Senin, 21 Juli 2014

POTRET BURAM ANAK-ANAK, ANTARA GAZA DAN INDONESIA, KHILAFAH JAWABANNYA

Opini Hari Anak 23 Juli dimuat di Harian Radar Bengkulu


Oleh
Indah Kartika Sari,SP
(Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Bengkulu)
Jika tanggal 23 Juli ini adalah hari lahir anak-anak Indonesia, hadiah apakah yang akan kita berikan kepada mereka ? Anak-anak biasanya sangat suka dengan berbagai hadiah, makanan juga mainan.  Lihat bagaimana ekspresi mereka saat kita memberikan itu semua pada anak-anak. Kita melihat binar kegembiraan di wajah mereka.  Seandainya Indonesia merupakan sebuah keluarga harmonis, dimana pemerintah sebagai orang tua yang penuh kasih kepada anak-anaknya, tentu 70,5 juta anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang  beruntung.  Mereka akan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.  Mereka akan mendapatkan gizi yang cukup, mendapatkan pendidikan yang berkualitas, mendapat pelayanan kesehatan terbaik, mendapatkan perlindungan dari orang tuanya, tidur di rumah yang layak, memiliki identitas yang jelas, memperoleh kesempatan bermain, memiliki keluarga yang rukun, orang tuanya bekerja keras demi  kebahagiaan dan kesejahteraan anak, orang tua tidak mengeksploitasi anak bahkan anak mendapatkan tempat komunikasi yang menyenangkan tanpa kekerasan. Namun kondisi ideal semacam ini masih berupa impian yang tak jelas kapan akan terwujud.  Kenyataannya banyak kejadian menyedihkan yang menimpa anak-anak Indonesia. Sampai sekarang banyak anak-anak Indonesia yang terlantar.  Mereka tidak memperoleh perlindungan bahkan mendapatkan kekerasan baik di sekolah, di tempat umum bahkan di rumah. Banyak orang tua yang melakukan eksploitasi terhadap anak sehingga anak kehilangan hak belajar dan bermain karena mereka harus bekerja menghidupi orang tuanya. Mereka juga tidak mendapatkan makanan bergizi, pakaian dan tempat tinggal yang layak bahkan tidak mendapatkan jaminan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Kondisi ini hanya  gambaran kecil betapa buruknya potret anak-anak di Indonesia.
Kondisi yang memprihatinkan juga dirasakan oleh anak-anak yang hidup di Gaza. Akibat serangan Israel, anak-anak Palestina menderita tekanan psikologis dan trauma. Anak-anak di Gaza kini akrab dengan bahasa-bahasa yang merefleksikan pengalaman mengerikan mereka. Siapa sangka, huruf A yang biasa dikenalkan untuk kata “Apple” atau huruf B untuk kata “Ball” kini telah berubah makna di mata anak-anak Palestina. Huruf A menjadi “Apache”, jenis helikopter tempur yang digunakan Israel menyerang Gaza, huruf B menjadi kata “Blood” (darah), huruf C untuk kata Coffin (peti mati), dan huruf D sebagai kata “Destruction” (kehancuran). Anak-anak di Gaza sekarang, telah kehilangan masa kanak-kanak yang seharusnya bisa mereka nikmati dengan keriangan dan kehangatan. Sebuah studi yang dilakukan Universitas Queen, Kanada menyebutkan, pola kekerasan yang dialami anak-anak Palestina mengakibatkan dampak psikologis yang sangat serius dan butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkannya.
Serangan keji pasukan Zionis Israel selama 22 hari ke Jalur Gaza, menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak Gaza yang mungkin akan terbawa sepanjang hayat. Mereka bukan hanya mendengar deru pesawat tempur dan ledakan bom yang menakutkan, tapi juga menyaksikan bagaimana rumah mereka hancur, ayah, ibu dan saudara-saudara mereka meninggal secara menyedihkan.
Tapi itulah yang terjadi. Bagi Indonesia  dan Gaza juga negeri-negeri muslim lainnya, anak-anak adalah asset masa depan.  Di tangan merekalah umat Islam akan eksis. Namun sistem kapitalis sekuler yang menguasai Indonesia sampai hari ini telah menciptakan kondisi buruk bagi perkembangan fisik, kejiwaan dan perilaku anak. Sebenarnya masalah anak telah diatur dalam UUD 1945 pada pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa anak terlantar merupakan tanggung jawab negara. Faktanya, anak – anak terlantar semakin bertambah tiap tahunnya. Bahkan, nasib anak-anak tersebut tidak jelas. Mereka, tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, dan rumah yang layak. Tidak sedikit dari mereka dibiarkan berbuat asusila (pornografi dan pornoaksi). Bahkan diantara mereka ada yang menjadi korban dan sekaligus pelaku perbuatan amoral tersebut. Banyak anak-anak yang tergadaikan hak-haknya karena kelalaian keluarga yang tidak mengerti bagaimana memenuhi hak anak-anak. Juga masyarakat yang sangat abai dengan lingkungan bersosialisasi anak. Sementara di sisi lain negara juga tidak peduli dengan jaminan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Sementara itu, anak-anak Gaza yang unggul menjadi target genosida agresor Israel dengan dukungan negara-negara kapitalis Barat.  Kehadiran anak-anak Gaza menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi Israel.  Mereka dianggap sebagai motor penggerak perjuangan pembebasan Palestina yang karena kesabaran dan kegigihannya  menciutkan nyali tentara-tentara Israel. Inilah sebabnya mengapa penangkapan terhadap pemuda dan anak-anak meningkat. Mereka dipenjara, disiksa, dilecehkan dan diintimidasi.
Nasib anak-anak di Indonesia dan Gaza hanya akan berubah jika mereka hidup dalam naungan sistem yang memanusiakan mereka.  Sistem khilafah terbukti menjadi pelindung bagi asset umat ini karena mereka akan diperlakukan sebagai amanah Allah yang berhak untuk dijaga fitrahnya, jasad, darah, jiwa dan kehormatannya,
 Negara Khilafah Islam akan menjamin kesejahteraan setiap anak yang hidup di dalamnya. Negara Khilafah memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pokok anak-anak seperti makanan, pakaian dan perumahan melalui kepala keluarga/wali yang  bertanggung jawab terhadap nafkah anggota keluarga (termasuk anak-anaknya).  Apabila anak tidak memiliki orangtua dan wali yang mampu mencukupi kebutuhan mereka, maka sebagai jalan terakhir negara Khilafah akan mengambil tanggung jawab ini. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang bersifat komunitas seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan/perlindungan merupakan tanggung jawab  penuh negara. Dalam negara Khilafah, anak-anak tidak disibukkan dengan kewajiban bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Kalaupun sifatnya membantu, tidak untuk menambah penghasilan tetapi sekedar melatih anak untuk siap menjalani kehidupan di masa datang dengan mandiri. 
Anak-anak yang hidup dalam negara khilafah, akan mendapatkan hak-haknya secara penuh.  Mereka akan hidup dengan suasana bermain yang menggembirakan namun tetap terjaga pembentukan kepribadian Islamnya. Negara Khilafah membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan saintek dan kehidupan. Oleh karena itu wajarlah bila negara Khilafah mampu melahirkan generasi yang hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, memiliki pemikiran dan perilaku yang cemerlang, juga berkontribusi bagi tegaknya peradaban yang maju, kuat  dan terdepan.  






