Minggu, 25 Februari 2018

Bercocok Tanam Di Jalan Berlobang


#Opini


Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Rindu Khilafah)

Warga Bengkulu sekarang punya hobby baru yaitu bercocok tanam di jalan yang berlubang.   Memang  tanaman tersebut  tidak akan pernah tumbuh  dengan subur.  Sebab fungsinya hanya untuk menutupi jalan yang berlobang sehingga menghindarkan pengguna jalan dari kecelakaan.

Jalan-jalan provinsi di 10 kabupaten dan kota Bengkulu ternyata  banyak sekali yang rusak.  Coba kita susuri  jalan di sepanjang Jembatan Rawa Makmur Kota Bengkulu.  Jalan sudah tidak karuan lagi bentuknya karena banyak yang berlobang.  Bukan cuma lobang-lobang kecil lagi tapi sudah banyak yang besar-besar.   Bagi anda yang  berkendaraan, harus ekstra hati-hati  sebab sudah banyak kasus  pengendara motor yang terjatuh di sana.  Sudah banyak mobil yang macet  tidak bisa jalan karena terjebak  dalam lubang yang menganga.  Sampai-sampai penulis membayangkan jembatan itu akan ambruk apabila jalan tidak segera diperbaiki.

Sementara itu kondisi jalan di pinggiran Kota Bengkulu juga tak kalah memprihatinkan. Jalan di Jalan WR. Supratman Kelurahan Kandang Limun, Kota Bengkulu misalnya butuh perhatian. Kondisi jalan yang menjadi kewenangan provinsi tersebut kini banyak berlubang dan meresahkan pengguna jalan dan masyarakat yang tinggal di sekitar jalan tersebut (http://pedomanbengkulu.com/2017/12/jalan-berlubang-di-kandang-limun-bahayakan-pengguna-jalan/).

Masyarakat secara swadaya sudah menambal jalan dengan semen. Untuk lubang yang besar dan menganga warga memasang ban bekas agar tidak membahayakan pengguna jalan.

Bagaimana  dengan jalan-jalan provinsi yang ada di Kabupaten ?  Ternyata kondisinya sama saja.   Di Kabupaten Rejang Lebong,   warga  pun  menanami jalan berlobang  besar itu dengan tanaman pisang. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rejang Lebong yang  meninjau lokasi, terkejut dengan  besarnya lobang jalan dan mengkhawatirkan  para pengguna jalan jika jalan berlobang itu tidak segera  diperbaiki (http://pedomanbengkulu.com/2018/02/bpbd-tinjau-jalan-rusak-yang-ditanam-pohon-pisang/).

Mengingat  jalan merupakan salah satu sarana penting dalam aktivitas sehari-hari,  maka  selayaknya pemda provinsi menaruh perhatian besar  terhadap pembangunan infrastruktur yang penting ini. Apalagi APBD 2018  yang baru saja disahkan diprioritaskan untuk kebutuhan rakyat Bengkulu  khususnya pembangunan jalan dan perbaikan RSUD (http://berita86news.blogspot.co.id/2017/12/apbd-2018-kota-bengkulu-di-sahkan.html).  

Janji-janji kampanye setiap calon gubernur Bengkulu juga mengusung perbaikan infrastruktur. Rakyat  bahkan kadung percaya bahwa gubernur Bengkulu adalah orang-orang yang punya jaringan modal besar sehingga  bisa  mendatangkan dana pembangunan besar ke Bengkulu.

Namun janji tinggal janji.  Tiga orang  gubernur Bengkulu  terjerat kasus korupsi.  Bahkan mantan gubernur Ridwan Mukti  resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Bengkulu yang dibiayai APBD.  Sementara  dalam kasus korupsi mantan gubernur Agusrin Najamuddin,  APBD Bengkulu telah merugi  Rp. 20 milyar (https://www.jpnn.com/news/korupsi-apbd-bengkulu-rp20-m).

