Kamis, 26 Juli 2012

OPINI RAMADHAN 1433 H


AGAR RAMADHAN LEBIH BERMAKNA
(Tulisan ini dimuat di Harian  Rakyat Bengkulu,  Jumat 20 Juli 2012)

 
Ramadhan 1433 H akan segera tiba. Seperti biasa event tahunan umat Islam ini akan disambut dengan berbagai rutinitas ibadah.  Umat Islam paham bahwa Ramadhan adalah bulan yang diliputi keberkahan.  Rasulullah menjanjikan siapa saja yang mengerjakan amalan fardhu akan diganjar 70 kali lipat pahala.  Sementara  amalan sunnah diganjar seperti mengerjakan amalan wajib (HR Ibnu Khuzaimah).  Tak heran pada awal Ramadhan masjid-masjid tampak ramai dipenuhi jamaah. Pasar tradisional maupun modern berlomba-lomba menyenandungkan lagu-lagu yang bernuansa islami.  Toko-toko busana muslimah laris diserbu pelanggan.  Demikian juga dengan tayangan televisi, semua stasiun berlomba-lomba membuat tontonan bernuansa religi. Namun fenomena ini akan hilang begitu Ramadhan berakhir. Seakan-akan  Ramadhan hanya sebatas persinggahan sejenak untuk melepaskan kepenatan dari rutinitas bulan-bulan sebelumnya.  Sementara kualitas ibadah dan kepribadian  sesudah Ramadhan tak jauh berbeda dengan sebelum Ramadhan. 

Benar, Ramadhan tahun ini sepertinya juga akan sama dengan Ramadhan-Ramadhan sebelumnya. Pada umumnya umat Islam akan tersibukkan dengan rutinitas peribadatan yang hampir kehilangan spiritnya. Sama halnya dengan rutinitas persoalan masyarakat yang sampai saat ini tak kunjung selesai.  Persoalan yang dimulai dari bidang politik pemerintahan hingga eksosbudhankam seperti: krisis kepemimpinan, korupsi, kemiskinan, persoalan gelandangan dan anak terlantar jalanan, pengangguran, tawuran, persoalan pergaulan yang semakin bebas pada generasi muda dan akibat yang ditimbulkannya (seperti freesex dan aborsi), hingga persoalan kenaikan harga pangan menjelang hari besar seperti Ramadhan atau lebaran nanti. Itu semua merupakan setitik persoalan dari ribuan persoalan yang kehadirannya tetap mewarnai hari-hari di bulan Ramadhan.  Lantas bagaimana suasana Ramadhan di Bengkulu ? Ternyata kondisinya tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar lainnya. Persoalan masyarakat nampaknya tetap mewarnai perjalanan Ramadhan tahun ini. Berbagai masalah sosial masyarakat di Bengkulu mulai merebak ke tahap yang mengkhawatirkan. Sebagai contoh kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan kalangan keluarga sendiri di Bengkulu berada di posisi teratas se-Indonesia. Kemudian kasus narkoba yang terbilang tinggi serta kasus kriminal lainnya. Tingginya angka kriminalitas di Bengkulu, menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih rendah. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) menyatakan bahwa Bengkulu merupakan provinsi termiskin kedua se-Sumatera setelah Aceh, yakni mencapai 17,50 persen. Kemiskinan ini dipicu oleh tingginya angka pengangguran.  Selain itu seluruh perusahaan yang ada di Bengkulu, 80 persennya dikuasai pihak asing. Tak heran jika kesenjangan sosial menjadi problem utama di Bengkulu.

Lantas apa sesungguhnya makna ramadhan di balik rutinitas persoalan yang datang silih berganti ?  Tidakkah ramadhan dapat membawa makna perubahan  bagi seluruh umat Islam mulai  dari rakyat sampai pemimpinnya ?
            
    Ramadhan memang istimewa. Ramadhan ibarat kepompong yang merubah ulat buruk rupa menjadi kupu-kupu  yang  indah.  Demikian perumpamaan orang yang memaknai Ramadhan sebagai tempat membina diri meraih taqwa (QS 2:183).  Jika ‘buah’ dari puasa adalah takwa, tentu idealnya umat  Islam menjadi orang-orang yang taat kepada Allah SWT tidak hanya di bulan Ramadhan saja. Juga tidak hanya dalam tataran ritual dan individual semata. Ketakwaan kaum Muslim sejatinya terlihat juga di luar bulan Ramadhan sepanjang tahun dalam seluruh tataran kehidupan mereka.  Fakta yang terjadi malah sebaliknya. Setelah Ramadhan berlalu, justru umat Islam kembali jauh dari ketaatan pada Allah SWT. Masjid-masjid akan kembali sepi padahal sebelumnya dipadati oleh jamaah. Senandung lagu islami di mal-mal atau pusat perbelanjaan akan segera berganti lagi dengan lagu-lagu non religi. Tayangan televisi berubah lagi menjadi tayangan hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi. Busana-busana taqwa dan kitab suci akan tersimpan di lemari sampai Ramadhan tahun depan. Perbuatan maksiat semakin merajalela. Kehidupan rakyat terasa semakin sulit. Kemakmuran dan kesejahteraan terasa makin jauh dari harapan. Penguasa semakin abai dari tanggung jawabnya mengatur urusan umat. Sekularisme (pengabaian agama dari kehidupan) dan liberalisme tetap mendominasi kehidupan umat Islam. 
Bahkan setelah Ramadhan, tak ada dorongan dari kebanyakan umat Islam, khususnya para penguasanya, untuk bersegera menegakkan hukum-hukum  SWT secara formal dalam segala aspek kehidupan melalui institusi negara. Bahkan diantara mereka ada yang tetap dalam keyakinannya, bahwa hukum-hukum Islam tidak perlu dilembagakan dalam negara, yang penting subtansinya. Anehnya, pemahaman seperti ini juga menjadi keyakinan sebagian tokoh-tokoh agama Islam. Keyakinan semacam ini menunjukkan satu hal, mereka seolah ridha dengan hukum-hukum sekular yang ada (yang nyata-nyata batil dan kufur) dan seperti keberatan jika hukum-hukum Islam diterapkan secara total oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan mereka. 
Karena itu pula, hendaknya umat Islam khususnya di negeri ini, menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk segera mengubur sekularisme, kemudian menggantinya dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan yakni dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Itulah wujud ketakwaan sejati. Itu pulalah yang menunjukkan bahwa kita benar-benar sukses menjalani puasa sepanjang bulan Ramadhan.

Penulis :
Indah Kartika Sari
Ketua Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Bengkulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemuda Islam : Think About Palestine Not Valentine

Oleh Najmah Jauhariyyah (Pegiat Sosial Media Bengkulu) Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir.  Dengan berfikir manusia menjadi makhlu...