Bulan dimana kekasih Allah siap mengemban Risalah yang tidak sanggup dipikul oleh langit dan gunung.  Namun berkah Romadhan membuat Rosulullah siap untuk memikul tugas tersebut sehingga beliau mewariskannya hingga generasi akhir zaman.  Oleh karena itu tidak ada aktivitas yang paling utama di bulan Ramadhan selain melakukan tadarrus al Qur’an sekaligus mentadabburinya.  Dalam hadits riwayat Bukhory dan Muslim diceritakan bahwa setiap bulan Ramadhan, Rasulullah ditemani oleh malaikat Jibril melakukan mudarasah al Qur’an (saling membaca dan saling menyimak bacaan al Qur’an).   Tentu tak kalah penting, pada masa sekarang kaum Muslimin berjuang untuk membumikan al Qur’an sebagai sumber hukum-hukum Islam yang fungsinya sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang haq dan batil.  Dengan berkah turunnya al Qur’an pada bulan Ramadhan maka Allah membuka  keberkahan dari pintu-pintu langit dan bumi.  Hal ini secara jelas dinyatakan Allah SWT, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang  di dalamnya diturunkan al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia  dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)..” QS al Baqoroh : 185

4.       Bulan Ramadhan merupakan sebuah bentuk kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman karena Allah memberikan kesempatan bertaubat dan mensucikan diri sekaligus melakukan berbagai amal ibadah yang bernilai pahala berlipat ganda sebagai persiapan dalam mengarungi bulan-bulan berikutnya.  Bahkan puasa yang Allah perintahkan pada bulan Ramadhan merupakan  bentuk syukur orang-orang yang beriman atas petunjuk dan hidayah yang datang dariNya lewat al Qur’an.

Demikianlah Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman berupa bulan Ramadhan dengan puasa sebagai amal unggulan yang diwajibkan kepada mereka sebagaimana seruannyaNya :” Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa..” QS al Baqoroh : 185. 

Masa-masa berpuasa adalah masa-masa yang indah.  Kalau dulu di masa kanak-kanak, sering sekali didendangkan lagu rukun Islam yang lima.  Maka saat kita dewasa, lagu itu hampir dipastikan selalu terngiang-ngiang di telinga kita.  Bahkan mengingat lagu itu  membuat kita makin  semangat menjalankan puasa.  Namun berjalannya waktu membuat kita semakin menyadari tentang hakikat puasa.  Kalau dulu, bisa jadi kita berpuasa dengan semangat hanya karena iming-iming hadiah dari orangtua atau karena harus mengisi buku agenda Ramadhan.  Sekarang tentu kadar puasa kita tingkatkan karena dorongan taqwa. Dalam berbagai haditsnya, kerapkali Rosulullah memberikan sindiran tentang rupa-rupa orang berpuasa.  Rosul bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun yang didapatkan hanya lapar dan haus saja..” (HR Thabrani).  Tak heran, meski di dalam hadits dikatakan bahwa saat Ramadhan, setan-setan dibelenggu, namun masih saja banyak orang yang melakukan kemaksiyatan. Jika saat Ramadhan, masih banyak yang melakukan kemaksiatan, bagaimana halnya pada saat di luar Ramadhan, dimana setan-setan tidak dibelenggu...? Namun Rosulullah berpesan, jika ingin puasanya menjadi berkualitas dan diterima Allah bahkan  menghapus dosa-dosa di masa lampau, maka berpuasalah karena landasan iman dan berharap keridhaan Allah saja. Sebagaimana sabdanya,”Siapa saja yang berpuasa karena iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu..” (HR Bukhory Muslim) 

Oleh karena itu siapa saja yang menginginkan dirinya terhindar dari kemaksiatan, maka hendaklah dia menjadikan puasa itu sebagai perisai.  Sejatinya orang yang berpuasa, rasa takutnya kepada Allah menjadi lebih bertambah. Hawa nafsunya lebih terkendali.  Sikapnya lebih berhati-hati. Tingkah laku dan kata-katanya lebih terkontrol.   Sebuah perjuangan yang sangat berat.  Seberat perjuangan  seekor ulat yang buruk rupa merubah diri menjadi seekor kupu-kupu  yang cantik jelita.  