Minggu, 20 Juli 2014

Menjaga Sabar dan Istiqomah Dalam Berjuang Pasca Ramadhan


Tak terasa, kita sudah menjalani hari-hari di Bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan maghfirah. Sebentar lagi tamu agung itu akan meninggalkan kita dengan segenap kebaikan-kebaikan yang ditinggalkannya. Selama hampir sebulan penuh, madrasah Ramadhan telah memberikan banyak pelajaran tentang makna kehidupan.  Sebulan penuh kita ditempa dengan perjuangan melaksanakan semua  ketaatan kepada  Allah mulai dari  amal sholih  yang fardhu hingga amal sholih yang nafilah.  Selama  sebulan  penuh, kita berlatih untuk  sabar dalam  mengendalikan  hawa nafsu  dan sabar dalam menjalankan berbagai ketaatan walau lapar dan dahaga.  Menuntut ilmu dan berdakwah  harus kita jalani di tengah kewajiban kita sebagai anak ataupun ummun wa robbatul bait.  Semuanya itu akan terbayar  dengan limpahan pahala serta ampunan dari Allah sekaligus memperoleh predikat taqwa. Ramadhan memberikan kesan mendalam yang tak pernah terlupakan sekalipun bulan telah berganti.  Perasaan harap-harap cemas kembali menyelimuti hati-hati kita.  Harapan akan limpahan pahala  dan  kedudukan hamba yang bertaqwa sekaligus rasa takut kalau-kalau ini adalah Ramadhan terakhir kita.  Namun dengan  tawakkal kepada Allah, kita berharap dapat menjalani kehidupan yang lebih baik  dengan bekal pelajaran berharga selama melalui bulan Ramadhan.

