Rabu, 26 Desember 2018

Bincang Tokoh Kito edisi spesial Risalah Akhir Tahun "Menuju Perubahan Hakiki"

Pada Hari Minggu tanggal 23 Desember 2018 telah diadakan Bincang Tokoh Kito edisi spesial mengambil tema Risalah Akhir Tahun dengan tema “Menuju Perubahan Hakiki”.
Tahun 2018 diwarnai oleh berbagai peristiwa politik penting yang mempengaruhi pemikiran dan perasaan umat. Kesadaran umat untuk kembali kepada Islam politik terlihat event akbar 212.   Pembicara I, Ibu Feliyanah, S.Pd yang membawakan materi dengan tema" Rezim Sekuler sepanjang tahun 2018 (gagal, ingkar janji, Anti Islam dan Antek Asing) menguraikan bahwa selama tahun 2018, BBM mengalami kenaikan lebih dari 2 kali. Dampak dari kenaikan harga BBM ini berpengaruh besar terhadap kenaikan bahan pokok. Penguasa pro kepada asing dan aseng dengan cara membuka kran TKA besar-besaran sedangkan pribumi sendiri banyak yang menjadi pengangguran. Beberapa contoh diatas  merupakan point janji yang diingkari oleh penguasa hari ini.  Berbagai kerusakan moral anak bangsa, minimnya kesejahteraan masyarakat disebabkan banyaknya janji rezim yang diingkari dan tidak terlepas karena dijauhkannya Islam dari politik dan bernegara.  Pemateri 2, ibu Indah Kartika Sari, SP mengangkat materi dengan tema "Menuju Perubahan Hakiki". Beliau menjelaskan bahwa ada 2 faktor menuju perubahan hakiki yaitu Sistem dan pemimpinnya.Beliau juga memaparkan negeri kita hancur seperti saat ini  disebabkan oleh diterapkannya sistem yang rusak dan pemimpin yang tidak bertaqwa. Ibarat rumah yang hampir roboh tapi bangunannya hanya di tambal sulam tanpa di rekonstruksi ulang. Dengan begitu, pemilik rumah hanya menunggu waktu robohnya bagunan tersebut. Saat ini kita sangat membutuhkan pemimpin yang selalu mengingatkan rakyatnya untuk taqwa kepada Allah dan mengajak rakyatnya untuk mendakwahkan islam. Pemimpin seperti ini hanya kita dapatkan hanya dalam sistem pemerintahan Islam yaitu dibawah naungan institusi Khilafah 'Ala Minhajin nubuwwah. Acara ini dihadiri oleh lebih kurang 50 orang peserta dan semua peserta setuju bahwa perubahan hakiki akan tercapai dengan ditegakkannya syariat Islam dalam naungan Khilafah.

Sabtu, 24 Maret 2018

Wanita, Berdaya Atau Diperdaya ?


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah (Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Perbincangan tentang wanita  selalu menarik.  Bukan karena wanita  kerap disebut-sebut  dalam momen tahunan.  Tetapi di balik kelembutannya, ternyata wanita menyimpan daya besar.  Banyak ungkapan yang menggambarkan kehebatan dan kekuatan  wanita.  Begitu hebatnya wanita sehingga digambarkan  wanita adalah tiang negara.    Tak hanya  hebat bagi dirinya, wanita ternyata juga berada di belakang  pria hebat .    Siapa yang tak kenal sosok BJ Habibie ?  Di balik sukses  beliau ternyata ada peran istrinya, Ibu Ainun Habibie.

Konon, sekalipun kurang akalnya, ternyata wanita  adalah sosok kuat  yang memainkan peran  dalam memegang percaturan  dunia.  Sebut saja  Zeyno Baran,  seorang tokoh wanita Yahudi konsultan Nixon Center yang sempat menjadi penasehat Presiden Bush.  Dialah wanita think thank AS  yang merancang strategi adu domba di antara gerakan-gerakan Islam  untuk tujuan menghalangi  kebangkitan Islam.

Saat ini, dengan slogan wanita modern, banyak wanita  yang berlomba-lomba  memberdayakan dirinya. Tak hanya berkarir di luar rumah, menjadi pemain bola, petinju dan pegulat pun dilakoninya juga.  Walau menuai kontroversi,  beberapa  wanita  pernah menjadi imam sholat  bagi jamaah laki-laki.  Sekarang bermunculan  sosok polisi dan satpol wanita, kernet sampai supir bis wanita.  Semua itu menunjukkan  bahwa  wanita bisa menunjukkan eksistensi dan kesejajarannya di hadapan pria.

Namun di balik gerakan pemberdayaan wanita yang di usung feminisme, ada racun berbalut madu yang  mematikan wanita.  Ingin  berdaya  menopang  ekonomi keluarga,  wanita justru diperdaya  menjadi mesin-mesin uang yang mencabut  fitrah keibuan mereka.   Ingin berdaya lewat eksistensi keperempuanannya,  yang terjadi  wanita diperdaya  lewat eksploitasi tubuhnya demi kepentingan bisnis dengan mengorbankan rasa  malu mereka.  Ingin berdaya lewat intelektualnya, justru mereka  diperdaya  liberalisasi perempuan  dengan menjual ayat-ayat  Allah melalui rekonstruksi fikih perempuan.  Ketika tiang negara ini rapuh, maka rapuhlah seluruh sendi-sendinya.  Bukan bahagia dan sejahtera yang diraih, namun pemberdayaan yang berujung  pada keretakan keluarga  dan hancurnya generasi.

