Tak terasa, kita sudah
menjalani hari-hari di Bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan maghfirah. Sebentar lagi tamu agung itu
akan meninggalkan kita dengan segenap kebaikan-kebaikan yang ditinggalkannya.
Selama hampir sebulan penuh, madrasah Ramadhan telah memberikan banyak
pelajaran tentang makna kehidupan. Sebulan
penuh kita ditempa dengan perjuangan melaksanakan semua ketaatan kepada Allah mulai dari amal sholih
yang fardhu hingga amal sholih yang nafilah. Selama
sebulan penuh, kita berlatih
untuk sabar dalam mengendalikan
hawa nafsu dan sabar dalam
menjalankan berbagai ketaatan walau lapar dan dahaga. Menuntut ilmu dan berdakwah harus kita jalani di tengah kewajiban kita
sebagai anak ataupun ummun wa robbatul bait. Semuanya itu akan terbayar dengan limpahan pahala serta ampunan dari
Allah sekaligus memperoleh predikat taqwa. Ramadhan memberikan kesan mendalam
yang tak pernah terlupakan sekalipun bulan telah berganti. Perasaan harap-harap cemas kembali
menyelimuti hati-hati kita. Harapan akan
limpahan pahala dan kedudukan hamba yang bertaqwa sekaligus rasa
takut kalau-kalau ini adalah Ramadhan terakhir kita. Namun dengan
tawakkal kepada Allah, kita berharap dapat menjalani kehidupan yang
lebih baik dengan bekal pelajaran
berharga selama melalui bulan Ramadhan.
Semangat untuk
menjalani hari-hari di bulan Ramadhan tentu diinspirasi oleh semangat
Rasulullah dan para sahabat yang tak pernah lelah berjuang mewujudkan pribadi dan umat terbaik. Siang hari bulan Ramadhan, mereka bagaikan
singa padang pasir yang gagah berani menghadapi dan mengalahkan musuh yang
jumlahnya berkali-kali lipat. Lembah Badar menjadi saksi bisu bagaimana
kesabaran dalam menahan lapar dan haus
serta ketaatan penuh kepada Allah membuat pertolongan Allah turun dengan
ribuan pasukan malaikat yang memakai tanda. Firman Allah SWT :
"(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada
orang mu’min: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga
ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang
menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu
Malaikat yang memakai tanda." QS ali Imran (3) : 124-125
Sementara itu di malam
harinya, mereka bagaikan rahib yang sedemikian khusu’ beribadah kepada Allah.
Tidak ada satu pun malam yang terlewat kecuali
malam-malam qiyamullail dan mudarasatul Qur’an. Dalam berinfaq pun, Rasulullah dan para
shahabat jangan ditanya. Mereka adalah
orang yang paling pemurah. Namun saat Ramadhan, Rasulullah berinfaq ibarat
angin berhembus karena begitu cepat dan banyaknya. Ibnu
Abbas RA berkata :
"Nabi SAW adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan
ketika ditemui oleh Jibril. Dulu Jibril menemui beliau setiap malam di bulan
Ramadhan sampai selesai. Nabi melakukan
mudarasatul Qur’an bersama Jibril. Jika beliau telah ditemui oleh Jibril maka beliau menjadi orang yang paling pemurah dalam kebaikan seperti angin yang terhembus". [HR. Al-Bukhoriy (1803)]
Ramadhan demi Ramadhan
di tengah-tengah gemilangnya cahaya Islam, telah membentuk pribadi-pribadi
unggul yang menakjubkan. Ramadhan demi
Ramadhan membuat umat Islam semakin kuat, berwibawa dan disegani baik lawan
maupun kawan. Kondisi tentu jauh berbeda dengan suasana
Ramadhan kita. Di tengah-tengah
kezhaliman dan bobroknya sistem sekuler,
bukan hal yang mudah untuk melaksanakan berbagai ketaatan.
Godaan-godaan materi terkadang membuat Ramadhan kita nyaris tanpa makna. Kegiatan ibadah
berlangsung hanya rutinitas tanpa ruh. Awal Ramadhan saja, rakyat sudah dikejutkan
“hadiah” kenaikan TDL yang dampaknya terasa mencekik kehidupan rakyat. Kenaikan TDL ini tentu berimbas pada kenaikan
sejumlah harga barang dan kebutuhan pokok.