Begitulah sistem demokrasi telah membuat pemimpin tega membohongi dan menzhalimi  rakyatnya.  Penguasa dalam sistem demokrasi  menjadikan hubungan dengan rakyatnya adalah  hubungan bisnis  untuk kepentingan kekuasaan 5 tahun sekali.  Dalam pembangunan  infrastruktur, penguasa berkongkalingkong dengan pihak swasta.   Swasta yang pada dasarnya ingin untung besar seringkali  memanipulasi kebutuhan materiil pembuatan jalan  sehingga  jalan yang dibuat cepat rusak.  Gara-gara jalan rusak,  nyawa manusia banyak yang melayang. Pengendara yang berusaha menghindari jalan berlubang, malah terjatuh dan kemudian terlindas kendaraan yang melaju di belakangnya. Lalu mana tanggung jawab pemerintah daerah yang tak peduli dengan nyawa manusia akibat jalan rusak dan berlubang yang lambat diperbaiki atau tak pernah diperbaiki (atau malah sering diperbaiki tetapi uangnya dikorupsi sehingga kualitas perbaikan jalan tak semestinya) ?

Kontras sekali dengan penguasa di zaman keemasan Islam.  Penguasa adalah penanggung jawab semua urusan umat.  Bahkan penguasa bertindak sebagai perisai yang melindungi rakyat.

والأميرُ راعٍ وَهُوَ مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ. (متفق عليه)

Seorang penguasa adalah pemimpin.  Dan dia bertanggung jawab terhadap yang diurusnya (HR Muttafaqun alaihi)

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Teringat  kisah Umar bin Khattab  tentang jalan berlubang di Irak. Amirul mukminin yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis, dan kelihatan sangat terpukul. Informasi  tentang peristiwa yang terjadi di tanah Iraq telah membuatnya sedih dan gelisah. Seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab bekata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”

Dalam redaksi lain yang pernah saya dapatkan Umar bin Khattab berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya ?"

Sementara  pada masa kekhilafahan setelah Umar, para Kholifah sangat menaruh perhatian besar pada pembangunan insfrastruktur. Sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.

Islam dengan institusi Khilafahnya akan membangun berbagai infrastruktur demi melayani dan memudahkan urusan rakyat. Pembangunan infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit, jalan raya, terminal, pelabuhan dan lain sebagainya dilakukan dalam rangka melayani kebutuhan rakyat. Negara juga akan berusaha membangun infrastruktur dengan dana mandiri tanpa membebani rakyat, apalagi mengandalkan dana dari utang luar negeri.

Khilafah akan membangun infrastruktur dengan dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeserpun dana masyarakat. Apakah itu mungkin? Tentu, sangat mungkin. Dengan kekayaan milik umum yang dikuasai dan dikelola oleh negara, maka tidak ada yang tidak mungkin. Ini sudah dibuktikan dalam sejarah Khilafah di masa lalu, baik di zaman Khulafa’ Rasyidin, Umayyah, ‘Abbasiyyah hingga ‘Utsmaniyyah. Contoh mutakhir adalah proyek pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, Syam hingga Istambul. Proyek ini dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II hanya dalam waktu 2 tahun. Bukti peninggalan ini masih bisa dilihat di Madinah. Bahkan, hebatnya Sultan Abdul Hamid II membangunnya dengan dana pribadinya.

Begitulah Islam dengan negara Khilafahnya berhasil memenuhi kebutuhan rakyatnya dalam pembangunan infrastruktur.  Semua itu didukung oleh pelayanan prima dari penguasa  yang dibacking sistem ekonomi yang tangguh.  Di masa itu, tak ada cerita  rakyat bercocok tanam di jalan-jalan  berlobang.

#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah

Stress Melanda, Zikrullah Obatnya


#Opini

Oleh Najmah Jauhariyyah
(Komunitas Warga Bengkulu Perindu Khilafah)

Semakin modern zaman, ternyata jenis penyakit  juga semakin beraneka ragam.   Penyakit populer yang sering melanda manusia zaman now adalah stress.   Stress  adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Stres)


Salah satu indikasi seseorang terkena penyakit stress adalah tidak fokus dalam melakukan aktivitas, menangis sampai melakukan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal dan tidak normal bahkan membahayakan dirinya dan orang lain (https://halosehat.com/penyakit/stres/penyebab-stress).  Akibat putus cinta,  seorang pemuda  stress dan nekat naik  menara sutet lalu  mengancam bunuh diri. Beban ekonomi yang sulit telah  membuat  seorang ibu stress lalu tega membunuh anaknya.



Di Bengkulu sendiri, tingkat stress warganya semakin lama semakin meningkat (http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2014/10/22/warga-bengkulu-stres-tambah-banyak/).  Banyaknya warga Bengkulu yang stress membuat RSJKO kewalahan untuk menyediakan anggaran untuk perawatan (biaya makan minum dan ruang perawatan).  Rata-rata  penyebab stress warga Bengkulu adalah tekanan ekonomi, putus cinta, gagal masuk  PTN hingga kehilangan orang yang dicintai.  Rata-rata penderita stress adalah warga usia produktif kisaran 16 tahun sampai 70 tahun.