Pada dasarnya manusia memang makhluk yang  menginginkan agar dirinya eksis dan berdaya guna.  Sebab keinginan itu berasal dari dorongan naluriahnya.  Dan itu sah-sah saja selama tidak melanggar fitrahnya. Oleh karena itu, Allah  SWT membatasi eksistensi  manusia hanya dengan taqwanya.

“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling taqwa..”(QS Al Hujurat : 13)

Selama  perempuan berpegang dengan taqwa, tak perlu merasa iri dengan kelebihan yang telah Allah anugerahkan pada  laki-laki. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah  Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]

Dari sisi kemanusiaannya, Allah telah mengkaruniakan laki-laki dan perempuan potensi akal yang membuat mereka menerima beban taklif yang sama.   Dalam hal ibadah (sholat, puasa, zakat, haji), berdakwah,  menuntut ilmu dan muamalah, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama.    Sementara karena perbedaan jenis,  Allah telah membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.  Perempuan memiliki rahim yang  mempersiapkan dirinya menjadi ibu dan pendidik generasi sementara laki-laki dibebankan kepadanya kewajiban mencari nafkah.  Dengan bentuk  tubuh yang “khas”, perempuan diperintahkan menutup aurat sementara  tubuh laki-laki yang kekar  dipersiapkan untuk menjalankan  kewajiban berjihad.   Pembedaan itu bukanlah untuk tujuan merendahkan perempuan melainkan  menjadikan perempuan sosok yang terpelihara lagi dimuliakan.

Untuk itu tak  perlu menuntut diberdayakan secara fisik karena  Allah  telah mempersiapkan  perempuan menjadi manusia yang kuat dengan mengandung calon bayi penerus generasi manusia.  Tak perlu menuntut diberdayakan secara  karir karena Islam telah memberikan perempuan karir terbaik sebagai ibu dan pendidik generasi.  Tak usah menuntut diberdayakan dalam bidang pendidikan, karena faktanya masa keemasan Islam telah mewujudkan perempuan-perempuan ulama  dan intelektual.  Tak usah menuntut diberdayaakan dalam bidang ekonomi karena faktanya selama 13 abad hidup dalam naungan Khilafah, semua perempuan hidup bahagia dan sejahtera.

Mari kita bercermin pada  perempuan-perempuan  penghulu  ahli surga.  Khadijah yang memberdayakan hartanya untuk perjuangan dakwah suami tercinta.  Fathimah, istri yang memberdayakan  dirinya untuk berkhidmat  dalam rumah tangganya,  Maryam yang mewakafkan dirinya untuk beribadah dengan hidup membujang serta  Asiyah yang mengorbankan nyawanya untuk meninggikan kalimat Allah.  Merekalah sosok perempuan sukses dunia akhirat.  Berdaya bagi keluarga dan umat.  Tak terperdaya dan diperdaya oleh zamannya.

Minggu, 18 Maret 2018

Feminisme Penghancur Khilafah


#Opini


Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Sholawat dan salam terhatur untuk Baginda Rasulullah SAW yang telah mewariskan dua  harta tak ternilai  yaitu Al Quran dan As Sunnah yang menjaga kita dari kesesatan  selama  memegang teguh keduanya.  Sholawat  teriring salam juga kita sampaikan kepada  sebaik-baik pemimpin umat yang telah mewariskan negara Khilafah yang agung  selama  berabad-abad  lamanya.

Negara ini  yang telah merubah wajah dunia.  Negara yang merubah  kegelapan menjadi bersinar  terang.  Negara yang menghapus  kejahiliyahan  berganti dengan  ilmu dan pemahaman.  Negara yang mengangkat harkat dan martabat  manusia ke posisi tertinggi sebagai khairu ummah.  Di dalam naungannya, lelaki begitu dihargai, perempuan  sangat dimuliakan.  

Dalam negara ini,  perempuan tak perlu ribut menuntut haknya.  Tanpa diminta, negara  Khilafah telah menjamin semua hak perempuan  sejak dia  masih dalam kandungan.  Negara Khilafah memang mempersiapkan perempuan sebagai sahabat  laki-laki dalam  membentuk  peradaban melalui perannya dalam  mencetak generasi.   Sekalipun perannya memang peran rumahan  tapi  negara Khilafah memberikan ruang bagi perempuan untuk aktif dan berkontribusi dalam  dalam  pendidikan, kesehatan,  dakwah bahkan dalam  bidang politik.  Terukir dengan tinta emas, beberapa nama perempuan yang memiliki andil besar  dalam  peradaban dunia di masa itu.

Para feminis mungkin akan terkagum-kagum  jika mereka melihat kiprah Maryam Asturlabi  dalam bidang astronomi.  Mereka  juga akan melongo  seandainya mereka hidup di era Kholifah Umar Bin Khattab yang  kebijakannya dikritik oleh seorang perempuan demi menjalankan peran politiknya.  Mereka juga pasti akan bertobat dari upaya pemberdayaan ekonomi  perempuan ketika melihat betapa sejahteranya perempuan  di masa Kholifah Umar  bin Abdul Aziz.