Demikian juga yang dilakukan oleh manusia termulia, Rasulullah SAW.  Bulan yang sarat dengan perjuangan ini tidak disikapi beliau dengan biasa-biasa, namun disikapi dengan sambutan istimewa layaknya tamu agung.  Tidaklah beliau memasuki bulan Ramadhan melainkan mengawalinya dengan banyak melakukan puasa pada bulan Sya’ban.  Tidaklah beliau memasuki bulan Ramadhan melainkan banyak melakukan syiar-syiar Islam kepada kaum Muslimin tentang keutamaan Ramadhan agar mereka bersiap diri menyambut kedatangannya dengan persiapan sempurna.  Sedemikian hormatnya beliau pada bulan Romadhan, sehingga beliau mengucapkan banyak tahniah kepada para sahabatnya sebagai bentuk kegembiraan akan datangnya tamu nan agung.  Bahkan di penghujung bulan Sya'ban, beliau sebagai kepala Daulah di Madinah mempersiapkan orang-orang yang terpercaya. Mereka ini berjaga-jaga di seluruh negeri untuk melihat hilal Ramadhan sebagai tanda dimulainya awal Ramadhan.  Setelah hilal terlihat, orang-orang terpercaya ini menginformasikan kepada Rosulullah untuk disampaikan kembali kepada seluruh umat Islam. Beliau melakukan ini semua  seakan-akan Beliau tidak rela jika momen detik-detik pergantian bulan Sya’ban menuju bulan Ramadhan terlewatkan begitu saja.

Nah, bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita menyambutnya dengan persiapan optimal agar puasa berkualitas bisa kita raih ?  Puasa berkualitas untuk melakukan perubahan diri walaupun persentasenya sedikit demi sedikit. Puasa berkualitas untuk meraih kualitas keluarga dan umat terbaik.  Tentu banyak kiat yang harus dilakukan untuk mencapai target diatas, diantaranya :

Pertama, luruskan niat bahwa puasa yang akan kita lakukan tahun ini adalah puasa yang kita lakukan karena mengharap keridhoan Allah semata. Buatlah komitmen bahwa puasa tahun ini  haruslah puasa yang lebih baik dari puasa tahun lalu dan berusahalah untuk mewujudkan tujuan puasa yakni membentuk   pribadi yang bertaqwa serta keluarga dan umat yang terbaik.

Kedua, pahami hakekat Ramadhan dan puasa dengan sebenar-benarnya. Pemahaman itu didapatkan dari berbagai kajian pra Ramadhan maupun dari berbagai referensi yang terkait dengan pembahasan  seputar Ramadhan.  Kuasai juga fiqh puasa Ramadhan dari A sampai Z sehingga puasa kita menjadi amal sholih yang diterima Allah SWT.

Ketiga,  persiapkan amal-amal unggulan yang dilaksanakan selama Ramadhan untuk tambahan kebaikan bagi diri, keluarga dan umat.  Bahkan kalau perlu diagendakan dan ditargetkan selesai saat berakhirnya bulan Romadhan.  Misalnya jika dihari-hari biasa kita hanya bisa membaca al Qur’an  satu juz maka saat bulan Ramadhan, dalam sehari bisa  membaca 2 atau 3 juz.  Jangan lupa untuk menghafal beberapa ayat al Qur’an beserta artinya setiap hari. Qiyamullail dan shodaqoh juga merupakan aktivitas unggulan yang biasa dikerjakan Rosulullah saat Romadhan. Dan yang lebih penting, aktivitas ibadah yang bernilai wajib jangan sampai ditinggalkan. Menuntut ilmu, melakukan tugas sebagai pendidik generasi bahkan berdakwah adalah  aktivitas maha penting yang harus dilakukan pada bulan Ramadhan. Di saat umat, hatinya terpaut dengan zikir kepada Allah,  dekat kepada ayat-ayat Qur’an tentu akan lebih mudah menyentuh hati dan pemikiran mereka untuk menerima dakwah dalam rangka membumikan al Qur’an dalam setiap sendi kehidupan mereka. Hatta, momen Romadhan sangat tepat untuk mengajak umat untuk kembali menegakkan  Syariah dalam bingkai Khilafah. Fenomena kebijakan pemerintah yang zhalim serta sistem kapitalis sekuler yang banyak menyengsarakan rakyat menjadi entry point yang tepat untuk menggelorakan semangat perjuangan umat Islam kembali menjadi umat terbaik  di bawah naungan Khilafah.