Semangat untuk menjalani hari-hari di bulan Ramadhan tentu diinspirasi oleh semangat Rasulullah dan para sahabat yang tak pernah lelah berjuang  mewujudkan pribadi dan umat terbaik.  Siang hari bulan Ramadhan, mereka bagaikan singa padang pasir yang gagah berani  menghadapi dan mengalahkan musuh yang jumlahnya berkali-kali lipat. Lembah Badar menjadi saksi bisu bagaimana kesabaran dalam  menahan lapar dan haus serta ketaatan penuh kepada Allah membuat pertolongan Allah  turun dengan  ribuan pasukan malaikat yang memakai tanda. Firman Allah SWT : 

"(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mu’min: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda." QS ali Imran (3) : 124-125

Sementara itu di malam harinya, mereka bagaikan rahib yang sedemikian khusu’ beribadah kepada Allah. Tidak ada satu pun malam yang terlewat kecuali  malam-malam qiyamullail dan mudarasatul Qur’an.  Dalam berinfaq pun, Rasulullah dan para shahabat jangan ditanya.  Mereka adalah orang yang paling pemurah. Namun saat Ramadhan, Rasulullah berinfaq ibarat angin berhembus karena begitu cepat dan banyaknya.  Ibnu Abbas RA berkata :

"Nabi SAW adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Dulu Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai selesai. Nabi melakukan mudarasatul Qur’an bersama Jibril. Jika beliau telah ditemui oleh Jibril maka beliau menjadi orang yang paling pemurah dalam kebaikan seperti angin yang terhembus". [HR. Al-Bukhoriy (1803)]    


Ramadhan demi Ramadhan di tengah-tengah gemilangnya cahaya Islam, telah membentuk pribadi-pribadi unggul yang menakjubkan.  Ramadhan demi Ramadhan membuat umat Islam semakin kuat, berwibawa dan disegani baik lawan maupun kawan.   Kondisi tentu jauh berbeda dengan suasana Ramadhan kita.  Di tengah-tengah kezhaliman  dan bobroknya sistem sekuler, bukan hal yang mudah untuk melaksanakan berbagai  ketaatan.  Godaan-godaan materi terkadang membuat Ramadhan  kita nyaris tanpa makna. Kegiatan ibadah berlangsung  hanya rutinitas tanpa ruh.  Awal Ramadhan saja, rakyat sudah dikejutkan “hadiah” kenaikan TDL yang dampaknya terasa mencekik kehidupan rakyat.  Kenaikan TDL ini tentu berimbas pada kenaikan sejumlah harga barang dan kebutuhan pokok.  Di tengah tuntutan ekonomi yang sedemikian tinggi, banyak diantara kaum Muslimin yang kehilangan ghiroh ibadah Ramadhan.  Sementara Ramadhan tak juga mampu menghentikan berbagai macam kemaksiatan sekalipun  umat Islam gemar membaca dan mengkhatamkan al Qur’an.  Suksesi kepemimpinan di negeri ini pun tak mampu memberikan jalan keluar bagi penyelesaian berbagai problem bangsa.  Siapa pun pemimpin terpilih, kondisi sistem kehidupan Indonesia tidak akan banyak berubah.  Sistem ekonomi kita dipastikan masih bercorak kapitalisme sehingga penguasaan SDA masih ada di tangan asing. Sistem pendidikan kita masih berasaskan sekuler  sehingga generasi  belum lepas sepenuhnya dari gaya hidup hedonis.  Pun sistem hukum masih akan memegang prinsip “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.  Sementara sistem politik demokrasi  tetap akan memberikan dampak bagi mewabahnya “money politic”.