Kenyataannya feminisme  adalah salah satu  alat yang digunakan kafir barat untuk menghancurkan Khilafah.   Dalam sejarahnya  yang panjang  orang-orang kafir  selalu menyimpan kebencian kepada kaum muslimin.   Kebencian itu tertuang dalam perang salib  yang berlangsung  selama 2 abad  dalam  6 gelombang.  Kekalahan telak dalam  perang salib membuat orang-orang kafir  berfikir untuk membuat strategi baru untuk menghancurkan kaum muslimin.  Strategi itu adalah menyerang pemikiran kaum muslimin melalui serangan misionaris. Peter Venerabilis, dialah misionaris Kristen pertama yang merancang penyerangan umat Islam lewat pemikiran-pemikiran mereka. Peter membuat sebuah pernyataan yang ditujukan untuk umat Islam, “Aku menyerangmu, bukan sebagaimana sebagian dari kami (orang-orang Kristen) sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata. Dan bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta”.

Di saat yang sama, kemunduran taraf berfikir membuat umat Islam  terkagum-kagum dengan  peradaban barat yang mulai  maju sejak revolusi Prancis  tahun 1789  masehi.  Untuk pertama kalinya Kekhilafahan membuka pintu bagi masuknya tenaga pendidikan dari barat  dan diikuti dengan pengiriman pelajar-pelajarnya ke berbagai perguruan tinggi di Eropa.

Dampak dari pengiriman para pelajar ke Eropa ternyata sangat luar biasa.  Pemikiran barat mulai meracuni  benak para pelajar Khilafah Utsmani.  Untuk pertama kalinya di negara Khilafah berkembang ide nasionalisme,  liberalisasi ekonomi  hingga feminisme.  Adalah Rufa’ah ath Thahthawi, seorang pelajar yang terpengaruh  dengan pemikiran barat seputar kebebasan perempuan.  Kehidupan sosial Eropa begitu menginsipirasi  benaknya  khususnya yang berkaitan dengan pendidikan perempuan, poligami, pembatasan perceraian dan pembauran dua lawan jenis (ikhttilath).

Tak hanya itu, ide kebebasan perempuan atau feminisme juga diusung oleh intelektual muslim lainnya.  Pada tahun 1899 Masehi,  Qasim Amin, salah seorang murid Muhammad Abduh  menerbitkan 2 buku yang kental dengan ide feminisme barat.  Dua buku itu berjudul Tahriru al Mar’ah (Kebebasan Wanita) dan Al Mar’ah al Jadiidah (Wanita Modern) yang banyak menyerang ajaran-ajaran Islam yang terkait dengan perempuan seperti  hijab.

Walhasil serangan pemikiran barat telah  merontokkan sendi-sendi kehidupan Islam  pada masa akhir Kekhilafahan Turki.  Apalagi setelah Kemal At Taturk   memisahkan kekuasaan dengan kekhilafahan pada tahun 1922 masehi hingga dihilangkannya Khilafah dari muka bumi pada tahun 1924 masehi.   Kamal at Taturk memerintahkan perempuan menampakkan auratnya, meninggalkan rumah-rumah mereka dan bercampur baur dengan kaum pria.  Sejak saat itulah  episode kelam dari kehidupan  perempuan  dimulai.  

Referensi :
Visi dan Paradigma Tafsir Al Quran Kontemporer,  DR. Abdul Majid Abdus Salam Al Muhtasib
Ad Daulah al Islamiyyah, Syekh Taqiyuddin An Nabhani

#WanitaMuliaDenganIslam
#KhilafahAjaranIslam

Selasa, 13 Maret 2018

Perempuan Dalam Kumparan Kemiskinan


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Muslimah Raflesia Rindu Khilafah)

Salah satu problem yang dialami penduduk dunia saat ini adalah problem kemiskinan.  Sistem kapitalisme telah menciptakan kesenjangan  ekonomi  yang  melahirkan kemiskinan struktural.  Dan korban paling banyak adalah perempuan. 

Serangan  negara-negara kafir barat ke sejumlah  negeri muslim  seperti Suriah, Palestina dan Rohingya berefek semakin banyaknya  perempuan dimiskinkan.  Banyak perempuan  di Ghouta yang makan sampah untuk menyambung hidup.  Mereka mencuci ulang popok anak-anak mereka dengan air cucian yang sudah berkali-kali dipakai.

