Mendengar ungkapan
“Baitiy Jannatiy” atau “Rumahku adalah Surgaku” serasa menyejukkan hati. Betapa tidak, suasana surga yang menyenangkan
dan menggembirakan hadir di tengah-tengah rumah tangga. Datangnya tamu agung bulan Ramadhan yang
penuh berkah seakan melengkapi suasana damai rumah tangga dalam naungan cinta
Ilahi. Rumah tangga bagaikan surga dunia
ini digambarkan Allah SWT dengan ungkapan Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Firman Allah SWT :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu Mawaddah dan Rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [QS Ar-Rum 21].
Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani
dalam kitabnya an-Nizhom al-ijtima’iy fii al-Islam, menjelaskan konteks
ayat ini yang artinya, pernikahan itu
menjadikan suasana sakinah yaitu suasana di mana seorang suami merasa cenderung
kepada istrinya. Begitu pula sebaliknya,
istri pun akan cenderung kepada suaminya.
Keduanya akan merasa tentram dan damai di sisi pasangannya
masing-masing. Kecenderungan ini membuat
mereka akan merasa dekat dan akan berusaha saling mendekat, bukannya saling
menjauh. Rasa tentram dan damai itu akan
membuat suasana bahagia. Kedekatan dan
keakraban yang terjadi pada suami istri akan memunculkan rasa cinta (mahabbah)
sehingga muncullah suasana mawaddah yang menjadi pelekat kuat hubungan pasangan
suami istri. Dengan adanya mawaddah, rumah
tangga muslim akan bertabur cinta
dan kemesraan. Mawaddah akan tercipta
bila suami istri saling memberi,
sering mengingat dan mensyukuri kebaikan masing masing serta menjalin
komunikasi yang penuh dengan kehangatan
dan persahabatan.
Dengan berjalannya
biduk rumah tangga mereka dari waktu ke waktu, maka Allah menurunkan suasana
rahmah (rasa kasih sayang). Rahmah
adalah bentuk kasih sayang suami istri
tanpa adanya imbalan, saling menutup kekurangan masing-masing dan menjadi
pelengkap ketika mawaddah sudah mulai menurun.
Suasana rahmah yaitu cinta
dan kasih sayang yang tulus, tak pernah
lapuk dimakan waktu juga tak pudar dimakan usia.
Maa syaa Allah, karena
suasana rahmah inilah, kita sering melihat betapa seorang suami masih setia
kepada istrinya walaupun secara fisik istrinya sudah tidak cantik dan tidak
menarik lagi. Suasana rahmah membuat kita
dibuat takjub dengan pasangan suami istri yang awet hingga mereka menjadi kakek nenek. Bahkan suasana rahmah membuat kita kagum
dengan kesetiaan suami dalam mendampingi
istrinya menjalani hari-harinya yang tak berdaya dan ketulusannya merawat sang istri dengan segala
keterbatasannya. Padahal di saat yang
sama suami itu mampu untuk menikah lagi. Namun saat itu, suasana rahmah-lah
yang berperan besar menopang keutuhan rumah tangga. Subhaana-Llah, siapa lagi yang menurunkan
suasana sakinah,mawaddah dan rahmah itu
kalau bukan Sang Pemilik Cinta dan Kasih Sayang…?
Ketika Allah SWT
menurunkan ayat tersebut tentu saja
Allah menginginkan sebuah pernikahan tersebut diliputi kedamaian dan
ketentraman. Kedamaian dan ketentraman ini merupakan awal dari suasana bahagia.
Suasana bahagia akan menciptakan keluarga tangguh yang siap melahirkan generasi
cemerlang.
Rasulullah SAW
menegaskan lebih rinci tentang gambaran kebahagiaan seorang muslim dalam
sabdanya:
اربع من
السعادة : المرأة الصالحة والمسكن الواسعة والجار الصالح والمركب الهنىء—واربع من
الشقاء: الجار السوء والمرأة السوء والمركب السوء والمسكن الضيق (رواه أبن حبان(
“Ada empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang: istri
yang shalehah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang baik, dan kendaraan
yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang : tetangga yang
jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang jelek dan tempat
tinggal yang sempit”.(HR.Ibnu
Hiban)
Namun sangat disayangkan, saat Ramadhon seperti sekarang rumah
tangga muslim masih banyak yang diliputi kemuraman. Ramadhan yang penuh dengan keberkahan belum
mampu menciptakan suasana bahagia dalam rumah tangga muslim. Krisis identitas keluarga muslim masih
menjadi persoalan yang belum
terselesaikan hatta Ramadhan tiba.