Keempat, banyak-banyak bertaubat kepada Allah SWT  atas dosa-dosa kita kepadaNya.  Bersilaturahmi kepada orang tua dan sanak saudara, bersilah ukhuwah kepada saudara-saudara seaqidah dalam rangka memohon maaf atas segala kesalahan sehingga Allah memudahkan jalan kita untuk menggapai Ramadhan.

Kelima, persiapkan keluarga untuk bersama meniti sakinah, mawaddah wa rahmah dalam berkah Ramadhan.  Di tengah berbagai konflik yang mendera keluarga karena imbas sistem Kapitalisme, momen Ramadhan menjadi ajang introspeksi dari setiap anggota keluarga untuk menjadi keluarga unggul yang dapat mencetak generasi cemerlang. Madrasah Ramadhan menciptakan sekaligus mengembalikan keharmonisan keluarga yang mungkin sempat hilang atau mengalami kelesuan.

Nah, sudah siapkah kita sambut Ramadhan ? Sudah siapkan kita mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai amal sholih sebagai bentuk perjuangan kita untuk kembali menjadi pribadi-pribadi Muttaqiin yang Mukhlisin ? In syaa Allah..























Rabu, 11 Juni 2014

MEWUJUDKAN KELUARGA BERKUALITAS MENUJU INDONESIA SEJAHTERA

Oleh
Indah Kartika Sari, SP
Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Bengkulu

            Baiti Jannati (rumahku adalah surgaku) adalah dambaan setiap insan yang hidup berkeluarga. Demi mewujudkan cita-cita tadi, setiap tahun pemerintah memperingati Hari Keluarga Nasional. Puncak peringatan Hari Keluarga Nasiona XXI tahun ini   dipusatkan di Provinsi Jawa Timur. Tahun ini pemerintah mengangkat tema “Melalui Hari Keluarga Kita Tingkatkan Kualitas Keluarga Dalam Mewujudkan Indonesia Sejahtera”. Momentum Hari Keluarga Nasional (Harganas) diharapkan menjadi spirit untuk memperbaiki kondisi keluarga nasional yang saat ini diliputi kemuraman.
Bagaimana tidak, fenomena kemuraman keluarga ini merebak ke seantero negeri, tidak terkecuali keluarga-keluarga Bengkulu. Kasus perceraian di Propinsi Bengkulu sampai detik ini masih sangat memprihatinkan.  Disinyalir penyebab perceraian tersebut masih seputar disharmonisasi keluarga, permasalahan  ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan gangguan pihak ketiga. Saat ini kasus perceraian di Bengkulu ternyata masih didominasi oleh gugat cerai. Dan perlu jadi perhatian serius adalah akibat rapuhnya sendi keluarga serta merosotnya peran orangtua, fenomena kenakalan dan penyimpangan perilaku anak dan remaja  terus meningkat. Perilaku hedonis, pergaulan bebas, narkoba dan tawuran merupakan pukulan telak bagi ketahanan keluarga Indonesia.  Apalagi saat ini generasi Indonesia dihantui oleh ancaman predator pedofilia. Bagaimana nasib bangsa ini ke depan jika ancaman “lost generation” sudah nampak  di depan mata. Fenomena ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi keluarga-keluarga Indonesia. Eksistensi keluarga sebagai pencetak generasi perlu dipertanyakan kualitasnya.

Saat ini institusi keluarga  memang berada di bawah ancaman liberalisasi barat.  Rumah yang indah laksana istana di tengah taman-taman surga ini mau  diganti dengan gubug reot. Demikian perumpamaan liberalisasi barat untuk menghantam keluarga muslim.  Upaya ini dilakukan  secara sistemik melalui pembentukan undang-undang. Salah satunya melalui RUU Gender. RUU ini memandang perempuan diasumsikan sebagai pihak yang tertindas dan terdiskriminasi  akibat beban-beban berat yang dipikulnya.  Beban-beban berat yang dimaksud adalah hamil, menyusui, mendidik anak dan mengatur rumah tangga. Selain itu RUU ini juga menggugat banyak sekali hukum–hukum Islam yang dianggap mendiskriditkan perempuan. Hukum-hukum Islam yang terkait perwalian, nasab, waris, kepemimpinan dan nafkah menjadi sasaran rekonstruksi gender.  Atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan, kesehatan reproduksi perempuan, partisipasi politik perempuan, para perempuan berbondong-bondong terjun ke dunia publik. Tanpa terasa perempuan mulai melupakan komitmennya dalam keluarga dan tugasnya mempersiapkan generasi.