Kondisi serupa juga dirasakan oleh umat  di negeri-negeri  Islam di berbagai  belahan dunia. Ramadhan demi Ramadhan berlalu namun derita umat masih belum berakhir. Awal Ramadhan sampai saat ini, penduduk Ghaza tetap mengalami serangan Israel. Di bulan Ramadhan ini mereka masih hidup dalam kondisi memprihatinkan; kekurangan makanan, tidak mendapatkan supplay listrik dan air bersih.  Setiap saat mereka dihantui ketakutan dan kematian.  Hal yang sama dialami oleh penduduk  Suriah.  Mereka berpuasa selama lebih dari 17  jam sehari  namun tanpa persiapan berbuka dan sahur.  Suasana Ramadhan di Irak pun tak jauh berbeda.  Baru-baru ini jet tempur Suriah menjatuhkan  bom di atas Masjid tempat  menghafal al Qur’an anak-anak Irak.  (“Ya Allah, dengan kuasaMu, Engkau mampu  melakukan semuanya  untuk menyelamatkan mereka, generasi penghafal al Qur’an ini.  Namun itu semua menjadi pengingat bagi kami untuk bersegera memenuhi panggilanMu untuk mengembalikan Khilafah  agar tidak menjadi sesalan kami saat mereka tuntut kami di depan pengadilanMu…”). Secercah harapan muncul  negeri  Syam dan Irak. Fenomena Arab Spring ternyata menular ke seantero Syam dan Persia.  Bagaikan  bola salju yang menggelinding, opini  tuntutan penerapan Syariah Islam dalam bingkai  negara Khilafah  juga menggema di Irak, negeri seribu satu malam.  Namun rupanya Allah masih menguji keIstiqomahan hambaNya dalam berjuang sesuai metode RosulNya. Khilafah  Rasyidah jilid II skenario Allah SWT  hanya akan ditegakkan oleh orang-orang  pilihan yang bekerja ikhlas karenaNya.  

Di tengah-tengah situasi  yang sedemikian menyedihkan,  Allah masih mempertemukan kita dengan oase Ramadhan sebagai penawar dahaga kehidupan.   Sekalipun tanpa Rosulullah dan tanpa kehadiran seorang Kholifah  di tengah – tengah umat, Ramadhan tahun ini tetap dijalankan penuh rasa optimis.  Allah dan Rasulullah menjanjikan pahala 50 kali lipat pahala para sahabat bagi orang – orang yang kokoh berpegang pada agama ini di hari-hari yang sulit dan berat.  Demikian sulit dan berat sehingga digambarkan hanya orang-orang sabar saja yang mampu menggenggam kebenaran yang diibaratkan sebagai bara api (HR Abu Dawud). Jika di hari-hari biasa saja, begitu luar biasa pahala yang Allah janjikan kepada orang yang menggenggam bara api, apatah lagi  jika  terjadi di bulan Ramadhan.

Bagi para pejuang Syariah dan Khilafah, setidaknya ada tiga hikmah yang dapat diambil dari Ramadhan tahun ini, diantaranya :

Pertama, bulan Ramadhan sebagai bulan introspeksi;  Ramadhan  merupakan bulan yang dikaruniakan Allah setelah 2 bulan sebelumnya  yaitu Rajab dan Sya’ban.  Dalam bulan Rajab terdapat satu  peristiwa penting dalam sejarah umat Islam yaitu  keruntuhan Khilafah. Bulan ini  rutin dijadikan sebagai momen untuk  kembali mengingatkan   komitmen  HT  bersama umat terhadap perjuangan penegakkan Syariah dan Khilafah. Pasca agenda Rajab Konferensi Islam dan Peradaban (KIP), bukan berarti kita boleh istirahat dan berhenti berjuang. Sebab, Khilafah yang kita perjuangkan masih belum tegak. Aktivitas penyadaran dan pembinaan harus kian digalakkan. Kontak terhadap umat dan tokoh-tokoh berpengaruh mesti lebih digiatkan. Dukungan ahl al-quwwah juga harus terus diusahakan. Perkara penting yang harus selalu diingat, bahwa menegakkan Khilafah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Yang mewajibkan adalah Allah SWT, Tuhan Yang menciptakan kita. Dia pula yang menghidupkan, memberikan rezeki dan memenuhi semua kebutuhan kita. Lalu atas dasar apa kita berani menolak perintahNya? Sungguh, tidak layak bagi makhluk ciptaanNya berani durhaka terhadap Allah SWT.  Layaknya kewajiban, siapa pun yang berjuang untuk menunaikan kewajiban ini akan diganjar dengan pahala. Apalagi Khilafah termasuk kewajiban yang agung, bahkan tâj al-furûdh (mahkota kewajiban). Pahala yang diberikan kepada pejuangnya tentulah amat besar. Inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk terus bergerak dan tidak berhenti berjuang. Hidup yang hanya sekali harus benar-benar digunakan untuk mencari bekal mendapatkan pahala dan ridhaNya.  Sebaliknya, siapa pun yang meninggalkan kewajban ini, apalagi menghalanginya, diancam dengan azab yang sangat pedih. Ketakutan terhadap besarnya azab ini sejatinya melecut kita agar lebih semangat lagi berjuang menegakkan Khilafah. Siapakah yang dapat menghindar dari pengadilanNya? Siapa pula yang bisa mengelak dari siksaNya? Siapakah yang tahan menerima siksaNya yang amat dahsyat? Tidak ada seorangpun yang mampu menghadapinya. Firman Allah SWT :


ٱصْلَوْهَا فَٱصْبِرُوٓا۟ أَوْ لَا تَصْبِرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya). Baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian. Kalian diberi balasan atas apa yang telah kalian kerjakan (QS ath-Thur : 16).