Di tengah tuntutan ekonomi yang sedemikian tinggi, banyak diantara kaum
Muslimin yang kehilangan ghiroh ibadah Ramadhan. Sementara Ramadhan tak juga mampu
menghentikan berbagai macam kemaksiatan sekalipun umat Islam gemar membaca dan mengkhatamkan al
Qur’an. Suksesi kepemimpinan di negeri
ini pun tak mampu memberikan jalan keluar bagi penyelesaian berbagai problem
bangsa. Siapa pun pemimpin terpilih,
kondisi sistem kehidupan Indonesia tidak akan banyak berubah. Sistem ekonomi kita dipastikan masih bercorak
kapitalisme sehingga penguasaan SDA masih ada di tangan asing. Sistem
pendidikan kita masih berasaskan sekuler
sehingga generasi belum lepas
sepenuhnya dari gaya hidup hedonis. Pun
sistem hukum masih akan memegang prinsip “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Sementara sistem politik demokrasi tetap akan memberikan dampak bagi mewabahnya
“money politic”.
Kondisi serupa juga
dirasakan oleh umat di
negeri-negeri Islam di berbagai belahan dunia. Ramadhan demi Ramadhan berlalu
namun derita umat masih belum berakhir. Awal Ramadhan sampai saat ini, penduduk Ghaza tetap mengalami serangan Israel. Di bulan Ramadhan
ini mereka masih hidup dalam kondisi memprihatinkan; kekurangan makanan, tidak
mendapatkan supplay listrik dan air bersih.
Setiap saat mereka dihantui ketakutan dan kematian. Hal yang sama dialami oleh penduduk Suriah.
Mereka berpuasa selama lebih dari 17 jam sehari namun tanpa persiapan berbuka dan sahur. Suasana Ramadhan di Irak pun tak jauh
berbeda. Baru-baru ini jet tempur Suriah
menjatuhkan bom di atas Masjid
tempat menghafal al Qur’an anak-anak
Irak. (“Ya Allah, dengan kuasaMu, Engkau
mampu melakukan semuanya untuk menyelamatkan mereka, generasi
penghafal al Qur’an ini. Namun itu semua
menjadi pengingat bagi kami untuk bersegera memenuhi panggilanMu untuk
mengembalikan Khilafah agar tidak
menjadi sesalan kami saat mereka tuntut kami di depan pengadilanMu…”). Secercah
harapan muncul negeri Syam dan Irak. Fenomena Arab Spring ternyata menular ke seantero
Syam dan Persia. Bagaikan bola salju yang menggelinding, opini tuntutan penerapan Syariah Islam dalam
bingkai negara Khilafah juga menggema di Irak, negeri seribu satu
malam. Namun rupanya Allah masih menguji
keIstiqomahan hambaNya dalam berjuang sesuai metode RosulNya. Khilafah Rasyidah jilid II skenario Allah SWT hanya akan ditegakkan oleh orang-orang pilihan yang bekerja ikhlas karenaNya.
Di tengah-tengah
situasi yang sedemikian
menyedihkan, Allah masih mempertemukan
kita dengan oase Ramadhan sebagai penawar dahaga kehidupan. Sekalipun
tanpa Rosulullah dan tanpa kehadiran seorang Kholifah di tengah – tengah umat, Ramadhan tahun ini
tetap dijalankan penuh rasa optimis.
Allah dan Rasulullah menjanjikan pahala 50 kali lipat pahala para
sahabat bagi orang – orang yang kokoh berpegang pada agama ini di hari-hari
yang sulit dan berat. Demikian sulit dan
berat sehingga digambarkan hanya orang-orang sabar saja yang mampu menggenggam
kebenaran yang diibaratkan sebagai bara api (HR Abu Dawud). Jika di hari-hari
biasa saja, begitu luar biasa pahala yang Allah janjikan kepada orang yang
menggenggam bara api, apatah lagi jika
terjadi di bulan Ramadhan.