Selain itu, hilangnya kualitas dan kesejahteraan keluarga disebabkan kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kapitalisme.   Sistem ini telah mengeksploitasi sumber daya alam milik rakyat lewat tangan-tangan kroni-kroni penguasa dan para pemodal. Hubungan antara penguasa dengan rakyat ibarat hubungan  antara penjual pembeli.   Tidak aneh jika dalam sistem ini pengaturan urusan rakyat bukan tanggung jawab penguasa tetapi diserahkan pada mekanisme pasar.  Maka dalam urusan-urusan yang jadi hak rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi menjadi barang mahal.  Krisis ekonomi yang berkepanjangan buntut penerapan kapitalisme menyebabkan PHK di mana-mana.  Banyak laki-laki menjadi pengangguran. Lagi lagi perempuan menjadi andalan keluarga menggantikan peran laki-laki. Atas nama aktualisasi diri dan tuntutan ekonomi,  banyak perempuan  terjun ke dunia kerja termasuk dunia hiburan bahkan menjadi PSK.   Beban pekerjaan dan beban rumah tangga yang tidak seimbang menjadikan stress yang berkepanjangan sehingga memicu keretakan keluarga.  

Tentu saja mana ada yang mau rumah tangganya yang indah berganti menjadi gubug reot. Sudah terbukti bahwa liberalisasi dan kesetaraan gender menjadi biang keladi rusaknya tatanan keluarga dan masyarakat di Eropa. Perselingkuhan dan perceraian menjadi hal yang biasa. Pergaulan bebas bukan sesuatu yang tabu.  Institusi keluarga bukan menjadi pilar penting lagi.  Tak heran jika angka kelahiran di Eropa menurun drastis.  Artinya peradaban Eropa mulai mengalami kehancurannya.  Muncullah pendapat-pendapat yang tak masuk akal yaitu mengkloning manusia untuk “menciptakan” manusia baru. Jadi sangat tak layak RUU produk barat itu diadopsi oleh keluarga-keluarga Indonesia.

Sudah seharusnya keluarga-keluarga muslim Indonesia mempertahankan “rumahnya yang indah” hanya dengan sistem yang bersumber dari Zat Yang Maha Sempurna. Bagi setiap muslim, keluarga adalah tempat penanaman nilai–nilai Islam yang mulia. Keluarga akan menjadi  benteng yang kuat bagi anggotanya.  Keluarga juga akan menentukan corak bangunan masyarakat yang dibentuk. Oleh karena itu, kualitas keluarga menjadi visi bagi siapa saja yang akan mengarungi biduk rumah tangga.  Kualitas  dalam sebuah rumah tangga tidak hanya ditentukan dari aspek psikologis berupa kedamaian dan kebahagiaan pasangan suami istri  dalam menjalankan bahtera rumah tangga, namun juga ditopang oleh aspek ekonomi yakni kesejahteraan keluarga.