Meski Ramadhan sudah silih berganti datang dan pergi, fenomena
disharmonisasi keluarga ini menjadi persoalan yang terus merebak ke seantero negeri, tidak terkecuali Bengkulu.
Kasus perceraian di Propinsi Bengkulu sangat memprihatinkan. Ini ditunjukkan oleh peningkatan
angka perceraian
dari tahun ke tahun. Penyebab perceraian didominasi oleh permasalahan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
dan gangguan pihak ketiga. Selain itu faktor perceraian juga disebabkan oleh
pasangan menikah usia muda yang belum matang dalam menyelesaikan persoalan
rumah tangga. Tidak hanya di kota Bengkulu, kasus perceraian juga meningkat
pesat di kabupaten-kabupaten. Di
Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur, tingginya angka perceraian diduga
akibat perselingkuhan di dunia jejaring
sosial. Di Kabupaten Rejang Lebong, dari 600 perkara perceraian
yang mengajukan ke pengadilan agama, didominasi
393 kasus cerai gugat. Amat mencengangkan bahwa kasus perceraian di
Bengkulu ternyata didominasi oleh gugat cerai. Sebuah penelitian mahasiswa FISIP Universitas Bengkulu tentang meningkatnya fenomena gugat
cerai. Diantara penyebabnya adalah
banyak istri menjadi wanita karir,
sehingga penghasilan istri lebih besar,
istri tidak sabaran dan menuntut hal-hal diluar kemampuan suami (seperti
uang belanja), istri merasa memiliki hak yang sama dengan suami
apalagi hak perempuan sudah diatur oleh UU sehingga jika ada KDRT, istri berani menuntut cerai suami. Sebab lain, pendidikan
perempuan sudah tinggi sehingga perempuan merasa lebih mandiri dan tidak
membutuhkan suami lagi.
Tentu saja meningkatnya angka perceraian ini membawa
dampak negatif yang tidak kalah memprihatinkan. Ini terbukti dari
tingginya penderita HIV AIDS di Bengkulu yang 90 persennya didominasi
oleh kelompok usia produktif seperti pelajar, pemuda dan mahasiswa. Disinyalir meningkatnya penderita HIV
AIDS di Bengkulu salah satunya akibat broken home. Hal ini
sejalan dengan ungkapan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Pusat dr. Sugiri Syarief, MPA bahwa kenakalan dan penyimpangan
perilaku anak dan remaja dari tahun ke tahun yang terus meningkat merupakan
bukti rapuhnya sendi kehidupan perkawinan dan keluarga serta
merosotnya peran orangtua akibat ancaman nyata liberalisasi keluarga (situs
BKKBN online 2010).
Meski Ramadhan hadir di tengah-tengah rumah tangga muslim, namun rumah
tangga muslim sudah mulai kehilangan visi dan misi dalam
membentuk dan menjalankan biduk rumah tangga. Suasana sistem
sekuler kapitalis telah menggerus peran suami, istri dan
anak. Dampak ekonomi liberal telah memaksa para suami
terpaksa kehilangan peran utamanya sebagai pencari nafkah
akibat PHK. Kerasnya sistem sekuler kapitalis telah memaksa
para istri menggantikan peran suami menjadi pencari
nafkah. Beban kerja yang sedemikian tinggi ditambah
konsekuensi meninggalkan keluarga jauh ke negeri orang telah membuat para istri
mengalami tekanan psikologis yang berat. Mereka terpaksa mengorbankan
peran utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi.
Ketidakmampuan memikul beban rumah tangga dan pekerjaan secara bersamaan
telah memicu konflik rumah tangga yang berujung pada keretakan. Nasib
generasi berada di ujung tanduk. Kehilangan makna kebahagiaan
dan kasih sayang akibat perceraian kedua orang tuanya.