Selain fardhun, Khilafah juga merupakan wa’dun (janji) Allah SWT. Janji tersebut disebutkan dalam QS an-Nur : 55. Janji tersebut dikuatkan dengan busyrâ (berita gembira) dari Rasululullah SAW tentang akan berdirinya Khilafah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah pasca berakhirnya mulkan jabriyyan (kekuasaan diktator). Juga berita gembira tentang Kota Roma yang akan ditaklukkan setelah penaklukkan Kota Konstatinopel. Telah maklum, yang berhasil ditaklukkan baru Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih, sementara Roma belum pernah ditaklukkan. Dengan demikian hadis tersebut mengokohkan bakal berdirinya Khilafah di akhir zaman. Bukan hanya terhadap Roma, Khilafah yang akan berdiri itu akan menaungi seluruh bumi yang pernah dihimpunkan kepada Rasulullah.

Janji Allah SWT itu pasti akan terealisasi. Sebab, Dia tidak akan mengingkari janjiNya (lihat QS Ali Imran : 9, al-A’raf : 31, ar-Rum: 6). Dia juga pasti bisa mewujudkan janjiNya. Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kehendakNya. Siapa pun yang menghalangi tegaknya Khilafah, niscaya akan gagal dan sia-sia. Siapakah yang bisa menghalangi datangnya fajar subuh di pagi hari ? Siapakah yang bisa mencegah terbitnya matahari setelah malam usai ? Seperti itulah Khilâfah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah ats-tsâniyyah akan tegak..

Lalu atas dasar apa kita ragu untuk berjuang menyongsong janjiNya? Jika para sahabat, tabi’in dan  umat Islam terdahulu berlomba-lomba untuk menaklukkan Konstantinopel, maka seharusnya juga kita bersemangat menaklukkan Roma. Dulu ‘Uqbah bin Nafi’ berkata, “Tuhanku, kalaulah tidak terhalang lautan ini, aku pasti berjalan di banyak negeri, guna berjihad di jalanMU (Ibnu al-Ashir, Al-Kâmil fî al-Târikh). Tekad yang sama juga harus kita tancapkan dalam dada. Berjuang keras menegakkan Khilafah, lalu menaklukkan seluruh penjuru dunia, hingga tidak ada yang tersisa sebagaimana diberitakan dalam Hadits Nabi SAW. Kita membayangkan, betapa bahagianya kaum Muslim ketika janji Allah SWT itu tiba. Ketika Khilafah diproklamirkan, Khalifah dibaiat, dan Liwa-Raya dikibarkan, seluruh kaum Muslim menyambutnya dengan suka cita. Betapa bahagianya tatkala kita termasuk orang-orang yang berada dalam barisan pejuangnya, orang-orang yang menghibahkan hidupnya untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah.

Lantas siapkah kita menyongsong janji Allah dan bisyaroh RosulNya ? Momentum Ramadhan kali ini, sungguh tepat untuk kita jadikan sebagai momen instrospeksi diri.  Sudahkah kita melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah.  Atau masih ada setitik dalam diri kita rasa malas dan enggan ? Jika itu masih ada, maka 10 malam terakhir ini menjadi saat yang tepat untuk melakukan tazkiyyatun nufus melalui taubat nashuha.  Lantas bagaimanakah dengan kelayakan kita ? Sudah pantaskah derajat kita disejajarkan dengan generasi shahabat, ashhabul khilafah yang pertama dengan kualitas akal, ilmu, ibadah, nafsiyah yang mengagumkan ? In syaa Allah masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menjalani madrasah Ramadhan sebagai bekal perjalanan panjang kehidupan di bulan-bulan berikutnya.