Sebagai agama yang benar dan sempurna, Islam tidak hanya memberikan gambaran kebahagiaan tapi juga menjelaskan upaya untuk meraihnya melalui seperangkat aturan.  Semuanya untuk menjamin agar  biduk rumah tangga dapat berlangsung dengan tenang dalam mengarungi kehidupan. Salah satunya adalah penetapan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suami maupun isteriPerbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga bukan untuk mendiskriminasikan perempuan tetapi demi harmonisasi peran masing-masing. Hikmah pembedaan hukum yang berkaitan pada perempuan sejatinya adalah perlindungan terhadap kehormatan dan kesucian perempuan, sesuatu yang tidak disadari dan dipahami para pegiat gender.
Kebahagiaan keluarga terasa semakin lengkap jika keluarga tersebut mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap. Setiap keluarga membutuhkan kekuatan finansial untuk dapat eksis. Kesejahteraan keluarga tidak bisa diraih melalui peran dan tanggung jawab individu atau keluarga saja. Islam menjamin tercapainya kesejahteraan hidup melalui mekanisme penerapan sistem politik ekonomi Islam dalam sistem pemerintahan Khilafah. Dalam politik ekonomi Islam, upaya meraih kesejahteraan bukan hanya dibebankan kepada individu dan keluarga, namun juga merupakan tanggung jawab negara Khilafah.
Negara Khilafah menetapkan bahwa Individu (suami/ayah) berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan dirinya juga keluarganya.  Sebab dalam pandangan Islam, yang pertama bertanggung jawab memenuhi nafkah keluarga adalah suami/ayah (QS al-Baqarah[2]:233). Jika seseorang tidak memiliki suami/ayah atau ada suami/ayah tapi mereka tergolong yang miskin sehingga tidak mampu menafkahi orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah ini beralih kepada ahli warisnya (QS al-Baqarah[2]:233)Mekanisme berikutnya adalah peran negara.  Negara sebagai penanggung jawab urusan umat wajib memenuhi kebutuhan warganya.  Islam menetapkan bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan dasar sebagai individu (sandang, pangan, dan perumahan) maupun kebutuhan kolektif berupa keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Agar negara bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan atasnya, maka Islam telah memberikan wewenang kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum seperti minyak, tambang besi, tembaga dan sebagainya.  Semua harta yang termasuk kepemilikan umum harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf perekonomian umat. Sebab, kekayaan tersebut adalah milik umat, sementara negara hanya mengelolanya. Jika negara mengelola semua harta milik umum dengan benar semata demi kemashlahatan rakyat, kemudian individu juga sungguh-sungguh berusaha untuk mencari rizki demi menafkahi diri dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kesejahteraan hidup individu rakyat akan terjamin. Dalam sistem Islam juga tidak akan ditemui para perempuan yang mendapat beban tambahan sebagai pencari nafkah.  Para perempuan tetap dapat melaksanakan tugasnya sebagai ibu tanpa diganggu dengan tuntutan bekerja.
Oleh karena itu hanya negara khilafah saja yang akan melindungi ibu dan mewujudkan keluarga yang berkualitas menuju  terbentuknya masyarakat dan peradaban Indonesia yang sejahtera, adil, kuat dan terdepan.



Minggu, 08 Juni 2014

MERETAS JALAN BARU MENUJU INDONESIA BANGKIT

Dimuat di Harian Rakyat Bengkulu, 21 Mei dan 22 Mei 2014



Oleh
Indah Kartika Sari,SP
Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Dewan Pimpinan Daerah I Provinsi Bengkulu