Stress tak hanya melanda rakyat kebanyakan namun juga melanda para pejabat negara hingga politikus.  Banyak politikus  stress yang masuk RSJ karena kalah pilkada atau gagal jadi anggota dewan.  Pejabat negara rupanya juga ikut-ikutan stress akibat hutang negara membengkak. Akibatnya mereka membuat kebijakan yang merugikan rakyat.   Impor garam dan pemakaian dana haji untuk biaya infrastuktur merupakan indikasi  pejabat negara stress sehingga kebijakan yang dibuat banyak yang tidak masuk akal. Tekanan asing yang tidak menghendaki Islam  Ideologis berkembang di Indonesia, menyebabkan  pemerintah mengalami “stress berat” sehingga secara membabi buta mengkriminalisasi ormas Islam dan para ulama.



Kehidupan yang kian hari bertambah sulit disinyalir menjadi penyebab utama stress melanda. Persaingan untuk mengejar uang, jabatan dan prestise membuat manusia bertingkah   rakus seperti hewan.  Gaya hidup yang berorientasi fun, food dan fashion menjadikan orang tidak lagi berfikir aspek kemanusiaan, akhlak apalagi ruhiyah.  Kehidupan manusia nyaris seperti robot.   Kaya tapi tak menikmati hidup.  Sehat secara fisik tapi hati dan jiwanya lemah.  Pintar tapi  punya sifat dengki dan dendam.



Tentu saja obat medis takkan cukup mengobati kepala pusing akibat stress.  Pusing akan hilang sesaat tapi hati tetap was-was tak tenang.  Ketika iman dalam kondisi tidak stabil, orang  yang dilanda stress cenderung mengambil  jalan pintas seperti bunuh diri atau  menenggak miras/narkoba.
 


Benarlah kata Opick bahwa obat mujarab dari stress adalah mengingat Allah (zikrullah).



Allah berfirman :


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ



Artinya  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Rad : 28)
Mengingat Allah atau zikrullah  tak cukup lisan  melafazhkan kalimat thoyyibah di majelis – majelis zikir.  Membuat hati tenang dan bahagia  tak cukup dengan mengikuti  kajian-kajian  tazkiyyatun nufus dan training – training ESQ.
  


Menurut  Al Qarafi   dalam Kitab Ad Dakhirah (lihat Kitab Min Muqawwimat hal 131),  zikir yang utama itu adalah  mengingat  Allah  ketika melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya.   Makna  zikrullah yang sebenarnya adalah ketika  kitabullah  dipahami makna-maknanya dan diterapkan hukum-hukum yang terkandung  di dalamnya.  Makna zikrullah  juga berarti  idrak shillah billah yaitu kesadaran penuh terhadap  hubungannya dengan Allah manakala  berbuat.   Jadi zikrullah sebenarnya adalah  taqwa  ilaLlah  dengan menjadikan  hukum-hukum Allah sebagai satu-satunya solusi persoalan manusia baik dalam kehidupan  individu sampai kehidupan negara.



Tatkala masalah mendera,bagi orang yang beriman tidak ada solusi yang lebih ampuh  selain ingat kepada Allah serta janji-janjiNya, takut kepada  azabNya yang pedih  dan selalu ridho dengan ketetapanNya.   Pemahaman  terhadap masalah qodho yang benar tidak akan membuat  seorang pemuda berlarut- larut dalam masalah karena dia yakin jodoh di tangan Allah.   Seorang ibu tidak akan membunuh anaknya karena  dia  yakin  rezki itu dari Allah sementara membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya adalah dosa besar.  

Namun kesholihan individu  tak cukup untuk meredam penyakit stress.  Pemberantasan penyakit stress juga memerlukan  kesholihan negara dengan penerapan hukum-hukum Allah secara keseluruhan.  Di masa kekhilafahan, stress adalah penyakit langka.  Manusia yang hidup dalam naungan  sistem Khilafah merasakan ketenangan,  kebahagiaan dan kesejahteraan yang nyata.  Pasalnya, penguasa  memberikan   jaminan kehidupan yang  memanusiakan  manusia.