Nasib buruk juga dialami perempuan-perempuan  Indonesia.  Karena kemiskinan, mereka rela pergi meninggalkan anak dan suami  untuk menjadi tulang punggung keluarga.  Kehidupan mereka sebagai TKW di negeri orang tak jarang dibayangi mimpi buruk pelecehan seksual dan penyiksaan.
Bengkulu sebagai provinsi termiskin di Sumatera, secara langsung memberikan efek buruk bagi penurunan kesejahteraan warganya. Tingginya tingkat kemiskinan di Bengkulu memberikan dampak yang sangat luas dalam kehidupan hingga tingkat keluarga, terutama bagi kaum perempuan. Ini terlihat dari banyaknya perempuan yang menjalani beban ganda atau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga.Kebijakan pemerintah daerah dalam penerbitan ijin zona pertambangan  secara tidak langsung justru menimbulkan wabah kemiskinan di Provinsi Bengkulu (http://pedomanbengkulu.com/2017/12/kemiskinan-mengorbankan-perempuan/).
Kemiskinan perempuan hari ini  menjadi salah satu issu yang terus digaung-gaungkan para aktivis perempuan. WALHI  Bengkulu yang turut ambil peran dalam  peringatan hari perempuan internasional menilai bahwa kemiskinan perempuan disebabkan karena masih banyak perempuan yang belum mendapatkan secara maksimal hak akses dan informasi terkait pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Bengkulu. Lebih dari itu menurut aktivis perempuan, kemiskinan perempuan  lebih banyak dipengaruhi budaya patriarkhi.   Perempuan kurang diberikan hak sebagaimana laki-laki untuk memberdayakan dirinya secara ekonomi.

Oleh karena itu aktivis perempuan menganggap kesetaraan gender adalah solusi dari  kemiskinan perempuan.   Perempuan  diberikan hak yang sama dengan laki-laki di sektor publik.   Jadilah banyak perempuan yang terjun dalam pemberdayaan ekonomi perempuan.   Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan bekerja membantu ekonomi keluarga. Namun  alih-alih bisa  mensejahterakan ekonomi dan membahagiakan keluarga. Justru yang terjadi adalah eksploitasi perempuan. Di sisi lain, ketika kaum perempuan bekerja secara massif di luar rumah, beban ganda menjadi dilemma yang tak bisa terelakkan. Stress bisa datang sewaktu-waktu dan seringkali menyebabkan konflik dalam keluarga. Itulah sebabnya kenapa perceraian suami istri semakin meningkat yang saat ini penyebabnya didominasi karena faktor ekonomi yaitu eksistensi perempuan di dunia kerja. Fakta yang tak bisa dibantah, munculnya kemandirian ekonomi perempuan membuat mereka  mudah menuntut perceraian.  Kondisi ini diperparah dengan hilangnya fungsi ibu sebagai pendidik generasi.   Dunia kerja yang ketat, membuat para ibu menghilangkan “perasaan bersalah” meninggalkan kewajiban pengasuhan dan pendidikan anak melalui tempat penitipan anak (day care).  Kecenderungan meningkatnya tingkat kenakalan remaja (narkoba, miras, pergaulan bebas, tawuran) disinyalir akibat perceraian.. Lalu bagaimana mungkin perempuan bisa dikatakan sebagai tiang negara kalau kiprahnya dalam ekonomi justru menyebabkan robohnya ketahanan keluarga dan hancurnya generasi ???  Sudah selayaknya program pemberdayaan ekonomi perempuan mendapat kecaman dan kritis pedas atas upaya yang tidak akan pernah mengentaskan kemiskinan namun justru banyak menuai kerusakan.

Pada faktanya persoalan kemiskinan bukan hanya menimpa perempuan.  Siapa pun yang hidup dalam sistem kapitalisme akan merasakan kesulitan hidup yang merata.  Semua ini karena sistem kapitalisme telah menganakemaskan para pemilik modal untuk bebas menguasai  hajat hidup rakyat banyak.  Pada akhirnya rakyat dipaksa untuk membayar harga yang tinggi untuk memperoleh akses  pelayanan ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Di sisi lain, kafir barat melalui antek-anteknya dari kalangan penguasa, ulama su’ dan inteletual terus menerus menggembosi rakyat dengan kriminalisasi ajaran Islam.  Kampanye hitam tentang syariat Islam yang mengatur perempuan terus menerus dilancarkan.  Teranyar adalah kriminalisasi cadar oleh rektor IAIN yang notabene  pimpinan  perguruan tinggi Islam.  Padahal ajaran Islamlah  yang sesungguhnya  telah memuliakan sekaligus mensejahterakan  manusia tidak terkecuali perempuan.

Melalui pemberlakuan sistem ekonomi yang  cemerlang,  Kholifah Umar Bin Abdul Aziz telah berhasil mengentas kemiskinan sehingga dalam waktu 2 tahun selama masa pemerintahannya, tidak ada satupun rakyatnya menjadi penerima zakat.  Kholifah Umar bin Khattab telah membantu  seorang janda untuk lepas dari kemiskinan dengan pemberian bahan makanan secara cuma-cuma.  Tak hanya warga muslim yang menikmati kesejahteraan namun juga warga non muslim.  Sorang Yahudi tua peminta-minta pada masa Kholifah Umar  diberikan jaminan hidup sepanjang hayatnya dari kas baitul maal. 

Demikianlah penerapan syariat Islam dalam sistem Khilafah telah berhasil  mengeluarkan manusia yang hidup di dalamnya dari kumparan kemiskinan.  Sementara program pemberdayaan ekonomi perempuan a la  feminis sama sekali tidak mensejahterakan perempuan malah menjatuhkan perempuan dalam kumparan kerusakan.