Bagi para pejuang
Syariah dan Khilafah, setidaknya ada tiga hikmah yang dapat diambil dari
Ramadhan tahun ini, diantaranya :
Pertama, bulan Ramadhan sebagai bulan
introspeksi; Ramadhan merupakan bulan yang dikaruniakan Allah
setelah 2 bulan sebelumnya yaitu Rajab
dan Sya’ban. Dalam bulan Rajab terdapat
satu peristiwa penting dalam sejarah
umat Islam yaitu keruntuhan Khilafah.
Bulan ini rutin dijadikan sebagai momen
untuk kembali mengingatkan komitmen
HT bersama umat terhadap
perjuangan penegakkan Syariah dan Khilafah. Pasca agenda Rajab Konferensi Islam dan Peradaban (KIP), bukan berarti kita boleh istirahat dan berhenti berjuang.
Sebab, Khilafah yang kita perjuangkan masih belum tegak. Aktivitas penyadaran
dan pembinaan harus kian digalakkan. Kontak terhadap umat dan tokoh-tokoh
berpengaruh mesti lebih digiatkan. Dukungan ahl
al-quwwah juga harus
terus diusahakan. Perkara penting yang harus selalu diingat, bahwa menegakkan
Khilafah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Yang mewajibkan adalah
Allah SWT, Tuhan Yang menciptakan kita. Dia pula yang menghidupkan, memberikan
rezeki dan memenuhi semua kebutuhan kita. Lalu atas dasar apa kita berani
menolak perintahNya? Sungguh, tidak layak bagi makhluk ciptaanNya berani
durhaka terhadap Allah SWT. Layaknya
kewajiban, siapa pun yang berjuang untuk menunaikan kewajiban ini akan diganjar
dengan pahala. Apalagi Khilafah termasuk kewajiban yang agung, bahkan tâj al-furûdh (mahkota kewajiban). Pahala
yang diberikan kepada pejuangnya tentulah amat besar. Inilah yang seharusnya
memotivasi kita untuk terus bergerak dan tidak berhenti berjuang. Hidup yang
hanya sekali harus benar-benar digunakan untuk mencari bekal mendapatkan pahala
dan ridhaNya. Sebaliknya, siapa pun yang
meninggalkan kewajban ini, apalagi menghalanginya, diancam dengan azab yang
sangat pedih. Ketakutan terhadap besarnya azab ini sejatinya melecut kita agar
lebih semangat lagi berjuang menegakkan Khilafah. Siapakah yang dapat
menghindar dari pengadilanNya? Siapa pula yang bisa mengelak dari siksaNya? Siapakah
yang tahan menerima siksaNya yang amat dahsyat? Tidak ada seorangpun yang mampu
menghadapinya. Firman Allah SWT :
ٱصْلَوْهَا
فَٱصْبِرُوٓا۟ أَوْ لَا تَصْبِرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Masuklah kalian ke
dalamnya (rasakanlah panas apinya). Baik kalian bersabar atau tidak, sama saja
bagi kalian. Kalian diberi balasan atas apa yang telah kalian kerjakan (QS ath-Thur : 16).
Selain fardhun, Khilafah juga
merupakan wa’dun (janji) Allah SWT. Janji
tersebut disebutkan dalam QS an-Nur : 55. Janji tersebut dikuatkan dengan busyrâ (berita gembira) dari
Rasululullah SAW tentang akan berdirinya Khilafah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah pasca berakhirnya mulkan jabriyyan (kekuasaan diktator). Juga
berita gembira tentang Kota Roma yang akan ditaklukkan setelah penaklukkan Kota
Konstatinopel. Telah maklum, yang berhasil ditaklukkan baru Konstantinopel oleh
Sultan Muhammad al-Fatih, sementara Roma belum pernah ditaklukkan. Dengan
demikian hadis tersebut mengokohkan bakal berdirinya Khilafah di akhir zaman.
Bukan hanya terhadap Roma, Khilafah yang akan berdiri itu akan menaungi seluruh
bumi yang pernah dihimpunkan kepada Rasulullah.
Janji
Allah SWT itu pasti akan terealisasi. Sebab, Dia tidak akan mengingkari janjiNya
(lihat QS Ali Imran : 9, al-A’raf : 31, ar-Rum: 6). Dia juga pasti bisa
mewujudkan janjiNya. Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kehendakNya.