Nasib Omar Bakri yang stress nyambi sana sini tak pernah ada di era Kholifah Umar bin Khattab. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, terdapat kebijakan pemberian gaji kepada para pengajar Al-Qur’an masing-masing sebesar 15 dinar, di mana satu dinar pada saat itu sama dengan 4,25 gram emas. Jika satu gram emas Rp. 500.000,00 dalam satu dinar berarti setara dengan Rp 2.125.000,00.  Dengan kata lain, gaji seorang guru mengaji adalah 15 dinar dikali Rp 2.125.000, yaitu sebesar Rp 31.875.000,00.   Di masa Umar  pula seorang janda yang sempat  stress karena melihat anak- anaknya kelaparan akhirnya bahagia karena diberikan secara cuma-cuma bahan makanan yang dipikulkan sendiri oleh Kholifah Umar di atas pundaknya.

Kalau pun terkena stress, Kholifah al Manshur pernah  membangun rumah sakit di Kairo yang melayani pasien penderita gangguan kejiwaan. Rumah sakit ini dilengkapi dengan musik lembut dan aroma terapi. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien;  tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. 

Penyakit stress melanda karena sistem kapitalisme  yang  menjadikan manusia  memiliki kekeringan ruhiyah.  Sistem inilah yang meniadakan  zikrullah dalam semua aspek kehidupan.  Jika rakyat  Indonesia ingin hidup tenang dan bahagia  maka  obatnya adalah mengembalikan zikrullah kepada makna sebenarnya yaitu  penerapan sistem Islam secara kaafah dalam naungan Khilafah.   Niscaya   Indonesia berzikir  tak sekedar  jargon belaka.



#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSejarahKita
#BanggaBicaraKhilafah

Kamis, 08 Februari 2018

Darurat Sadisme Menjelang Hari “Kasih Sayang”




#Opini 
#JumatMubarak

Oleh  Najmah Jauhariyyah

Warga Bengkulu sontak digegerkan dengan penemuan mayat tak dikenal.  Rupanya mayat itu diketahui bernama  Auzia Umi Detra  siswi SMU 4 Kota Bengkulu yang sudah beberapa hari menghilang.  Kondisi  korban ditemukan dalam keadaan memprihatinkan.  Sejauh ini polisi sudah menetapkan MS sebagai tersangka pelaku pembunuhan.  Motif ekonomi diduga sebagai penyebab  pembunuhan yang dilakukan siswa SMU 7 yang notabene masih kerabat dekat korban  (http://pedomanbengkulu.com/2018/02/bukan-asmara-ini-motif-pembunuhan-almarhumah-tara/).

Kasus sadisme yang berakhir dengan pembunuhan, akhir-akhir ini mewarnai jagat Indonesia.  Korban paling banyak adalah perempuan (https://nusantaranews.co/aksi-sadisme-pada-perempuan-tahun-2018-naik-3-kali-lipat-dibanding-2017/).   Mirisnya pelaku pembunuhan adalah orang terdekat  korban yaitu anak,  suami, istri, ayah, ibu,  paman, bibi  sampai saudara kandung.  Menyedihkan memang.  Orang terdekat yang seharusnya  menjadi tempat berlindung dan mendapatkan kasih sayang justru menjadi “hantu” yang menakutkan.

Sadisme  yang  sering terjadi menunjukkan bahwa  cinta dan kasih sayang rupanya tak lagi dirasakan oleh jamak penduduk negeri ini.  Para pelajar tak lagi cinta dan sayang pada gurunya.  Bahkan seorang murid di kota santri Madura tega membunuh sosok yang selama ini mencurahkan cinta dan kasih sayangnya  kepada murid-muridnya lewat ilmu.

Cinta dan kasih sayang umat pada ulamanya juga  sudah mulai  menghilang.  Ulama yang memberikan cinta dan kasih sayangnya lewat  nasehat  dan dakwah bil hikmah  sekarang  bukan lagi sosok-sosok karismatik yang dihormati dan disegani. Nyawa ulama tak lagi dihargai.   Predikat  kriminal  disematkan kepada para pewaris para Nabi ini.  Sekarang kedudukan mereka tak beda  dengan para perampok dan pembegal.

Setali tiga uang, cinta dan kasih sayang penguasa pada rakyatnya sekarang  cuma basa basi saja.  Penguasa hanya peduli dan sayang rakyat hanya ketika mau pilkada.  Sementara nasib rakyat  tetap sengsara.  Kelaparan di Papua  yang  lama dibiarkan menjadi bukti omong kosong  penguasa memberikan cinta dan keadilan bagi rakyatnya.  Tidakkah itu berarti penguasa  juga melakukan “sadisme” pada rakyatnya ?