#PerempuanMuliaDenganIslam
#PerempuanDanIslam
#SelamatkanPerempuanDenganKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah
#IslamRahmatanLilAalamiin

Jumat, 02 Maret 2018

Ghouta, Doa Dan Menolak Lupa

#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)
Ghouta, hingga detik ini masih menjadi saksi tumpahnya darah ratusan kaum muslimin. Ghouta adalah satu dari sekian banyak rentetan tragedi berdarah yang menimpa umat Islam. Sebelumnya Palestina, Rohingya dan beberapa negeri Islam telah mengalami peristiwa memilukan yang menyayat jiwa. Kaum muslimin bukan sedang berperang. Mereka sedang dibantai oleh musuh-musuh Islam yang tidak pernah senang dengan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Padahal ribuan tahun lalu, Baginda Nabi telah mengingatkan kita dengan sabdanya, “Sesungguhnya hancurnya dunia, itu lebih ringan di sisi Allah, dari pada TERBUNUHNYA SEORANG MUSLIM.” (HR. Nasa’i 3987, Turmudzi 1395, dan dishahihkan Al-Albani).
Kini jutaan nyawa kaum muslimin tidak lagi berharga. Para penguasa umat Islam menganggap dunia lebih berharga dari pada nyawa kaum muslimin. Di tengah-tengah situasi mencekam yang terus meliputi Ghouta, penguasa Indonesia masih sempat pergi nonton film Dylan di bioskop. Seolah-olah sosok Dylan lebih berharga dari pada nyawa anak – anak Ghouta.
Sejatinya Ghouta dan Indonesia ibarat saudara sekandung. Aqidah Islamlah yang seharusnya menyatukan mereka. Namun sekat-sekat nasionalisme telah merusak ikatan aqidah yang suci ini. Hingga hilanglah sabda Rasul dari ingatan mereka.
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam“ (HR Bukhori Muslim)
Peristiwa demi peristiwa pembantaian keji kaum muslimin di berbagai wilayah telah berlangsung di depan mata. Namun hingga kini belum ada satu pun penguasa kaum muslimin yang mengangkat senjata membebaskan mereka. Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk. Hati mereka terserang penyakit wahn yang parah sehingga tidak bisa lagi merasakan derita sakit yang menimpa umat Islam.
Sebagian besar umat Islam dunia bagaikan buih di lautan yang terombang ambing tak lagi punya kekuatan. Saat mereka melihat dan mendengar tragedi Ghouta, hanya kecaman dan doa yang terdengar. Anak-anak dan perempuan Ghouta tak lagi berharap pada pertolongan saudara-saudaranya di luar sana. Mereka hanya bisa pasrahkan semuanya pada hari pengadilan Sang Maha Perkasa.
Jangan lupa, Ghouta dan seluruh negeri Islam yang tertindas hanyalah satu dari sekian efek buruk dari tragedi besar yang menimpa umat pada abad ke 19. Tanggal 3 Maret 1924 adalah hari yang tidak pernah akan terlupakan dalam ingatan. Induk segala kebaikan selama lebih kurang 13 abad yaitu negara Khilafah yang memayungi seluruh umat Islam sedunia telah dihancurkan Kemal At Taturk, pengkhianat umat yang notabene agen Inggris.
Ketika Sang Junnah hilang, doa-doa yang terlantun seakan-akan senjata yang tumpul. Al Quran bagaikan singa yang tak bertaring. Bukankah doa sudah sering kita lantunkan untuk keselamatan saudara-saudara kita di Palestina, Rohingya juga Ghouta ? Bantuan kemanusiaan pun sudah banyak kita kirimkan. Orang-orang kafir barat ternyata tidak takut dengan doa dan bantuan kita. Dalam sejarah umat Islam yang panjang, musuh – musuh Islam hanya takut kepada jihad dan Khilafah !!
Jangan lupa, Allah menyuruh kita untuk tidak hanya berdoa tapi juga berusaha. Berusaha untuk merubah nasib kita !! Berusaha agar Khilafah sebagai taaj al furudh (mahkota kewajiban) kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar Ro’du : 11)
Jangan lupa dengan perjuangan Sultan Muhammad II, seorang Kholifah yang terkenal dengan gelar al Faatih (Sang Pembebas). Sebuah kisah indah kolaborasi antara doa, jihad dan Khilafah menjadi kekuatan besar yang digunakan kaum muslimin untuk mewujudkan janji Allah yaitu menaklukkan Kota Konstatinopel.
Malam hari, mereka habiskan waktu dengan sujud dan untaian doa-doa panjang agar Allah memenangkan mereka. Di siang hari, mereka terus melakukan jihad dan berfikir keras untuk menaklukkan Konstantinopel termasuk melakukan upaya di luar logika manusia seperti menjalankan kapal di daratan. Dengan ijin Allah, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukkan dalam waktu 50 hari pada tahun 1453 M.
Walhasil, Ghouta, Palestina, Rohingya dan semua negeri kaum muslimin yang tertindas hanya akan bebas melalui tangan seorang Kholifah dan tentaranya melalui jihad diiringi kekuatan doa kaum muslimin.
Oleh karena itu, tidak ada aktivitas yang lebih penting bagi kaum muslimin saat ini selain berjuang menegakkan Khilafah melalui dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Perjuangan penegakkan Khilafah saat ini sudah mencapai hasil yang menggembirakan. Kesadaran kaum muslimin tentang urgensi adanya Khilafah telah mencapai level yang mengagumkan. Maka jadilah kita semua menjadi saksi sekaligus pelaku datangnya pertolongan Allah yaitu tegaknya Khilafah jilid kedua di akhir zaman ini.
Dan jangan lupa selalu lantunkan doa terbaik untuk keselamatan kaum muslimin Ghouta dan kembalinya Khilafah dalam waktu dekat.
اللهمّ سلّم إخواننا في غوطة و سائر البلاد المسلمين المظلومين...
Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami di Ghouta dan seluruh negeri-negeri Islam yang tertindas...
اللهمّ عجّل لنا ..عجّل لنا بإقا مة الخلا فة على منهاج النبوّة...
Ya Allah, segerakan bagi kami...segerakan bagi kami… tegaknya Khilafah yg berdiri dg metode kenabian...
Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin…