Siapa pun yang menghalangi tegaknya Khilafah, niscaya akan gagal dan sia-sia.
Siapakah yang bisa menghalangi datangnya fajar subuh di pagi hari ? Siapakah
yang bisa mencegah terbitnya matahari setelah malam usai ? Seperti itulah Khilâfah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah
ats-tsâniyyah akan tegak..
Lalu atas
dasar apa kita ragu untuk berjuang menyongsong janjiNya? Jika para sahabat, tabi’in dan umat Islam terdahulu
berlomba-lomba untuk menaklukkan Konstantinopel, maka seharusnya juga kita
bersemangat menaklukkan Roma. Dulu ‘Uqbah bin Nafi’ berkata, “Tuhanku, kalaulah tidak terhalang
lautan ini, aku pasti berjalan di banyak negeri, guna berjihad di jalanMU (Ibnu al-Ashir, Al-Kâmil fî al-Târikh). Tekad
yang sama juga harus kita tancapkan dalam dada. Berjuang keras menegakkan
Khilafah, lalu menaklukkan seluruh penjuru dunia, hingga tidak ada yang tersisa
sebagaimana diberitakan dalam Hadits Nabi SAW. Kita membayangkan, betapa
bahagianya kaum Muslim ketika janji Allah SWT itu tiba. Ketika Khilafah
diproklamirkan, Khalifah dibaiat, dan Liwa-Raya dikibarkan, seluruh kaum Muslim
menyambutnya dengan suka cita. Betapa bahagianya tatkala kita termasuk
orang-orang yang berada dalam barisan pejuangnya, orang-orang yang menghibahkan
hidupnya untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah.
Lantas
siapkah kita menyongsong janji Allah dan bisyaroh RosulNya ? Momentum Ramadhan
kali ini, sungguh tepat untuk kita jadikan sebagai momen instrospeksi
diri. Sudahkah kita melakukan upaya yang
sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah. Atau masih ada setitik dalam diri kita rasa
malas dan enggan ? Jika itu masih ada, maka 10 malam terakhir ini menjadi saat
yang tepat untuk melakukan tazkiyyatun nufus melalui taubat nashuha. Lantas bagaimanakah dengan kelayakan kita ?
Sudah pantaskah derajat kita disejajarkan dengan generasi shahabat, ashhabul khilafah
yang pertama dengan kualitas akal, ilmu, ibadah, nafsiyah yang mengagumkan ? In
syaa Allah masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menjalani madrasah Ramadhan
sebagai bekal perjalanan panjang kehidupan di bulan-bulan berikutnya.
Sebagai bahan renungan, Amir HT mengingatkan kita semua dalam surat beliau
tanggal 4 Ramadhan 1435 H, ”Sesungguhnya perkara
al-Khilafah al Islamiyyah amatlah agung
dan posisinya sungguh sangat signifikan.
Berdirinya tidak akan sekedar berita yang menjadi bahan ejekan media massa menyesatkan.
Akan tetapi dengan izin Allah,
berdirinya Khilafah akan menjadi
“gempa” yang menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah
dan arah sejarah. Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj
kenabian sebagaimana kabar gembira yang
disampaikan Rosul SAW. Maka orang-orang
yang menegakkannya seperti orang-orang yang menegakkan Khilafah Rasyidah
yang pertama (yaitu) orang-orang yang
bertaqwa lagi bersih, mencintai umat dan umat mencintai mereka.
Mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka. Umat merasakan kebahagiaan bertemu mereka dan mereka
merasakan kebahagiaan bertemu dengan umat, bukannya keberadaan mereka di tengah-tengah umat justru dibenci. Begitulah, mereka adalah ashhabul Khilafah mendatang yang akan mengikuti manhaj
kenabian. Allah akan memberikannya kepada orang yang memang layak untuknya. Dan
sungguh kita memohon kepada Allah agar kita termasuk orang-orang yang layak itu dan termasuk
orang-orang yang mengaturnya. Kita
memohon kepada Allah agar memberi
karunia kepada kita dengan tegaknya Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj
kenabian. “Maka bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu…” (QS at Taubah : 111). Janganlah anda berputus asa dari rahmat
Allah, sehingga Allah tidak menyia-nyiakan
untuk anda-wahai saudara-saudara
yang dimuliakan-kelelahan yang telah anda
persembahkan. Allah tidak
menolak permohonan yang anda pinta dariNya.