Suasana ibadah Ramadhan yang sarat dengan taqwa sudah
terkikis dalam keluarga muslim. Motivasi materi
telah memaksa para orang tua mengejar karir hingga melupakan
kenikmatan beribadah di bulan Ramadhan. Sang anak tidak dapat
lagi merasakan suasana ibadah di bulan Ramadhan bersama kedua orang tua
mereka. Di kala buka puasa tiba, anak hanya sendirian
menyantap hidangan berbuka tanpa kehadiran orang tua yang masih berada di
tempat kerja. Sang anak juga tidak dapat merasakan betapa
nikmatnya tadarrus al Qur’an dan qiyamullail bersama orang tuanya.
Pada saat sahur pun, ibu mereka tidak dapat
menghidangkan hidangan sahur bahkan ayah yang diharapkan
dapat memberikan nasehat-nasehat penggugah jiwa pun tak
didapatkan pula karena keduanya masih tertidur pulas akibat keletihan dalam bekerja. Sekalipun Ramadhan hadir, namun suasana keluarga terasa
gersang dan jauh dari nilai-nilai ruhiyah. Bahkan
yang memprihatinkan, Ramadhan yang syahdu terusik dengan berbagai
keributan akibat konflik dalam rumah tangga. Stress dan beban
mental melanda pemikiran dan hati anak-anak. Di akhir
Ramadhan, tidak ada persiapan dalam menyambut datangnya malam Qodar.
Keluarga justru tersibukkan dengan persiapan menyambut lebaran.
Para ayah di malam-malam i’tikaf justru bekerja keras mencari
tambahan biaya untuk persiapan menyambut lebaran. Lebaran
hanya dijalankan sebatas seremonial belaka. Pasca Romadhan, tidak
ada yang berbekas dari madrasah Ramadhan selain
rutinitas tanpa makna. Wajar saja jika dengan
berlalunya Ramadhan, degradasi moral generasi
dan tingkat perceraian semakin bertambah.
Oleh karena itu seiring dengan datangnya Ramadhan tahun ini,
penting bagi keluarga muslim menjadikan Ramadhan
sebagai madrasah untuk mengembalikan “role” keluarga
muslim sejati. Keluarga muslim
sejati adalah potret keluarga yang menjadikan aqidah
Islam sebagai landasan dalam membangun hubungan suami, istri dan anak-anak dalam suasana
kesakinahan. Rumah tangga dibangun atas dasar ikatan
yang kokoh (mitsaaqon gholizhon) yang menjadikan Allah
sebagai Saksi sekaligus sebagai Wakil dalam segala urusan dalam rumah
tangga. Bagi suami sebagai qowwam dalam rumah tangga, istri dan anak
adalah titipan sekaligus amanah Allah yang harus dipelihara
kefitrahan dan kesucian aqidahnya. Dengan kepemimpinannya itu, suami
memiliki otoritas hendak kemana biduk rumah tangganya itu akan diarahkan. Tentu
dengan dasar aqidah yang kokoh, suami tidak akan membiarkan debu-debu
kehidupan sekuler kapitalis mengikis habis keyakinan,
pemikiran bahkan sikap istri dan
anak-anaknya.
Keluarga muslim sejati akan menjadikan keridhoan Allah
sebagai satu-satunya tujuan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
Menjadikan taqwa kepada Allah sebagai landasan dalam membangun rumah tangga.