Sebagai bahan renungan, Amir  HT mengingatkan kita semua dalam surat beliau tanggal 4 Ramadhan 1435 H, Sesungguhnya  perkara  al-Khilafah al Islamiyyah amatlah agung  dan posisinya sungguh sangat signifikan.  Berdirinya tidak akan sekedar berita yang menjadi  bahan ejekan media massa  menyesatkan.  Akan tetapi dengan izin Allah,  berdirinya Khilafah  akan menjadi “gempa” yang menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah. Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa  Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian  sebagaimana kabar gembira yang disampaikan Rosul SAW.  Maka orang-orang yang  menegakkannya seperti  orang-orang yang menegakkan Khilafah Rasyidah yang pertama (yaitu)  orang-orang yang bertaqwa lagi bersih,  mencintai umat  dan umat mencintai  mereka.  Mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka.  Umat merasakan  kebahagiaan bertemu mereka dan mereka merasakan kebahagiaan bertemu dengan umat, bukannya keberadaan mereka  di tengah-tengah umat justru dibenci.  Begitulah, mereka adalah ashhabul Khilafah  mendatang yang akan mengikuti manhaj kenabian.  Allah akan memberikannya  kepada orang yang memang layak untuknya. Dan sungguh kita memohon kepada Allah agar kita termasuk  orang-orang yang layak itu dan termasuk orang-orang yang mengaturnya.  Kita memohon kepada Allah  agar memberi karunia kepada kita dengan tegaknya Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.   “Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu…” (QS at Taubah : 111).  Janganlah anda berputus asa dari rahmat Allah, sehingga Allah tidak menyia-nyiakan  untuk  anda-wahai saudara-saudara yang dimuliakan-kelelahan yang telah anda  persembahkan.  Allah tidak menolak  permohonan yang anda pinta  dariNya.  Allah tidak akan menggagalkan harapan yang anda ajukan kepadaNya. Maka tolonglah kita  dengan meningkatkan kesungguhan  dan pemberian. Perlihatkan kepada Allah kebaikan pada diri anda. Niscaya Allah akan menambah kebaikan untuk anda.  Jangan sampai ucapan main-main bisa memalingkan anda  dari perjuangan anda yang penuh dengan kesungguhan lagi jujur.”