Allah tidak akan menggagalkan harapan yang anda ajukan kepadaNya. Maka
tolonglah kita dengan meningkatkan
kesungguhan dan pemberian. Perlihatkan
kepada Allah kebaikan pada diri anda. Niscaya Allah akan menambah kebaikan
untuk anda. Jangan sampai ucapan
main-main bisa memalingkan anda dari
perjuangan anda yang penuh dengan kesungguhan lagi jujur.”
Kedua,
bulan Ramadhan sebagai bulan melatih kesabaran dan pengorbanan; Dalam sebuah hadistnya, Rasulullah mengatakan bahwa bulan
Ramadhan adalah bulan kesabaran. Bulan Ramadhan mengajarkan kita tentang arti
kesabaran khususnya kesabaran dalam menjalankan ketaatan dan ketundukan
terhadap seluruh syariatNya. Sementara
itu untuk menjalankan seluruh ketaatan tersebut diperlukan pengorbanan dan
keikhlasan. Saat bulan Ramadhan ini,
kesabaran ini kembali ditunjukkan saudara-saudara kita di belahan bumi Ghaza.
Dalam kondisi sakit dan kelaparan, mereka masih bisa menjawab dengan kalimat
hamdalah saat ditanya kondisinya. Ditambah lagi rezim setempat tak memberikan
ruang gerak yang luas bagi perkembangan dakwah Syariah dan Khilafah. Harapan
dan tumpuan mereka tertuju kepada saudara-saudaranya di Indonesia yang
dikaruniai Allah keluasan dan kemudahan untuk menyebarkan dakwah Syariah dan
Khilafah. Saudara kita yang tertindas
setiap saat berdoa kepada Allah untuk kita.
Salah satu doa yang dilantunkan salah satu warga Palestina :
“Ya Allah,
sampaikan kepada saudara-saudara kami di Indonesia kecupan dari baitul
Maqdis. Kami sedang mendoakan mereka
dari Baitul Aqsho. Berjuang dan hidup
bersama mereka dengan perasaan dan pikiran kami. Berikan taufiq kepada kaum Muslimin di
Indonesia agar mereka berjuang dan datang membawa tentara pembebasan. Kami menunggu anda semua dengan penuh
kesabaran dan kerinduan, wahai penduduk Indonesia…Semoga Allah memberkahi
seluruh jerih payah anda. Kami sangat
senang andai saja kami hidup bersama
anda. Anda mengadopsi negara Islam dengan dasar aqidah yang kokoh dan
agung. Kami mencintai anda karena Allah
dan kami pun dirundung rindu untuk berjumpa dengan anda...”
Bagaimana sambutan kita terhadap doa-doa mereka ? Apakah kita sungguh-sungguh ingin memperjuangkan tegaknya Khilafah karena
kecintaan kepada saudara-saudara kita yang masih dirundung duka ? ataukah kita
lebih banyak membuat pemakluman-pemakluman terhadap diri kita ? Sejatinya kemenangan dakwah akan bisa
diperoleh apabila ada pengorbanan yang berimbang baik harta, waktu, pikiran,
tenaga hingga nyawa. Generasi muslim
pada masa Rasulullah telah melakukan pengorbanan yang besar. Dengan itulah Rasulullah dan para sahabat
berhasil mendirikan negara Islam di Madinah.
Pengorbanan yang serupa diberikan oleh generasi muslim pada Khulafaur
Rasyidin dan para Kholifah sesudahnya hingga kekuasaan Islam meluas hampir 2/3
dunia. Kini kembalinya Khilafah yang
kedua pun menuntut pengorbanan kita.