Minggu, 25 Februari 2018

Bercocok Tanam Di Jalan Berlobang


#Opini


Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)

Warga Bengkulu sekarang punya hobby baru yaitu bercocok tanam di jalan yang berlubang.   Memang  tanaman tersebut  tidak akan pernah tumbuh  dengan subur.  Sebab fungsinya hanya untuk menutupi jalan yang berlobang sehingga menghindarkan pengguna jalan dari kecelakaan.

Jalan-jalan provinsi di 10 kabupaten dan kota Bengkulu ternyata  banyak sekali yang rusak.  Coba kita susuri  jalan di sepanjang Jembatan Rawa Makmur Kota Bengkulu.  Jalan sudah tidak karuan lagi bentuknya karena banyak yang berlobang.  Bukan cuma lobang-lobang kecil lagi tapi sudah banyak yang besar-besar.   Bagi anda yang  berkendaraan, harus ekstra hati-hati  sebab sudah banyak kasus  pengendara motor yang terjatuh di sana.  Sudah banyak mobil yang macet  tidak bisa jalan karena terjebak  dalam lubang yang menganga.  Sampai-sampai penulis membayangkan jembatan itu akan ambruk apabila jalan tidak segera diperbaiki.

Sementara itu kondisi jalan di pinggiran Kota Bengkulu juga tak kalah memprihatinkan. Jalan di Jalan WR. Supratman Kelurahan Kandang Limun, Kota Bengkulu misalnya butuh perhatian. Kondisi jalan yang menjadi kewenangan provinsi tersebut kini banyak berlubang dan meresahkan pengguna jalan dan masyarakat yang tinggal di sekitar jalan tersebut (http://pedomanbengkulu.com/2017/12/jalan-berlubang-di-kandang-limun-bahayakan-pengguna-jalan/).

Masyarakat secara swadaya sudah menambal jalan dengan semen. Untuk lubang yang besar dan menganga warga memasang ban bekas agar tidak membahayakan pengguna jalan.

Bagaimana  dengan jalan-jalan provinsi yang ada di Kabupaten ?  Ternyata kondisinya sama saja.   Di Kabupaten Rejang Lebong,   warga  pun  menanami jalan berlobang  besar itu dengan tanaman pisang. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rejang Lebong yang  meninjau lokasi, terkejut dengan  besarnya lobang jalan dan mengkhawatirkan  para pengguna jalan jika jalan berlobang itu tidak segera  diperbaiki (http://pedomanbengkulu.com/2018/02/bpbd-tinjau-jalan-rusak-yang-ditanam-pohon-pisang/).

Mengingat  jalan merupakan salah satu sarana penting dalam aktivitas sehari-hari,  maka  selayaknya pemda provinsi menaruh perhatian besar  terhadap pembangunan infrastruktur yang penting ini. Apalagi APBD 2018  yang baru saja disahkan diprioritaskan untuk kebutuhan rakyat Bengkulu  khususnya pembangunan jalan dan perbaikan RSUD (http://berita86news.blogspot.co.id/2017/12/apbd-2018-kota-bengkulu-di-sahkan.html).  

Janji-janji kampanye setiap calon gubernur Bengkulu juga mengusung perbaikan infrastruktur. Rakyat  bahkan kadung percaya bahwa gubernur Bengkulu adalah orang-orang yang punya jaringan modal besar sehingga  bisa  mendatangkan dana pembangunan besar ke Bengkulu.

Namun janji tinggal janji.  Tiga orang  gubernur Bengkulu  terjerat kasus korupsi.  Bahkan mantan gubernur Ridwan Mukti  resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Bengkulu yang dibiayai APBD.  Sementara  dalam kasus korupsi mantan gubernur Agusrin Najamuddin,  APBD Bengkulu telah merugi  Rp. 20 milyar (https://www.jpnn.com/news/korupsi-apbd-bengkulu-rp20-m).