Kedua, bulan Ramadhan sebagai bulan melatih kesabaran dan pengorbanan; Dalam sebuah hadistnya, Rasulullah mengatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Bulan Ramadhan mengajarkan kita tentang arti kesabaran khususnya kesabaran dalam menjalankan ketaatan dan ketundukan terhadap seluruh syariatNya.  Sementara itu untuk menjalankan seluruh ketaatan tersebut diperlukan pengorbanan dan keikhlasan.  Saat bulan Ramadhan ini, kesabaran ini kembali ditunjukkan saudara-saudara kita di belahan bumi Ghaza. Dalam kondisi sakit dan kelaparan, mereka masih bisa menjawab dengan kalimat hamdalah saat ditanya kondisinya. Ditambah lagi rezim setempat tak memberikan ruang gerak yang luas bagi perkembangan dakwah Syariah dan Khilafah. Harapan dan tumpuan mereka tertuju kepada saudara-saudaranya di Indonesia yang dikaruniai Allah keluasan dan kemudahan untuk menyebarkan dakwah Syariah dan Khilafah.   Saudara kita yang tertindas setiap saat berdoa kepada Allah untuk kita.  Salah satu doa yang dilantunkan salah satu warga Palestina :
Ya Allah, sampaikan kepada saudara-saudara kami di Indonesia kecupan dari baitul Maqdis.  Kami sedang mendoakan mereka dari Baitul Aqsho.  Berjuang dan hidup bersama mereka dengan perasaan dan pikiran kami.  Berikan taufiq kepada kaum Muslimin di Indonesia agar mereka berjuang dan datang membawa tentara pembebasan.  Kami menunggu anda semua dengan penuh kesabaran dan kerinduan, wahai penduduk Indonesia…Semoga Allah memberkahi seluruh jerih payah anda.  Kami sangat senang  andai saja kami hidup bersama anda. Anda mengadopsi negara Islam dengan dasar aqidah yang kokoh dan agung.  Kami mencintai anda karena Allah dan kami pun dirundung rindu untuk berjumpa dengan anda...” 
Bagaimana sambutan kita terhadap doa-doa mereka ?  Apakah kita sungguh-sungguh  ingin memperjuangkan tegaknya Khilafah karena kecintaan kepada saudara-saudara kita yang masih dirundung duka ? ataukah kita lebih banyak membuat pemakluman-pemakluman terhadap diri kita ?  Sejatinya kemenangan dakwah akan bisa diperoleh apabila ada pengorbanan yang berimbang baik harta, waktu, pikiran, tenaga hingga nyawa.  Generasi muslim pada masa Rasulullah telah melakukan pengorbanan yang besar.  Dengan itulah Rasulullah dan para sahabat berhasil mendirikan negara Islam di Madinah.  Pengorbanan yang serupa diberikan oleh generasi muslim pada Khulafaur Rasyidin dan para Kholifah sesudahnya hingga kekuasaan Islam meluas hampir 2/3 dunia.  Kini kembalinya Khilafah yang kedua pun menuntut pengorbanan kita.  Memang berkorban itu sulit bila tidak dibiasakan. Namun  Allah SWT menjanjikan pahala yang melimpah bagi siapapun yang berkorban ikhlas baik di kala lapang maupun sempit. Semakin banyak berkorban, maka semakin cepat Khilafah kembali.  Jangan  sampai terlintas dalam diri kita bahwa kita sudah banyak berkorban hanya karena kita sudah menjadi bagian dari dakwah ini atau merasa sudah cukup berkorban hanya dengan mencukupkan diri menghadiri halqoh saja, membayar infaq atau membaca buletin. Sementara di luar itu belum cukup upaya dakwah kita atau melakukan dakwah secara minimalis.
Tegaknya Khilafah adalah janji Allah sehingga Allah jualah yang akan menentukan waktu yang tepat kapan kemenangan itu diberikanNya kepada kita. Oleh karena itu pengorbanan dan kesabaran  dalam menapaki jalan perjuangan mencapai “mahkota kewajiban” ini menjadi perkara yang mutlak dimiliki oleh kita. Perjuangan menegakkan Khilafah hakikatnya adalah pertarungan melawan pihak-pihak yang tidak menghendaki kembalinya Khilafah.  Musuh-musuh  Islam juga manusia biasa. Mereka juga memiliki rasa capek, lelah bahkan frustasi.  Bila kita tidak sabar dalam perjuangan hakikatnya kita kalah sabar dengan musuh yang hendak memadamkan cahaya Islam.  Kesabaran merupakan keniscayaan dalam  aktivitas menyongsong kembalinya Khilafah.  Apa jadinya bila kita tidak bersabar dalam halqoh. Tidak sabar saat masiroh. Tidak sabar saat mengikuti dan mengisi kajian. Tidak sabar melakukan kontak personal maupun kontak tokoh. Tidak sabar saat menjalankan proses rekrutmen.  Tentu saja tanpa kesabaran kita, seluruh aktivitas itu tidak akan berlangsung sukses.  Demikian juga saat melakukan tugas sebagai ummun wa rabbatul bait di satu sisi dan menjadi pengemban dakwah di sisi yang lain.  Bila kita tidak sabar dengan kedua tugas yang berat ini bisa jadi kita memilih untuk mengesampingkan salah satu dari keduanya.  Padahal Allah tidak akan membebani kita dengan kewajiban-kewajiban di luar batas kemampuan kita. Ketika Allah memberikan kewajiban-kewajiban tersebut, sebenarnya kita mampu menjalankannya. Yang harus dilakukan adalah berupaya mensinergikan kewajiban-kewajiban tersebut bukan malah membenturkan keduanya atau mengkambinghitamkan salah satunya ketika tidak menunaikan yang lain.