Memang berkorban itu sulit bila tidak dibiasakan. Namun Allah SWT menjanjikan pahala yang melimpah
bagi siapapun yang berkorban ikhlas baik di kala lapang maupun sempit. Semakin banyak berkorban, maka semakin cepat
Khilafah kembali. Jangan sampai
terlintas dalam diri kita bahwa kita sudah banyak berkorban hanya karena kita
sudah menjadi bagian dari dakwah ini atau merasa sudah cukup berkorban hanya
dengan mencukupkan diri menghadiri halqoh saja, membayar infaq atau membaca
buletin. Sementara di luar itu belum cukup upaya dakwah kita atau melakukan
dakwah secara minimalis.
Tegaknya Khilafah adalah janji Allah sehingga Allah
jualah yang akan menentukan waktu yang tepat kapan kemenangan itu diberikanNya
kepada kita. Oleh karena itu pengorbanan dan kesabaran dalam menapaki jalan perjuangan mencapai
“mahkota kewajiban” ini menjadi perkara yang mutlak dimiliki oleh kita. Perjuangan menegakkan Khilafah hakikatnya
adalah pertarungan melawan pihak-pihak yang tidak menghendaki kembalinya
Khilafah. Musuh-musuh Islam juga manusia biasa. Mereka juga
memiliki rasa capek, lelah bahkan frustasi.
Bila kita tidak sabar dalam perjuangan hakikatnya kita kalah sabar
dengan musuh yang hendak memadamkan cahaya Islam. Kesabaran merupakan keniscayaan dalam aktivitas menyongsong kembalinya
Khilafah. Apa jadinya bila kita tidak bersabar
dalam halqoh. Tidak sabar saat masiroh. Tidak sabar saat mengikuti dan mengisi
kajian. Tidak sabar melakukan kontak personal maupun kontak tokoh. Tidak sabar
saat menjalankan proses rekrutmen. Tentu
saja tanpa kesabaran kita, seluruh aktivitas itu tidak akan berlangsung sukses. Demikian juga saat melakukan tugas sebagai
ummun wa rabbatul bait di satu sisi dan menjadi pengemban dakwah di sisi yang
lain. Bila kita tidak sabar dengan kedua
tugas yang berat ini bisa jadi kita memilih untuk mengesampingkan salah satu
dari keduanya. Padahal Allah tidak akan
membebani kita dengan kewajiban-kewajiban di luar batas kemampuan kita. Ketika
Allah memberikan kewajiban-kewajiban tersebut, sebenarnya kita mampu
menjalankannya. Yang harus dilakukan adalah berupaya mensinergikan kewajiban-kewajiban
tersebut bukan malah membenturkan keduanya atau mengkambinghitamkan salah
satunya ketika tidak menunaikan yang lain.
Ketiga, bulan Ramadhan adalah bulan melatih istiqomah;
tidak hanya istiqomah dalam menjalankan ketaatan yang sifatnya ritual namun juga
seluruh ketaatan yang dituntut oleh Allah dan RasulNya. Tidak hanya ketaatan
selama bulan Ramadhan, namun juga ketaatan setelah berlalunya bulan
Ramadhan. Demikian halnya dengan
upaya-upaya kita untuk mengembalikan Khilafah, tentu harus sejalan dengan
metode dakwah yang ditunjukkan Rasulullah SAW.
Dengan istiqomah berpegang teguh pada thoriqoh dakwah Rasulullah, HT telah
memantapkan kedudukannya sebagai sebuah partai Islam Internasional yang diperhitungkan di dunia. Saat ini HT
menempuh tahapan paling sulit karena HT harus menyeru umat secara lantang,
langsung dan menantang tanpa memperhitungkan resiko dan hasilnya. Aktivitas peleburan menjadi aktivitas
syabab/h sehari-hari. Semakin kerasnya
perlawanan terhadap dakwah dan penolakkan dari beberapa negara dalam aktivitas
tholabun nushroh menandakan kemenangan itu sudah semakin dekat. Karena.diperlukan upaya yang keras untuk
menjemputnya. Namun tidak semua orang
mengetahui jalan untuk meraihnya. Akibatnya justru melakukan tindakan yang menjauhkan diri dari
kemenangan. Oleh karena itu, setiap
pengemban dakwah wajib istiqomah (teguh pendirian) dalam mengemban dakwah. Ia tidak boleh berpaling sedikit pun
dari mengemban maupun dari dakwahnya. Setiap upaya melalaikan keduanya adalah dosa.