Setiap tanggal 20 Mei seluruh  komponen bangsa Indonesia selalu memperingati Hari  Kebangkitan Nasional.  Di tengah berbagai krisis yang menerpa Indonesia, setidaknya momentum ini menjadi angin segar seluruh rakyat Indonesia untuk bangkit dari keterpurukannya.  Pasalnya,  harkitnas memiliki nilai historis perjalanan Indonesia menjadi bangsa yang  lepas dari penjajahan.  Harapannya memang demikian.  Namun setelah lebih dari seabad kebangkitan Indonesia diperingati, amat disayangkan fenomena yang ada nampak masih jauh dari harapan.
            Krisis yang melanda hampir semua aspek kehidupan setidaknya menjadi cermin. Kemiskinan, korupsi,  suap menyuap, kriminalitas, dekadensi moral menjadi pemandangan sehari-hari. Memang Indonesia sudah lepas dari penjajahan  fisik, namun belum lepas dari penjajahan pemikiran dan budaya bangsa lain (baca : barat).  Anak-anak negeri ini masih dilanda krisis kepercayaan diri yang sangat  parah.  Budaya membebek masih menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.   Wajarlah jika dalam perjalanannya hingga detik ini, bangsa Indonesia masih menjadi objek skenario bangsa lain.  Padahal sejatinya sebuah bangsa yang bangkit adalah bangsa yang mampu menjadi pemimpin dan pembawa perubahan tidak hanya bagi bangsanya tapi bagi dunia.
            Kenyataannya belum demikian bagi Indonesia.  Memang, Indonesia diakui oleh dunia sebagai bangsa kaya raya dengan sumber daya alamnya yang sangat melimpah.  Barang tambang berharga seperti emas, perak dan minyak bumi merupakan aset penting bagi Indonesia.  Semua ini seharusnya bisa membuat Indonesia punya posisi di mata dunia.  Sebab dengan kekayaaan yang luar biasa itu, taraf  hidup rakyat Indonesia bisa meningkat dan sejahtera.  Kenyataan malah sebaliknya. Justru kekayaan tersebut tidak dinikmati oleh rakyat.   Krisis identitas para pemimpin negeri ini yang membuat pengelolaan SDA diserahkan kepada pihak swasta maupun asing atas nama investasi.
            Faktor yang tidak kalah pentingnya bagi kebangkitan Indonesia adalah potensi demografi. Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia yang luar biasa. Tetapi patut disayangkan jumlah yang sedemikian besar belum juga mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bangkit. 
            Ditambah lagi, Indonesia telah mengalami berkali-kali suksesi kepemimpinan.  Tidak hanya di pucuk pimpinan tertinggi namun juga di jajaran kabinet dan lembaga legislatif.  Harapannya suksesi kepemimpinan dapat memunculkan sosok pemimpin yang dapat menghantarkan bangsa ini kepada kemajuannya.  Belum lagi sistem kenegaraan yang sering berganti-ganti. Mulai dari zaman orde lama, orde baru hingga reformasi.  Dari corak sosialisme di era Bung Karno sampai corak kapitalisme di era Soeharto.   Sistem kenegaraan yang bercorak neoliberalisme di era reformasi pun sudah dicoba. Betapa banyak dana dan energi yang dikeluarkan untuk melaksanakan pemilu, namun hasilnya tidak  banyak berubah.  Indonesia masih menjadi negara dunia ketiga.   Bahkan banyak pihak yang mengklaim Indonesia sebagai failed state karena kebijakannya yang gagal mensejahterakan rakyat.
            Lalu adakah yang salah dengan jargon kebangkitan yang diusung oleh perintisnya ?? Apakah jalan kebangkitan saat ini masih layak dipertahankan dan dapat menjadi acuan saat Indonesia berusaha bangkit mengejar ketertinggalannya ??
Ketika memperbincangkan makna kebangkitan, mau tidak mau harus ada tolak ukur yang jelas dan landasan kebangkitan itu sendiri. Harus diakui  hari kebangkitan nasional yang bertahun-tahun diperingati sudah mulai kehilangan urgensinya.   Sehingga peringatan itu hanya sebatas seremonial belaka tanpa makna.  Wajar jika bangsa ini tidak menemukan spirit perjuangan yang mendorong mereka untuk bangkit dari segala keterpurukan.   Slogan-slogan kebangkitan  yang ada hanya sebatas wacana. Menggugah sesaat kemudian meredup kembali.