Ketiga, bulan Ramadhan adalah bulan melatih istiqomah; tidak hanya istiqomah dalam menjalankan ketaatan yang sifatnya ritual namun juga seluruh ketaatan yang dituntut oleh Allah dan RasulNya. Tidak hanya ketaatan selama bulan Ramadhan, namun juga ketaatan setelah berlalunya bulan Ramadhan.  Demikian halnya dengan upaya-upaya kita untuk mengembalikan Khilafah, tentu harus sejalan dengan metode dakwah yang ditunjukkan Rasulullah SAW.  Dengan istiqomah berpegang teguh pada  thoriqoh dakwah Rasulullah, HT telah memantapkan kedudukannya sebagai sebuah partai Islam Internasional  yang diperhitungkan di dunia. Saat ini HT menempuh tahapan paling sulit karena HT harus menyeru umat secara lantang, langsung dan menantang tanpa memperhitungkan resiko dan hasilnya.  Aktivitas peleburan menjadi aktivitas syabab/h sehari-hari.  Semakin kerasnya perlawanan terhadap dakwah dan penolakkan dari beberapa negara dalam aktivitas tholabun nushroh menandakan kemenangan itu sudah semakin dekat.  Karena.diperlukan upaya yang keras untuk menjemputnya.  Namun tidak semua orang mengetahui jalan untuk meraihnya. Akibatnya justru  melakukan tindakan yang menjauhkan diri dari kemenangan.  Oleh karena itu, setiap pengemban dakwah wajib istiqomah (teguh pendirian) dalam mengemban dakwah.  Ia tidak boleh berpaling sedikit pun dari  mengemban maupun dari dakwahnya.  Setiap upaya melalaikan keduanya adalah dosa.
1.      Terkait dengan kewajiban istiqomah dalam mengemban (tabligh).  Allah berfirman :
Sungguh telah didustakan pula para Rasul sebelum kamu.  Namun mereka tetap bersabar atas pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan atas mereka hingga datang petolongan Allah..” (QS al An’am : 34)
Secara tersirat Allah memerintahkan Rasul agar istiqomah dalam mengemban (tabligh) meski dihadapkan dengan pendustaan dan penganiayaan  orang-orang kafir yang menentang dakwah beliau. Sebab dakwah beliau adalah dakwah yang ide-idenya bertentangan dengan hukum-hukum atau tradisi  lama yang berkembang di masyarakat. Jika dulu Rosul dan sahabat dihadapkan pada ide-ide jahiliyah yang berpangkal dari paganisme. Sementara saat ini, upaya mengusung ide Syariah dan Khilafah dihadapkan pada ide HAM, demokrasi, pluralisme, nasionalisme dll.  Tak jarang  pengemban dakwah dilabeli cap “fundamentalis”, “ekstrimis” dan “teroris” baik oleh penguasa, masyarakat maupun musuh-musuh Islam. Bahkan penentangan ini juga berujung pada ancaman terhadap jiwa pengemban dakwah.
2.    Terkait dengan istiqomah di dalam dakwah yaitu konsisten dalam memegang teguh ide-ide dan hukum-hukum syariah.  Setiap pengemban dakwah haram untuk melenceng sedikitpun dari ide-ide dan hukum-hukum Syariah.  Sayangnya tidak sedikit pengemban dakwah yang tidak istiqomah dengan dakwahnya.  Betapa banyak yang menyimpang dari pemikiran Islam entah karena kedangkalan pemikiran atau sikap pragmatis mereka. Sebaliknya mereka malah ikut-ikutan menyerukan pemikiran yang bertentangan dengan Islam.  Yang lebih memprihatinkan, banyak pula diantara mereka yang tidak sabar ingin segera meraih kemenangan, lantas menjerumuskan diri dalam kancah sistem kufur.  Tidak aneh jika kemudian ada partai Islam yang lebih konsisten menyerukan demokrasi ketimbang menyerukan Syariah Islam karena khawatir partainya “tidak laku” dalam pemilu; berkoalisi dengan partai sekuler atau memproklamirkan sebagai partai terbuka bagi non muslim demi meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Mungkin dengan semua itu, mereka menyangka akan meraih kemenangan.  Jika kemenangan yang dimaksud adalah berhasilnya kader partai Islam duduk di kursi kekuasaan, itu mungkin saja. Namun jika yang dimaksud dengan kemenangan itu adalah berdaulatnya ideology Islam yang terwujud dalam  penerapan Syariah Islam secara total dalam bingkai negara Khilafah, maka itu hanya mungkin diraih dengan keistiqomahan dan keteguhan dalam mengemban dakwah, apapun resikonya.
Demikianlah, agar Ramadhan kali ini lebih bermakna, pelajaran terhadap arti kesabaran dan istiqomah semoga menjadi bekal untuk menjalankan tugas maha berat pada bulan-bulan berikutnya.  Kesabaran dan keistiqomahan di jalan Allah menjadi sebab datangnya pertolongan Allah agar kemenangan hakiki dapat diraih demi kembalinya peradaban dan umat terbaik. In syaa Allah….
Referensi :
2.http://www.eramuslim.com/berita/pesawat-tempur-suriah-hajar-masjid-tempat-menghapal-anak-anak-irak.htm
3.Buku Hikmah-Hikmah Bertutur, Arif B. Iskandar, Bab. Istiqomah dan Sabar Dalam Perjuangan Dakwah hal.118-121
4.http://hizbut-tahrir.or.id/2014/06/24/musim-semi-arab-mencapai-irak/


6.http://blogselasamalam.wordpress.com/world-islamic/ramadhan-di-gaza-di-tengah-blokade-dan-pemutusan-listrik/

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...