1.
Terkait dengan
kewajiban istiqomah dalam mengemban (tabligh).
Allah berfirman :
“Sungguh telah
didustakan pula para Rasul sebelum kamu.
Namun mereka tetap bersabar atas pendustaan dan penganiayaan yang
dilakukan atas mereka hingga datang petolongan Allah..” (QS al An’am : 34)
Secara tersirat Allah memerintahkan Rasul agar istiqomah
dalam mengemban (tabligh) meski dihadapkan dengan pendustaan dan
penganiayaan orang-orang kafir yang
menentang dakwah beliau. Sebab dakwah beliau adalah dakwah yang ide-idenya bertentangan
dengan hukum-hukum atau tradisi lama
yang berkembang di masyarakat. Jika dulu Rosul dan sahabat dihadapkan pada ide-ide jahiliyah yang
berpangkal dari paganisme. Sementara saat ini, upaya mengusung ide Syariah dan Khilafah dihadapkan pada ide HAM, demokrasi, pluralisme, nasionalisme dll. Tak jarang
pengemban dakwah dilabeli cap “fundamentalis”, “ekstrimis” dan “teroris”
baik oleh penguasa, masyarakat maupun musuh-musuh Islam. Bahkan penentangan ini
juga berujung pada ancaman terhadap jiwa pengemban dakwah.
2. Terkait dengan
istiqomah di dalam dakwah yaitu konsisten dalam memegang teguh ide-ide dan
hukum-hukum syariah. Setiap pengemban
dakwah haram untuk melenceng sedikitpun dari ide-ide dan hukum-hukum Syariah. Sayangnya tidak sedikit pengemban dakwah yang
tidak istiqomah dengan dakwahnya. Betapa
banyak yang menyimpang dari pemikiran Islam entah karena kedangkalan pemikiran
atau sikap pragmatis mereka. Sebaliknya mereka malah ikut-ikutan menyerukan
pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Yang lebih memprihatinkan, banyak pula diantara mereka yang tidak sabar
ingin segera meraih kemenangan, lantas menjerumuskan diri dalam kancah sistem
kufur. Tidak aneh jika kemudian ada
partai Islam yang lebih konsisten menyerukan demokrasi ketimbang menyerukan Syariah Islam karena khawatir partainya “tidak laku” dalam pemilu; berkoalisi
dengan partai sekuler atau memproklamirkan sebagai partai terbuka bagi non
muslim demi meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Mungkin dengan semua itu,
mereka menyangka akan meraih kemenangan.
Jika kemenangan yang dimaksud adalah berhasilnya kader partai Islam
duduk di kursi kekuasaan, itu mungkin saja. Namun jika yang dimaksud dengan
kemenangan itu adalah berdaulatnya ideology Islam yang terwujud dalam penerapan Syariah Islam secara total dalam
bingkai negara Khilafah, maka itu hanya mungkin diraih dengan keistiqomahan dan
keteguhan dalam mengemban dakwah, apapun resikonya.
Demikianlah, agar Ramadhan kali ini lebih bermakna, pelajaran
terhadap arti kesabaran dan istiqomah semoga menjadi bekal untuk menjalankan
tugas maha berat pada bulan-bulan berikutnya. Kesabaran dan keistiqomahan di jalan Allah menjadi sebab datangnya pertolongan Allah
agar kemenangan hakiki dapat diraih demi kembalinya peradaban dan umat terbaik.
In syaa Allah….
Referensi :
2.http://www.eramuslim.com/berita/pesawat-tempur-suriah-hajar-masjid-tempat-menghapal-anak-anak-irak.htm
3.Buku Hikmah-Hikmah
Bertutur, Arif B. Iskandar, Bab. Istiqomah dan Sabar Dalam Perjuangan Dakwah
hal.118-121
4.http://hizbut-tahrir.or.id/2014/06/24/musim-semi-arab-mencapai-irak/
6.http://blogselasamalam.wordpress.com/world-islamic/ramadhan-di-gaza-di-tengah-blokade-dan-pemutusan-listrik/