Begitulah sistem demokrasi telah membuat pemimpin tega membohongi dan menzhalimi  rakyatnya.  Penguasa dalam sistem demokrasi  menjadikan hubungan dengan rakyatnya adalah  hubungan bisnis  untuk kepentingan kekuasaan 5 tahun sekali.  Dalam pembangunan  infrastruktur, penguasa berkongkalingkong dengan pihak swasta.   Swasta yang pada dasarnya ingin untung besar seringkali  memanipulasi kebutuhan materiil pembuatan jalan  sehingga  jalan yang dibuat cepat rusak.  Gara-gara jalan rusak,  nyawa manusia banyak yang melayang. Pengendara yang berusaha menghindari jalan berlubang, malah terjatuh dan kemudian terlindas kendaraan yang melaju di belakangnya. Lalu mana tanggung jawab pemerintah daerah yang tak peduli dengan nyawa manusia akibat jalan rusak dan berlubang yang lambat diperbaiki atau tak pernah diperbaiki (atau malah sering diperbaiki tetapi uangnya dikorupsi sehingga kualitas perbaikan jalan tak semestinya) ?

Kontras sekali dengan penguasa di zaman keemasan Islam.  Penguasa adalah penanggung jawab semua urusan umat.  Bahkan penguasa bertindak sebagai perisai yang melindungi rakyat.

والأميرُ راعٍ وَهُوَ مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ. (متفق عليه)

Seorang penguasa adalah pemimpin.  Dan dia bertanggung jawab terhadap yang diurusnya (HR Muttafaqun alaihi)

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Teringat  kisah Umar bin Khattab  tentang jalan berlubang di Irak. Amirul mukminin yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis, dan kelihatan sangat terpukul. Informasi  tentang peristiwa yang terjadi di tanah Iraq telah membuatnya sedih dan gelisah. Seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab bekata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”

Dalam redaksi lain yang pernah saya dapatkan Umar bin Khattab berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya ?"

Sementara  pada masa kekhilafahan setelah Umar, para Kholifah sangat menaruh perhatian besar pada pembangunan insfrastruktur. Sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.

Islam dengan institusi Khilafahnya akan membangun berbagai infrastruktur demi melayani dan memudahkan urusan rakyat. Pembangunan infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit, jalan raya, terminal, pelabuhan dan lain sebagainya dilakukan dalam rangka melayani kebutuhan rakyat. Negara juga akan berusaha membangun infrastruktur dengan dana mandiri tanpa membebani rakyat, apalagi mengandalkan dana dari utang luar negeri.

Khilafah akan membangun infrastruktur dengan dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeserpun dana masyarakat. Apakah itu mungkin? Tentu, sangat mungkin. Dengan kekayaan milik umum yang dikuasai dan dikelola oleh negara, maka tidak ada yang tidak mungkin. Ini sudah dibuktikan dalam sejarah Khilafah di masa lalu, baik di zaman Khulafa’ Rasyidin, Umayyah, ‘Abbasiyyah hingga ‘Utsmaniyyah. Contoh mutakhir adalah proyek pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, Syam hingga Istambul. Proyek ini dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II hanya dalam waktu 2 tahun. Bukti peninggalan ini masih bisa dilihat di Madinah. Bahkan, hebatnya Sultan Abdul Hamid II membangunnya dengan dana pribadinya.

Begitulah Islam dengan negara Khilafahnya berhasil memenuhi kebutuhan rakyatnya dalam pembangunan infrastruktur.  Semua itu didukung oleh pelayanan prima dari penguasa  yang dibacking sistem ekonomi yang tangguh.  Di masa itu, tak ada cerita  rakyat bercocok tanam di jalan-jalan  berlobang.

#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah

Stress Melanda, Zikrullah Obatnya


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Perindu Khilafah)

Semakin modern zaman, ternyata jenis penyakit  juga semakin beraneka ragam.   Penyakit populer yang sering melanda manusia zaman now adalah stress.   Stress  adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Stres)


Salah satu indikasi seseorang terkena penyakit stress adalah tidak fokus dalam melakukan aktivitas, menangis sampai melakukan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal dan tidak normal bahkan membahayakan dirinya dan orang lain (https://halosehat.com/penyakit/stres/penyebab-stress).  Akibat putus cinta,  seorang pemuda  stress dan nekat naik  menara sutet lalu  mengancam bunuh diri. Beban ekonomi yang sulit telah  membuat  seorang ibu stress lalu tega membunuh anaknya.



Di Bengkulu sendiri, tingkat stress warganya semakin lama semakin meningkat (http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2014/10/22/warga-bengkulu-stres-tambah-banyak/).  Banyaknya warga Bengkulu yang stress membuat RSJKO kewalahan untuk menyediakan anggaran untuk perawatan (biaya makan minum dan ruang perawatan).  Rata-rata  penyebab stress warga Bengkulu adalah tekanan ekonomi, putus cinta, gagal masuk  PTN hingga kehilangan orang yang dicintai.  Rata-rata penderita stress adalah warga usia produktif kisaran 16 tahun sampai 70 tahun.

Stress tak hanya melanda rakyat kebanyakan namun juga melanda para pejabat negara hingga politikus.  Banyak politikus  stress yang masuk RSJ karena kalah pilkada atau gagal jadi anggota dewan.  Pejabat negara rupanya juga ikut-ikutan stress akibat hutang negara membengkak. Akibatnya mereka membuat kebijakan yang merugikan rakyat.   Impor garam dan pemakaian dana haji untuk biaya infrastuktur merupakan indikasi  pejabat negara stress sehingga kebijakan yang dibuat banyak yang tidak masuk akal. Tekanan asing yang tidak menghendaki Islam  Ideologis berkembang di Indonesia, menyebabkan  pemerintah mengalami “stress berat” sehingga secara membabi buta mengkriminalisasi ormas Islam dan para ulama.