Apakah cinta dan kasih sayang sudah demikian mahal harganya, semahal harga coklat Cadbury, Pizza, BBQ, Fettucini  yang biasa dinikmati pasangan “cinta’’ di hari kasih sayang  ?  Makanan yang mahal itu tidak sebanding dengan murahnya harga  keperawanan  yang hilang  di hari itu.  Sungguh naif.  (https://news.okezone.com/read/2015/02/11/338/1104284/kpai-khawatir-banyak-keperawanan-hilang-di-hari-valentine)

Mencari cinta sejati dan kasih sayang  hakiki di  zaman now sungguh  tak gampang.  Semua dihargai  dengan uang.   Ada cinta jika ada uang.  Orang sakit  butuh uang banyak kalau mau perawatan yang  memuaskan dan penuh kasih sayang.  Yang punya uang pas-pasan silahkan menikmati pelayanan keras  dan  garang  paramedis di kelas bawahan.

Kekerasan dengan bentuk apapun takkan pernah terjadi  di bawah naungan sistem Islam yaitu Khilafah.  Penguasa Khilafah merupakan sumber cinta dan  kasih sayang  yang diteladani  rakyatnya.  Bukan uang standarnya tapi pelayanan prima yang penuh cinta.  Bukti cinta dan kasih sayang Kholifah Umar bin Abdul Aziz terlihat manakala selama dua tahun masa pemerintahannya,  tak  satupun rakyatnya yang menerima zakat  sangking sejahteranya.  Kholifah Umar bin Khattab dengan penuh cinta memikul sendiri karung berisi gandum untuk rakyatnya yang kelaparan. Kholifah Harun ar Rasyid mencintai rakyatnya dengan ilmu.  Di masa pemerintahannya tak satu pun rakyatnya yang buta huruf.  Sekolah-sekolah gratis dan bermutu tinggi tersebar sampai pelosok negeri.  Begitulah para Kholifah menciptakan cinta dan kasih sayang melalui penerapan syariat Islam.  Jika  penguasanya  menanamkan rasa cinta dan kasih sayang pada rakyatnya adalah sangat wajar rakyatnya pun juga diliputi perasaan yang sama.
 
Tak hanya cinta dan kasih sayang menjadi karakter para Kholifah,  ketegasan dalam menerapkan hudud bagi rakyatnya yang melakukan tindakan kriminal   membuat selama masa pemerintahan mereka yang panjang,  angka  kriminalitas  termasuk perilaku  sadisme hampir tidak ada.  Nyawa manusia begitu berharga.  Bahkan warga non muslim haram darah dan hartanya.  Jadi mana bukti klaim sepihak bahwa hukum Islam itu kejam  dan sadis ?

Pada dasarnya  Islam adalah agama kasih sayang.  Rasulullah SAW diutus  Allah untuk menyampaikan risalah agar menjadi rahmat bagi seluruh alam  (QS al Anbiya : 107).  Al Quran adalah surat cinta  dari Allah.  Melalui kalamNya, Allah menginginkan manusia  bahagia dunia dan akhirat.   Selepas Rasul wafat, risalah cinta ini terus disampaikan generasi sahabat  hingga para kholifah,  para penguasa Khilafah melalui jihad dan dakwah selama 13 abad.  Lagi-lagi orang butuh berfikir jernih untuk memahami jihad apa adanya.   Sehingga terbayang  jihad bukanlah kekerasan dan sadisme.  Hakikatnya jihad  adalah bentuk kasih sayang  Islam melalui pembebasan manusia dari penghambaan  sesama manusia menuju penyembahan Allah saja.  Bukankah dengan itu manusia terbebas dari panasnya api neraka ?

Ketika sistem kapitalisme yang bertuhankan uang masih menguasai dan  sistem Islam belum diterapkan, jangan berharap jagat Indonesia  akan terbebas dari  perilaku sadisme.   Jangan juga berharap kedamaian, cinta dan kasih sayang tumbuh subur di sini.  Nonsens, berharap ada  cinta di hari kasih sayang.  Tapi mencari cinta dan kasih sayang dengan sistem Islam itu suatu kepastian.

#KhilafahAjaranIslam
#BanggaBicaraKhilafah
#IslamRahmatanLilAalamiin

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...