Menjadikan ketaatan kepada syariah sebagai bekal dalam
menyelesaikan berbagai persoalan rumah tangga. Aqidah yang kokoh akan membawa pemahaman
setiap anggota keluarga bahwa rizki itu berasal dari Allah sehingga tugas suami
adalah berusaha memberikan makanan, pakaian, pendidikan dan kesehatan berasal dari nafkah yang halal dan thoyib. Anggota keluarga yang
lain berusaha agar suami atau kepala keluarga tidak
terperosok ke dalam pekerjaan yang haram. Aqidah yang
kokoh akan melahirkan sikap ketaatan istri kepada suami dalam
rangka ketaatan kepada Allah. Aqidah yang kokoh akan memunculkan kepatuhan anak kepada orangtua. Aqidah yang
kokoh pun akan melahirkan sikap ridho seorang istri dalam
menjalankan kewajibannya sebagai ummun wa robbatul
bait. Sementara itu aqidah yang
kokoh juga akan menjadikan suami
memperlakukan istri dan anak-anaknya seperti sahabat
yang bisa saling berbagi. Aqidah yang kokoh akan
menjadikan seluruh anggota keluarga melaksanakan berbagai kewajiban tanpa
menuntut hak-haknya karena meyakini bahwa hak-hak
sekaligus pahala akan diperoleh setelah melaksanakan berbagai
kewajiban dalam keluarga.
Keberadaan sebuah keluarga di masyarakat akan terasa lengkap
jika semua anggota keluarga terlibat aktif dalam
melakukan perubahan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri
bahwa rusaknya sistem di masyarakat menjadi pangkal persoalan
disfungsi keluarga. Oleh karena itu Allah SWT
membimbing pasangan suami istri untuk berdoa tidak
hanya meminta kepadaNya agar dikaruniakan pasangan hidup dan
anak-anak yang menjadi penyejuk mata (qurrata a’yun)
namun juga memohon agar menjadi pemimpin bagi
umat Islam. Menjadi teladan sekaligus
agen perubahan di masyarakat untuk membimbing mereka
menuju umat yang terbaik. Ramadhan menjadi
momen yang tepat bagi keluarga muslim
untuk menularkan ruh perjuangan kepada
masyarakat di sekitarnya. Keterlibatan keluarga muslim
dalam ajang buka bersama atau kegiatan
kultum ba’da tarawih menjadi sarana yang tepat
untuk menyebarkan opini penegakkan Syariah dan Khilafah.
Potret keluarga samara dambaan umat tidak begitu saja
terwujud setelah ijab kabul diucapkan. Sebab
setelah itu, suami dan istri akan memikul
amanah setengah agama bahkan menempuh
banyak ujian dalam proses mengharmonisasi
dua orang yang berbeda karakter dan latar
belakang sekaligus keluarga besar masing-masing
di belakangnya. Untuk itu ada beberapa kiat yang
menjadi pedoman bagi siapa saja akan memasuki jenjang
rumah tangga atau pun yang sudah
menjalaninya, diantaranya :
Pertama,
menetapkan visi dan misi berumah tangga. Dengan datangnya
Ramadhan, suami dan istri dapat
melakukan evaluasi sekaligus introspeksi
terhadap tahun-tahun perjalanan keluarga yang
sudah mereka bina selama ini. Bahkan perjalanan
baru sebuah keluarga dapat dimulai lagi sejak datangnya Ramadhan.
Setiap anggota keluarga dapat membuat rancangan
aktivitas Ramadhan untuk menguatkan visi dan misi
keluarga yang sudah ditetapkan oleh kepala keluarga.
Kedua,
mengazzamkan niat berkeluarga untuk meraih keridhoan Allah.
Menjadikan hidup berkeluarga sebagai sarana
beribadah kepada Allah juga menjadi lahan untuk
meraih pahala sebanyak-banyaknya.
Berkeluarga menjadi sarana untuk belajar
menjadi pemimpin dan siap untuk dipimpin
sesuai kapasitas amanah yang dimiliki.
Berkeluarga juga sebagai sarana untuk membentuk
suami sholih, istri sholihah sekaligus anak-anak
yang sholih dan sholihah yang semuanya akan masuk ke dalam
surga bersama-sama (QS az Zukhruf : 70).
Ketiga, Setiap
anggota keluarga memahami hak dan kewajiban masing-masing. Perbedaan
peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga bukan untuk
mendiskriminasikan perempuan tetapi demi harmonisasi peran masing-masing.