Kehidupan yang kian hari bertambah sulit disinyalir menjadi penyebab utama stress melanda. Persaingan untuk mengejar uang, jabatan dan prestise membuat manusia bertingkah   rakus seperti hewan.  Gaya hidup yang berorientasi fun, food dan fashion menjadikan orang tidak lagi berfikir aspek kemanusiaan, akhlak apalagi ruhiyah.  Kehidupan manusia nyaris seperti robot.   Kaya tapi tak menikmati hidup.  Sehat secara fisik tapi hati dan jiwanya lemah.  Pintar tapi  punya sifat dengki dan dendam.



Tentu saja obat medis takkan cukup mengobati kepala pusing akibat stress.  Pusing akan hilang sesaat tapi hati tetap was-was tak tenang.  Ketika iman dalam kondisi tidak stabil, orang  yang dilanda stress cenderung mengambil  jalan pintas seperti bunuh diri atau  menenggak miras/narkoba.
 


Benarlah kata Opick bahwa obat mujarab dari stress adalah mengingat Allah (zikrullah).



Allah berfirman :


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ



Artinya  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Rad : 28)
Mengingat Allah atau zikrullah  tak cukup lisan  melafazhkan kalimat thoyyibah di majelis – majelis zikir.  Membuat hati tenang dan bahagia  tak cukup dengan mengikuti  kajian-kajian  tazkiyyatun nufus dan training – training ESQ.
  


Menurut  Al Qarafi   dalam Kitab Ad Dakhirah (lihat Kitab Min Muqawwimat hal 131),  zikir yang utama itu adalah  mengingat  Allah  ketika melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya.   Makna  zikrullah yang sebenarnya adalah ketika  kitabullah  dipahami makna-maknanya dan diterapkan hukum-hukum yang terkandung  di dalamnya.  Makna zikrullah  juga berarti  idrak shillah billah yaitu kesadaran penuh terhadap  hubungannya dengan Allah manakala  berbuat.   Jadi zikrullah sebenarnya adalah  taqwa  ilaLlah  dengan menjadikan  hukum-hukum Allah sebagai satu-satunya solusi persoalan manusia baik dalam kehidupan  individu sampai kehidupan negara.



Tatkala masalah mendera,bagi orang yang beriman tidak ada solusi yang lebih ampuh  selain ingat kepada Allah serta janji-janjiNya, takut kepada  azabNya yang pedih  dan selalu ridho dengan ketetapanNya.   Pemahaman  terhadap masalah qodho yang benar tidak akan membuat  seorang pemuda berlarut- larut dalam masalah karena dia yakin jodoh di tangan Allah.   Seorang ibu tidak akan membunuh anaknya karena  dia  yakin  rezki itu dari Allah sementara membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya adalah dosa besar.  

Namun kesholihan individu  tak cukup untuk meredam penyakit stress.  Pemberantasan penyakit stress juga memerlukan  kesholihan negara dengan penerapan hukum-hukum Allah secara keseluruhan.  Di masa kekhilafahan, stress adalah penyakit langka.  Manusia yang hidup dalam naungan  sistem Khilafah merasakan ketenangan,  kebahagiaan dan kesejahteraan yang nyata.  Pasalnya, penguasa  memberikan   jaminan kehidupan yang  memanusiakan  manusia.



Nasib Omar Bakri yang stress nyambi sana sini tak pernah ada di era Kholifah Umar bin Khattab. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, terdapat kebijakan pemberian gaji kepada para pengajar Al-Qur’an masing-masing sebesar 15 dinar, di mana satu dinar pada saat itu sama dengan 4,25 gram emas. Jika satu gram emas Rp. 500.000,00 dalam satu dinar berarti setara dengan Rp 2.125.000,00.  Dengan kata lain, gaji seorang guru mengaji adalah 15 dinar dikali Rp 2.125.000, yaitu sebesar Rp 31.875.000,00.   Di masa Umar  pula seorang janda yang sempat  stress karena melihat anak- anaknya kelaparan akhirnya bahagia karena diberikan secara cuma-cuma bahan makanan yang dipikulkan sendiri oleh Kholifah Umar di atas pundaknya.

Kalau pun terkena stress, Kholifah al Manshur pernah  membangun rumah sakit di Kairo yang melayani pasien penderita gangguan kejiwaan. Rumah sakit ini dilengkapi dengan musik lembut dan aroma terapi. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien;  tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. 

Penyakit stress melanda karena sistem kapitalisme  yang  menjadikan manusia  memiliki kekeringan ruhiyah.  Sistem inilah yang meniadakan  zikrullah dalam semua aspek kehidupan.  Jika rakyat  Indonesia ingin hidup tenang dan bahagia  maka  obatnya adalah mengembalikan zikrullah kepada makna sebenarnya yaitu  penerapan sistem Islam secara kaafah dalam naungan Khilafah.   Niscaya   Indonesia berzikir  tak sekedar  jargon belaka.



#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...