Mengacu pada definisi kebangkitan yang digagas oleh Syaikh Hafidz Sholih dalam bukunya Falsafah Kebangkitan : Dari Ide Hingga Metode, dikatakan bahwa kebangkitan suatu bangsa akan diperoleh saat taraf berfikir masyarakatnya meningkat yaitu dengan mengadopsi pemikiran mendasar dan menyeluruh atau memeluk ideologi tertentu.   Amerika Serikat mampu menjadi negara adidaya karena ideologi kapitalis yang diembannya.  Uni Sovyet dulu pernah menjadi negara adidaya karena ideologi sosialismenya.  Bahkan   bangsa arab yang jahiliyah berubah menjadi bangsa berperadaban tinggi dengan ideologi Islam yang diterapkan negara Madinah di bawah pimpinan Rasulullah.
Saat ini Indonesia merupakan negara yang mengekor kebijakan negara-negara adidaya. Sehingga secara ideologis, Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengadopsi nilai-nilai kapitalis barat.  Realitas membuktikan runtuhnya Uni Sovyet hakikatnya karena kerusakan ideologi yang dianutnya.  Demikian juga dengan kapitalisme barat.  Fakta menunjukkan kekuatan ideologi kapitalisme adalah ibarat fatamorgana.  Secara lahiri ibarat raksasa yang kuat namun kenyataannya bertubuh keropos di sana sini.  Amerika memang diagung-agungkan karena kedigdayaannya.  Namun pada dasarnya hampir kolaps karena kerusakan ideologi yang dianutnya.  Sebab sejatinya kapitalisme adalah ideologi buatan manusia yang gagal memanusiakan manusia.  Ideologi eksploitatif yang rakus dan menghalalkan segala cara.  Ujung-ujungnya akan menghantarkan  manusia pada kehancurannya.  Banyak kalangan menilai-yang notabene lembaga think thank Amerika sendiri- sudah memprediksi bakal kehancuran Amerika dan ideologinya dalam waktu dekat.  Ini berarti riwayat kapitalisme akan segera tamat menyusul sosialisme yang sudah lebih dahulu hancur.
Mengambil pelajaran dari perjalanan bangsa-bangsa di dunia, sudah seharusnya Indonesia berusaha bangkit dengan jalan kebangkitan yang lain. Di dunia ini, harapan kebangkitan tinggal bertumpu kepada ideologi Islam, ideologi yang berasal dari Sang Pencipta Manusia.  Ideologi ini sudah membuktikan selama berabad-abad lamanya mampu merubah dunia dengan peradabannya yang maju dan mensejahterakan manusia, laki-laki dan perempuan, muslim dan non muslim, dari  yang berkulit putih hingga berkulit hitam serta berbagai macam ras. Banyak orientalis barat dengan jujur mengakui bukti itu.   Dalam bukunya The Story of Civilization, Will Durant mengatakan  “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batasyang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas, dimana fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas,
hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad
".
Saat ini, setelah kejatuhan rezim-rezim penguasa dunia Arab yang diktator, seluruh dunia sedang menanti  detik-detik kebangkitan  ideologi Islam yang diemban oleh institusi Khilafah.  Sistem Khilafah sejatinya adalah sistem hakiki yang berasal dari Allah Sang Robbul Izzati.  Sistem kenegaraan global yang mampu menjadikan bangsa Indonesia dan bangsa manapun di dunia ini menjadi bangsa yang bangkit, maju dan terdepan di segala bidang.
                Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai wujud kepedulian terhadap bangsanya,  Hizbut Tahrir Indonesia mengadakan Kampanye Indonesia Milik Allah.   Kampanye ini diadakan di 68 kota di Indonesia  bertajuk Konferensi Islam dan Peradaban (KIP), mengambil tema  “Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi  dan Sistem Ekonomi Liberal”.  Puncak acara KIP diadakan di Jakarta, hari Sabtu tanggal 31 Mei 2014.  Di Provinsi Bengkulu, acara ini digelar pada tanggal 27 Mei 2014.