Hikmah pembedaan hukum yang berkaitan pada perempuan sejatinya adalah
perlindungan terhadap kehormatan dan kesucian perempuan, sesuatu yang tidak
disadari dan dipahami para pegiat gender. Merefresh
kembali hak dan kewajiban suami istri dapat dilakukan
melalui proses belajar baik dengan metode training atau
dauroh yang bisa dilakukan saat moment Ramadhan. Ingatlah bahwa
kehidupan berkeluarga adalah kehidupan yang penuh dengan proses belajar
dan menggali pengalaman sebanyak-banyaknya. Sering-seringlah
melakukan sharing dengan pasangan suami istri yang lebih senior dan
berpengalaman.
Keempat, mengenal
lebih dekat keluarga-keluarga teladan di masa Rosulullah. Mereka
adalah keluarga-keluarga yang telah berhasil meraih semua
kriteria kebahagian yaitu kebahagiaan seksual, kebahagiaan moral,
kebahagiaan intelektual, kebahagiaan spiritual dan kebahagiaan ideologis. Semua
kebahagiaan tersebut dapat diraih melalui sistem yang kondusif bagi
lahirnya keluarga samara yang ideologis. Kebahagiaan keluarga akan
terasa lengkap jika ditunjang oleh kebahagiaan material yaitu kesejahteraan
keluarga. Hal ini dicirikan keluarga tersebut mampu memenuhi semua kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap. Setiap keluarga
membutuhkan kekuatan finansial untuk dapat eksis.
Kesejahteraan keluarga
tidak bisa diraih melalui peran dan tanggung jawab individu atau keluarga
saja. Islam menjamin tercapainya kesejahteraan hidup melalui mekanisme
penerapan sistem politik ekonomi Islam. Dalam politik ekonomi Islam, upaya
meraih kesejahteraan bukan hanya dibebankan kepada individu dan keluarga, namun
juga merupakan tanggung jawab negara. Individu (suami/ayah) berkewajiban
untuk mencukupi kebutuhan dirinya juga keluarganya. Dalam pandangan
Islam, yang pertama bertanggung jawab memenuhi nafkah keluarga adalah
suami/ayah (QS al-Baqarah[2]:233). Jika seseorang tidak memiliki suami/ayah
atau ada suami/ayah tapi mereka tergolong yang miskin sehingga tidak mampu
menafkahi orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kewajiban nafkah ini
beralih kepada ahli warisnya (QS al-Baqarah[2]:233).
Mekanisme berikutnya
adalah peran negara. Negara sebagai penanggung jawab urusan umat wajib
memenuhi kebutuhan warganya. Islam menetapkan bahwa negara wajib memenuhi
kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan dasar sebagai individu (sandang, pangan,
dan perumahan) maupun kebutuhan kolektif berupa keamanan, kesehatan, dan
pendidikan. Agar negara bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan atasnya, maka
Islam telah memberikan wewenang kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan
umum seperti minyak, tambang besi, tembaga dan sebagainya. Semua harta
yang termasuk kepemilikan umum harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka
mewujudkan kemajuan taraf perekonomian umat. Sebab, kekayaan tersebut adalah
milik umat, sementara negara hanya mengelolanya. Jika negara mengelola semua
harta milik umum dengan benar semata demi kemashlahatan rakyat, kemudian
individu juga sungguh-sungguh berusaha untuk mencari rizki demi menafkahi diri
dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, maka kesejahteraan hidup
individu rakyat akan terjamin.
Dalam sistem Islam juga
tidak akan ditemui para perempuan yang mendapat beban tambahan sebagai pencari
nafkah. Para perempuan tetap dapat melaksanakan tugasnya sebagai ibu
tanpa diganggu dengan tuntutan bekerja. Negara melindungi ibu dan keluarga agar
sejahtera dan dapat menjadi pendukung terbentuknya masyarakat yang kuat. Itulah
gambaran negara khilafah yang menerapkan aturan Allah secara keseluruhannya.
Oleh karena itu, hukum Allah SWT saja yang diterapkan oleh negara khilafah yang
dapat menjaga keutuhan keluarga sekaligus menjamin kebahagiaan dan
kesejahteraannya. Ramadhan adalah moment tepat bagi keluarga
muslim untuk berkontribusi mewujudkannya. WaLlaahu a’lam
bish-showab..