           
                     



                                                                                                              









Quo Vadis Sistem Pendidikan Indonesia

Dimuat di Harian Radar Bengkulu, 2 Mei 2014

Oleh   Indah Kartika Sari, SP
(Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Dewan Pimpinan Daerah  I Propinsi Bengkulu)

            Tahun ini, hari pendidikan nasional  kembali diperingati di tengah  gegap gempita suasana perubahan politik Indonesia.  Sangat  beralasan  jika  peringatan hardiknas tahun ini pemerintah mengambil tema “ Pendidikan Untuk Peradaban Indonesia Yang Lebih Unggul”.    Sebab tidak bisa dipungkiri pendidikan memiliki pengaruh besar dalam proses perubahan menuju peradaban yang dicita-citakan.  Namun sistem pendidikan seperti apa yang seharusnya  dijalankan pemerintah  sehingga peradaban unggul bisa terwujud ?
            Melihat sejenak sistem pendidikan  Indonesia, secara jujur kita harus mau mengakui bahwa sistem pendidikan kita masih  dihadapkan pada kondisi yang sangat pelik dari berbagai aspek.  Dari sisi kualitas anak didik, sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih belum  dikatakan mampu mencetak generasi unggulan berkarakter pemimpin. Jamak generasi saat ini memiliki kecenderungan membebek,  individualis  dan mengalami disorientasi kehidupan. Setiap hari dunia pendidikan dibuat muram dengan kasus-kasus kenakalan remaja seperti tawuran, pergaulan bebas hingga narkoba.  Ketakutan akan terjadinya “lost generation” nampaknya sudah di depan mata. Apakah yang terjadi dengan bangsa ini di masa depan jika generasi penerusnya adalah generasi yang  hedonis, berkepribadian rapuh dan tak peduli dengan permasalahan bangsa ? 
            Jika berbicara tentang anak didik, tentu tidak lepas dari peran tenaga pendidik/guru yang menjadi pelaku utama dalam pendidikan.  Kualitas guru sangat menentukan kualitas anak didik.  Namun  kasus-kasus guru yang selama ini mencuat di depan publik menjadi kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kredibitas dan kapabilitas  guru  masih dipertanyakan.  Kasus predator pedofilia di salah satu lembaga pendidikan internasional di Jakarta menjadi bukti lemahnya fungsi pengawasan dan pengasuhan guru terhadap anak didik sehingga anak didik menjadi intaian pelaku pelecehan seksual.  Di sisi lain, gaji guru yang masih jauh di bawah standar secara tidak langsung berkorelasi dengan profesionalitas dan etos kerja guru.  Pengaruhnya terasa  semakin menggerus  idealisme guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sebab secara manusiawi, beban hidup yang menghimpit akibat sistem kapitalis meniscayakan para guru mencari tambahan penghidupan sehingga fokus perhatian terhadap anak didik menjadi berkurang.
            Rumitnya permasalahan dunia pendidikan di Indonesia diperparah dengan kurikulum pendidikan yang berbasis sekuler matrealis. Adalah wajar jika output pendidikan adalah generasi-generasi yang lebih mengejar kepentingan nilai tinggi dan materi serta melupakan aspek moralitas dan integritas. Tingginya biaya pendidikan semakin mendorong para pelaku pendidikan mengedepankan aspek “balas jasa” kepada orang tua daripada memanfaatkan ilmu yang sudah di dapatnya untuk kemaslahatan umat. Disingkirkannya agama dari kehidupan membuat semakin maraknya kriminalitas yang dilakukan oleh kaum terdidik (intelektual).  Mereka adalah orang-orang yang memang kapabel di bidangnya.  Namun sayang di sisi lain mereka adalah orang-orang yang justru dipertanyakan kredibilitasnya.
Terbukti bahwa sistem demokrasi sekuler sudah  tidak mampu menghasilkan output pendidikan yang mumpuni untuk bangsa ini.  Sementara itu turunan demokrasi yaitu sistem liberalisasi ekonomi terbukti nyata menjadikan pendidikan sebagai hajat hidup yang dikomersialisasikan. Wajarlah jika pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang berduit.  Kalangan menengah ke bawah hanya menikmati fasilitas pendidikan seadanya bahkan dibiarkan begitu saja hidup dalam kebodohan. Tak heran  jika angka buta huruf  di Indonesia tergolong masih tinggi.
 Di tengah-tengah kekalutan persoalan  quo vadis sistem pendidikan Indonesia, kembali kepada syariah dalam bingkai Khilafah menjadi alternatif jitu agar umat Islam kembali menjadi umat terbaik. Dalam system Khilafah, himbauan Rosul tentang kewajiban menuntut ilmu direalisasikan dengan sebenar-benarnya. Pendidikan merupakan hak  dasar setiap warga dan dijamin oleh negara. Semua rakyat dalam negara Khilafah mendapatkan pendidikan yang gratis dan berkualitas. Pembiayaan pendidikan diambil dari kas negara.  Tentu saja politik pendidikan sangat bergantung kepada kebijakan ekonomi negara.  Negara yang mengadopsi sistem ekonomi Islam tentu saja menjadikan semua kekayaan alam milik rakyat dikelola berdasarkan syariat Islam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat termasuk dalam pembiayaan pendidikan. Negara tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA berdasarkan mekanisme pasar yang menjadi basis ekonomi liberal. Dengan demikian, tentu harapan untuk memberikan gaji guru dengan jumlah yang layak menjadi kenyataan.  Para intelektual akan lebih kreatif dan inovatif dalam menghasilkan karya-karya besar dalam dunia pendidikan.  Negara akan memberikan penghargaan yang setimpal dengan karya-karya tersebut dan memanfaatkan karya-karya tersebut untuk kemaslahatan rakyat.   
Tanggung jawab negara dalam menyempurnakan kewajiban menuntut ilmu bagi seluruh rakyat dibarengi dengan kurikulum pendidikan berbasis aqidah Islam.  Kurikulum ini bertujuan menghasilkan  output pendidikan yang berkepribadian Islam, menguasai saintek, peduli terhadap bangsa sebagai cikal bakal calon pemimpin masa depan. Supaya kurikulum tersebut terintegrasi secara utuh dalam diri anak didik, negara khilafah hanya akan memberikan lisensi mengajar kepada para tenaga pendidik/guru yang sudah dianggap memiliki kelayakan integritas, profesionalitas dan etos kerja.
Dengan kecemerlangan sistem pendidikan Islam, tidak heran negara Khilafah selama berabad-abad lamanya telah menghasilkan output pendidikan yaitu generasi unggul dambaan umat.  Mereka adalah sosok-sosok negarawan yang mujtahid dan sosok ulama yang mujahid.  Oleh karena itu quo vadis pendidikan Indonesia hanyalah dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam institusi khilafah demi terwujudnya peradaban Indonesia yang maju, kuat dan terdepan.


Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...